empat sembilan

51 6 0
                                    

Lisa menghela nafas lega saat jam di tangannya masih menunjukkan pukul 2 lebih lima belas menit. Sekolah sudah dibubarkan sekitar dua puluh menit yang lalu. Saat bel berbunyi, ia sudah bersiap untuk bergegas menuju aula sekolahnya. Ia akan mengikuti seleksi anggota baru osis hari ini.
Tetapi tiba-tiba teman dari ekskul seni tarinya memberitahu Lisa bahwa akan ada alumni yang datang dan mengadakan pertemuan mendadak.
Beruntungnya, pertemuan yang mereka laksanakan tak memakan waktu lama.

Lisa mengibaskan rambutnya kebelakang sebelum kembali melanjutkan perjalanannya.
Ia meneguk minuman botol rasa mix berries yang sempat ia beli saat istirahat.

Keadaan sekolah sudah cukup sepi sekarang, hanya ada beberapa petugas sekolah yang berlalu lalang di sekitarnya.

"Alisa!"
Suara wanita dari ruangan kelas yang baru saja ia lewati membuatnya menghentikan langkah.

Lisa berbalik arah untuk mencari sosok yang memanggil namanya.
Saat tubuhnya sudah kembali berada di ambang pintu, netranya menangkap seorang guru yang sedang sibuk merapikan buku di atas meja.

"Lisa, sini dulu sebentar."

Bu Ida melambaikan tangannya, memberi isyarat untuk Lisa agar memasuki ruangan.

Mau tak mau, Lisa pun menuruti perintah guru itu.

"Ada apa, Bu?"

"Maaf banget Lisa, ibu boleh minta tolong anterin ini ke meja Ibu, gak? Ibu kebelet pengen ke kamar mandi."
Pintanya begitu Lisa sudah berada di hadapannya.
Lisa melirik sekilas tumpukan buku itu. Tak sedikit, tetapi tak begitu banyak juga.

"Eum, yaudah Bu gak apa-apa, Lisa aja yang bawain. Ibu ke kamar mandi aja."

Bu Ida menghela nafasnya lega,
"Terimakasih ya Lisa, maaf merepotkan."

Ia menepuk pundak Lisa dan berlalu keluar dari ruangan. Sepertinya sedari tadi Bu Ida memaksakan diri untuk memeriksa buku-buku ini terlebih dahulu daripada mengutamakan keperluannya.

Lisa mengangkat buku-buku itu. Ternyata berat juga, pikirnya.
Apakah ia lebih baik membaginya menjadi dua terlebih dahulu? Membawa sebagian sekarang dan membawa yang lainnya nanti?
Tapi dipikir kembali, ia tak memiliki banyak waktu. Ia takut para anggota osis sudah menunggu kehadirannya.

Akhirnya Lisa memutuskan untuk membawa seluruh buku itu. Ia menutup pintu kelas menggunakan kakinya karena kedua tangannya yang penuh.
Lisa menambahkan laju pada langkah kakinya. Ketukan sepatunya bisa terdengar di koridor yang sepi.

Untuk bisa sampai ke ruang guru, Lisa harus melewati lapangan terlebih dahulu. Beruntungnya, aula sekolah juga berada di gedung yang sama. Jadi ia tak perlu berbulak-balik dan semakin membuang banyak waktu.

Saat tengah berjalan di pinggiran lapangan, tanpa ia duga sebuah bola terlempar ke arah tumpukan buku yang ada di tangannya. Tubuhnya sedikit goyah karena kehilangan keseimbangan oleh kerasnya pantulan yang tiba-tiba.
Beberapa buku berhasil ia selamatkan, tetapi buku dengan jumlah yang lebih banyak sudah tercecer ke atas tanah.
Lisa segera berjongkok dan memastikan tak ada satupun buku yang koyak.

"Sorry, sorry! Gue gak sengaja."

Bersamaan dengan suara yang masuk ke gendang telinga Lisa, sebuah tangan sudah terulur merapikan buku-buku yang juga sedang ia coba benahi.

Tangan yang tak asing.

Lisa mendongakkan kepalanya.

Dan saat itu pula pandangan kedua orang itu bertemu, membuat pergerakan mereka terhenti dalam seketika.

"Lisa?"

"Bara?..."

Bara segera meraih buku yang berserakan dan menata mereka kembali serapih mungkin.
Sementara Lisa masih membeku di posisinya akibat rasa terkejutnya yang belum bisa ia kendalikan.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang