dua belas

117 8 0
                                    

Kana mengetup-ngetupkan jari di bibirnya.
Ia sedang memilih pakaian untuk dipakai hari ini.

Keadaan kamarnya saat ini belum bisa dibilang rapih seperti keinginannya. Beberapa barang masih tersimpan di dalam kardus.
Ia sengaja masih belum merapihkannya ketempat yang seharusnya.
Karena hari ini, ia berniat untuk mencat dinding kamarnya.

Bukan hanya Kana, tapi seluruh keluarganya. Elian berniat untuk kembali mencat ulang rumah ini.
Walaupun warna putih sudah terbilang cocok dengan suasana dan interior design-nya.
Tapi mereka rasa, itu hanya membuat rumah ini menjadi sangat polos dan tak memiliki kepribadian lebih.
Oleh karena itu, mereka memberikan Kana kesempatan untuk memilih warna apa yang akan menjadi wajah baru untuk rumah ini.
Awalnya, Kana sangat kebingungan dan merasa tak sanggup untuk memilih.
Tetapi setelah ia pikir dengan matang,
Warna periwinkle lah yang menjadi pemenangnya.
Ia yakin, perpaduan antara bagian vintage yang sudah ada akan melebur dengan istimewa dengan warna yang satu itu.

Seperti rumah dari bawah air.
Seperti rumah dari sebuah mimpi.

Setelah semua urusan mengenai pemilihan warna selesai, ada satu hal lagi yang mereka harus pecahkan.
Mereka tak tahu bagaimana mencari orang-orang yang bisa membantu mereka.
Elian berpikir untuk menghubungi agensi khusus penyedia jasa pegawai bangunan.
Tapi beruntungnya, Belinda mendapatkan rekomendasi dari salah satu tetangganya, katanya ada orang-orang yang selalu siap menerima panggilan pekerjaan di sekitar komplek ini.

Belinda pun menghubungi mereka dan mereka bersedia untuk membantu hari ini.

Kana akhirnya memilih untuk mengenakan kemeja tipis tanpa lengan berwarna lilac dan low rise pant berwarna biru laut.
Ia membuka bathrobe nya dan segera memakai setelan pilihannya.

Kana baru merasakan betapa gersangnya Jakarta hari ini, jadi sepertinya ia akan selalu mengenakan pakaian dengan bahan tipis mulai dari sekarang.

Kana meraih hair dryer di atas nakas dan menyalakannya.
Rambut coklat kemerahannya terlihat bercahaya saat beradu dengan sinar matahari pagi.
Ditambah teksturnya yang bergelombang, membuat rambutnya terlihat seperti danau di senja hari.
Setelah merasa cukup kering, ia sisir ulang helai surai nya agar kembali rapih.

Kana mengenakan sunscreen secukupnya kepada bagian kulit yang akan terekspos sinar ultraviolet.
Jemarinya menekan parfume beraroma bunga lavender.
Ia aplikasikan lipbalm di bibirnya dan mematut diri di cermin.

Kana tersenyum kecil melihat penampilannya.
Tangannya meraih gelang biru yang tergeletak di atas meja dan kembali mengenakannya di pergelangan kiri.

Kaki Kana melangkah keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga. Beberapa furniture seperti sofa sudah ditempatkan diposisi yang mereka inginkan, tetapi karena acara hari ini, mereka terpaksa menutupnya dengan kain agar tak ternodai oleh cipratan cat.

"Pagi Yah, Mah, Kak."

Kana menghampiri orang tuanya yang sedang menikmati sarapan mereka di meja makan. Ia cium satu-persatu pipi anggota keluarganya.

"Wahhh, udah wangi aja kamu Na."
Elian memuji kedisiplinan anak bungsunya mengenai kebersihan diri.

"Iya dong. Mamahnya aja udah cetar gini, apalagi anaknya."
Belinda bergurau sembari menyiapkan sarapan untuk Kana.
Ia olesi tiga lembar roti dengan taburan coklat dan selai strawberry kesukaan Kana. Ia tak begitu suka sarapan dengan sesuatu yang berat.

"Huum! Gak kaya orang ini nih.
Masih bau iler."
Kana mendelik Arga yang duduk di sampingnya. Yang disindir hanya merengut sebal sembari mengucek matanya.

Arga sebenarnya kesal karena harus bangun pagi hari ini. Karena kemalasannya untuk bersentuhan dengan air, akhirnya ia memutuskan untuk tak mandi sama sekali.
Toh, pada akhirnya ia akan kotor juga karena berurusan dengan cat?

Arga masih mengenakan kaos abu-abu tanpa lengan dan celana basketnya. Baju yang ia kenakan semalam untuk tidur.
Berbanding balik dengan Kana yang terlihat seperti akan berlibur ke Bali.

Elian dan Belinda hanya tertawa melihat aksi dua bocah mereka.
Sejujurnya, mereka masih tak menyangka keadaan bisa kembali lagi membaik.
Kana secara perlahan mulai kembali seperti dirinya yang dulu.

Tepat setelah menyantap sarapan, tiga orang yang akan dipekerjakan untuk membantu mewarnai rumah ini sudah datang.
Belinda memerintahkan mereka untuk sarapan terlebih dahulu, ia memberikan mereka masing-masing sebungkus nasi kuning dan lauknya.

Kana akan mengecat kamarnya sendiri. Ia memutuskan untuk memberikan dinding di kamarnya sentuhan magis.
Ia akan melukis.

Kana yang memang tak sabaran sudah memulai mencorat-coretnya kemarin malam. Belum selesai tentunya. Melukis dinding yang sangat besar memerlukan waktu yang cukup lama. Ditambah Kana tak suka sesuatu yang simple, ia lebih menyukai sesuatu yang kompleks.

Kana melangkahkan kakinya di halaman rumah sembari menunggu para pekerja yang sedang sarapan.
Matanya berjelajah menikmati suasana di pagi hari yang sangat cerah. Benar-benar musim yang tepat untuk berlibur.

Terhitung sudah lima hari mereka pindah ke rumah ini. Semenjak hari pertama, Arga sudah memaksa Kana untuk berjalan-jalan mengabulkan wishlist nya. Mereka sudah pergi ke taman wahana sampai ke tempat jajaan street food. Kana suka tempat itu, ini wisata kulinernya yang pertama setelah sekian lama.
Tapi yang menjadi favorite nya sudah pasti art class. Mereka membuat patung dari tanah liat dan mencatnya. Kana membuat sebuah patung berbentuk tubuh manusia— rapuh dan lusuh.
Sementara Arga entah membuat apa, ia berdalih itu adalah vas bunga.
Disana juga, ia sempat berbincang dengan pengunjung lain yang memiliki ketertarikan yang sama dengan Kana.
Hah, ia senang sekali akhir-akhir ini.
Semoga semua masih bisa tetap seperti itu.

'Bark!'

Kana membalikkan tubuhnya saat mendengar suara gonggongan anjing.
Senyumnya terangkat saat melihat anjing poodle berwarna serba putih itu.
Namanya Valerie, ia milik tetangga sebelah mereka.
Ia dan Valerie sudah saling bertemu beberapa hari yang lalu.
Tetapi anehnya, Valerie yang takut dengan kehadiran manusia bisa sangat akrab dengan Kana.

"Vale! Come here!"

Kana berjongkok dan menepuk-nepukkan pahanya.
Valerie pun menurut dan menghampirinya antusias.
Kana mengusak anjing yang terlihat seperti gumpalan salju itu, sembari sesekali menciumnya.
Anjing itu mencium balik dengan mencoba menjilat wajahnya.
Kana hanya tertawa kecil merasa geli.

Setiap kali Kana bermain dengan hewan seperti ini, ia selalu teringat akan Priscilla.
Sorot matanya berubah menjadi sedikit sendu.
Bibirnya yang melengkung berubah menjadi garis tipis.
Priscilla adalah kucing milik Kana yang sudah tiada.
Ia sudah bersama dengan Kana semenjak ia berusia dua belas tahun.

Kepergian Priscilla adalah rasa duka terbesar yang pernah Kana lewati.
Mungkin beberapa orang tak akan mengerti sekuat apa hubungan antara ia dan kucing hitam dengan bola mata biru itu.

Mereka tak tahu, bagaimana rasanya diasingkan oleh manusia.

Saat memori dirinya dengan Priscilla terputar, sebuah lagu kembali datang ke pikirannya.

"Somewhere over the rainbow
Way up high~
There's a land that i heard of once in a lullaby~
Somewhere over the rainbow
Skies are blue~
And the dreams that you dare to dream really do come true~"

Priscilla sudah jauh lebih baik disana, di sebuah tempat di atas pelangi.

Kana secara tak sadar kembali menyenandungkan lagu itu.
Tangannya masih setia mengelus bulu anjing itu.
Sampai ia merasakan kehadiran seseorang di belakangnya.

Secara perlahan, ia membalikkan tubuhnya.
Matanya sedikit membesar melihat sosok yang tak ia sangka akan kembali bertemu dengannya.

"Loh, Mas?..."

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang