lima enam

60 6 0
                                    

Kana membuka ponselnya dan menekan aplikasi penyedia jasa transportasi online. Ia memilih ikon mobil dan mulai mengetik alamat yang sedang Dafa ucapkan.

Setelah bermain uno dan mengobrol santai, teman-temannya meminta Kana untuk diajak berkeliling rumah. Mereka sangat penasaran dengan lukisan di kamar Kana yang waktu itu sempat Bara bicarakan.
Dan sepertinya Bara memang tak melebih-lebihkan ucapannya, karena saat mereka melangkahkan kaki memasuki kamar itu, mereka seakan dibawa ke dunia lain. Ruangan itu terasa seperti portal menuju kastil di tengah samudra. Lukisan laut yang megah, ditambah pernak-pernik regal lainnya yang menambah kesan mewah.
Kana menjelaskan bahwa kebanyakan aksesoris yang ia pakai adalah handcraft nya sendiri dari barang-barang bekas.

"Ini serius mau satu mobil aja?"
Kana bertanya memastikan. Pasalnya kelima temannya itu memutuskan untuk menaiki satu kendaraan untuk ditumpangi bersama-sama.

"Iya gak pa-pa, kita rumahnya searah kok Na. Rumah Dafa yang paling ujung, jadi nanti dia yang sekalian bayarin."
Sanggah Leni sembari mengedipkan sebelah matanya.

"Yee, enak aja lu. Patungan-patungan!"
Dafa mencebik tak terima.

"Mending nunggu Kakak gue pulang dulu aja. Gue udah ngechat dia kok, katanya sebentar lagi pulang. Kalian nanti dianterin satu-satu sampe depan rumah."
Kana kembali menawarkan dengan raut tak enak. Padahal jika ingin naik taksi online pun, ia sudah berniat untuk membayarkan. Tetapi mereka malah menolak mentah-mentah.

"Aduh, gak usah Na. Kasian kakak lo, baru balik kerja pasti capek."
Dafa meyakinkan keputusan mereka. Sepertinya jika soal masalah sopan santun dan tak meminta yang muluk-muluk saat mengunjungi rumah orang, Dafa yang harus bertanggung jawab menjadi juru bicaranya.

Kana menghela nafasnya pasrah dan menekan tombol pesan. Tak begitu lama, notifikasinya berbunyi menandakan seorang driver yang menerima pesanannya. Tapi ternyata jarak supir itu cukup jauh dari rumah Kana. Ingin mengulang pesanan pun, takutnya tak akan ada lagi yang mau mengambil, mengingat hari sudah hampir malam. Mereka pun memutuskan untuk menunggu saja.

Seperti saat ini, mereka memilih untuk berkumpul di halaman depan rumah Kana. Sore ini Kana kedatangan tamu kecilnya, Valerie. Lintang, Wulan, dan Leni tengah mencoba untuk mengusap bulu lembut salju itu. Sementara Kana yang memberikan mereka arahan.

Dafa dan Izal? Mereka lebih memilih untuk memperhatikan dengan sedikit menjaga jarak. Pasalnya mereka berdua pernah memiliki trauma dengan hewan lucu itu.
Sama halnya dengan Bara, ia hanya ikut memperhatikan saja. Bedanya, ia memilih untuk berjongkok di samping Kana.

Tidak, Bara tak memperhatikan anjing itu. Ia memperhatikan Kana.

Sinar dari matahari yang hendak tenggelam membuat rambutnya benar-benar menyatu dengan langit. Angin damai yang sesekali datang ikut meniup-niup helai demi helaian merah itu secara bergantian.
Kulitnya ikut memantulkan cahaya dari langit yang menguning, membuatnya terlihat seperti kunang-kunang di sore hari.

"Na, lo cantik banget deh."

Bara segera mengalihkan pandangannya saat Lintang tiba-tiba mengeluarkan suara. Ia menerawang ke segala arah, berharap perempuan dengan kucir itu tak menyadari dirinya yang sedari tadi tengah memandangi Kana juga.

Kana mengalihkan pandangannya dari Valerie kepada Lintang.

"Eh, lo risih gak sih kalau gue bilang gitu? Waktu itu gue juga manggil lo cantik ya... Sorry banget, Na. Gue emang suka keceplosan kaya gitu, si Leni aja kadang gue panggil ganteng."
Lintang menepuk bibirnya canggung, entah mengapa kata itu terus terbayang olehnya setiap kali melihat Kana.

Kana tersenyum kecil sembari menggelengkan kepalanya,
"Gak apa-apa, gue gak masalah kok. Artinya tetep pujian, kan?
Kalau lo bilang gue jelek, baru tuh gue sebel."

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang