empat lima

58 6 0
                                    

Kana dan Bara sudah berada di trotoar jalan menuju sekolah mereka.
Saking asiknya melempar celotehan, mereka baru menyadari tempat tujuan sudah berada di depan mata.

Beberapa remaja dengan seragam sekolah yang sama juga ikut berlalu lalang menghiasi jalanan. Mengingat hari ini hari senin, para murid memutuskan untuk berangkat lebih awal karena upacara bendera yang pasti akan selalu dilaksanakan.

Kana menyadari ada beberapa pasang mata yang menatap dirinya dan Bara dari atas sampai bawah. Tapi anehnya Kana tak merasa terimintidasi kali ini. Mungkin karena ada Bara di sampingnya.

"Woi, Bar!"

Bara yang merasa namanya dipanggil, menolehkan kepalanya ke belakang. Langkahnya terhenti diikuti pula oleh Kana yang ikut menyadari ada dua orang yang sedang berlari kecil ke arah mereka.

"Motor lu mana, Dli?"
Tanya Bara saat temannya itu sudah berada tepat di hadapannya. Tumben sekali Padli berjalan ke sekolah, biasanya ia selalu membawa kendaraan roda duanya itu.

"Gua titip di rumah si Asep, nanti pulang kan kita mau makan mewah soalnya si Giri baru gajian. Biar sekalian bawanya."

Bara hanya mengangguk kecil. Jarak rumah Asep memang dekat dari sekolah, karena itulah ia jarang membawa kendaraanya kesini.
Tapi tunggu, ia lupa jika hari ini ada acara.

Asep mengunyah dadar gulung yang masih tersisa di dalam mulutnya dengan dahi yang mengernyit saat menyadari ada sesuatu yang juga kurang dari Bara,
"Lah, motor lu mana, Bar?"

Bara menggaruk alisnya sekilas. Ia belum menceritakan apa yang sudah terjadi kepadanya dua hari yang lalu. Bara juga merasa, hal itu lebih baik dibicarakan saat mereka semua sedang berkumpul. Takutnya akan ada yang main hakim sendiri jikalau Nanang belum memberikan wejangan secara langsung.

"Mogok. Udah, nanti lagi bahasnya."

Kedua laki-laki yang tak kalah tingginya dengan Bara itu hanya bisa menganggukkan kepala sebagai balasan. Mereka mendapatkan sinyal jika ada hal yang serius di balik alasan rusaknya motor Bara.

Kana sedari tadi hanya bisa menyimak dalam sunyi dan enggan untuk bersuara. Ia tak mengenal siapa mereka.
Tapi dilihat dari keakrabannya dengan Bara, sepertinya mereka adalah temannya. Apa mungkin juga, mereka adalah anggota dari komunitas itu?

Saat Kana masih sibuk mengobservasi dalam diam, tiba-tiba sosok yang tadi Bara panggil dengan sebutan 'Dli' menoleh ke arahnya.

"Loh, ini siapa?"

Asep mengikuti arah pandang Padli.
Dua baris bulu di atas matanya sedikit bertaut. Ia rasa wajahnya tak begitu asing
Tunggu, apa dia adalah sosok yang hari jumat lalu Bara papah?

Kana terkekeh kecil menutupi rasa gugupnya. Rasanya seperti baru ketahuan sedang mengintipi seseorang. Tetapi walaupun begitu, ia tetap memberanikan diri untuk menyodorkan tangannya.

"Hai, salam kenal ya! Gue Kana."

Padli sedikit terkesiap karena tingkah spontanitas Kana yang tiba-tiba mengajaknya berkenalan. Ia awalnya hanya ingin bertanya kepada Bara mengenai siapa sosok yang berada di sampingnya.

"H-hai, salken juga. Gue Padli."

Padli menerima sodoran tangan itu. Tatapannya masih terpaku kepada Kana untuk beberapa saat. Secara tak sadar, ia malah menelisik satu persatu bagian dari wajah itu. Entahlah, ada sesuatu yang begitu menarik dari dirinya.

Sampai-sampai, Padli lupa untuk melepaskan tautan tangannya.

Tapi tak lama, Asep menepis pergelangan tangan Padli hingga terlepas dan menggantikannya dengan tangannya sendiri.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang