tujuh dua

40 3 2
                                    

Kana berjalan beriringan dengan Lisa menuju meja kayu yang berada di depan lapangan. Tangan mereka kompak mengangkut benda-benda keperluan dari dalam ruangan sekretariat. Semua anggota kepengurusan Osis telah berpencar untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. Sama halnya dengan Heni dan Zoya, mereka tengah memeriksa sudut-sudut sekolah yang kemarin telah dipercantik oleh hiasan.
Dafa dan Leni mendapatkan tugas sebagai logistik, merekalah yang sudah membawakan meja kayu dan kursi-kursi yang Kana butuhkan.
Lintang mendapatkan tugas sebagai dokumenter, sedari pagi ia sibuk memotret kegiatan para panitia dan murid, lalu mencatatnya untuk bahan mading.
Sementara Ryan dan Jejes hanya fokus membantu anggota-anggota yang memerlukan tenaga lebih, tugas utama mereka sebagai pembawa acara belum dimulai.

Kana dan Lisa mengeluarkan wadah-wadah berisi face paint berwarna merah-putih.
Mereka menatanya di atas meja agar terlihat lebih rapi. Keempat bangku itupun mereka susun untuk saling berhadapan kepada satu sama lain.

Keadaan sekolah sudah mulai ramai.
Rombongan murid bergantian memasuki gerbang dan berlari tergesa untuk menyimpan ransel mereka ke dalam kelas. Waktu pelaksaan acara masih beberapa menit lagi. Walaupun begitu, Lisa dan  Kana harus tetap bersiap jikalau ada kostumer pertama mereka yang akan datang.

Ketika rapat diadakan pada beberapa minggu yang lalu, Kana telah mengusulkan untuk mengadakan jasa lukis wajah sebagai salah satu aktifitas kreatif yang Osis sediakan. Idenya berasal dari trend tata rias kemerdekaan yang tengah terkenal belakangan ini—yaitu melukis wajah dengan cat berwarna merah putih.
Para murid yang tertarik bisa mendapatkan polesan gambar dengan berbagai motif yang berbeda seperti bendera, floral, atau semacamnya. Kana pikir, ini bisa menjadi salah satu strategi untuk mempromosikan sekolah. Siswa-siswi yang telah mendapatkan riasan kemungkinan akan mengambil foto dan mengunggahnya di akun sosial media, pengikut mereka pun akan mulai penarasan dengan keseruan apa saja  yang diadakan oleh SMA Kenanga.

Galih merasa terkesan saat mendengarnya, ia rasa taktik milik Kana patut untuk dicoba.
Tetapi ada satu hal yang harus ia pertimbangkan. Galih tak ingat jika ada salah satu dari mereka yang pandai dalam melukis.
Untuk grafiti mading pun, terkadang mereka terpaksa memakai gambar salinan dari internet.

Ryan yang mendengar keraguan itu segera menengahi. Ia berkata bahwa Kana sangatlah hebat dalam urusan membentuk rupa. Laki-laki itu masih ingat betul dengan design pakaian yang pernah Kana buat.

Jejes pun menyuarakan hal yang sama dengan Lisa. Sedari dulu, sosok itu sangatlah mahir dalam urusan menyatukan warna. Setiap kali tugas seni budaya dikumpulkan, Lisa selalu mendapatkan nilai yang tinggi di atas rata-rata.

Kana dan Lisa awalnya merasa canggung saat mendengar pujian dan dorongan yang serasa dilebih-lebihkan. Tetapi pada akhirnya mereka memutuskan untuk menerima tugas dengan sepenuh hati.
Terbukti, keduanya mampu bekerja sama dengan baik.

Kana dan Lisa mencoba untuk mempraktekan keahlian masing-masing saat mereka masih berada di dalam ruangan Osis.
Lisa melukis di atas wajah Kana, dan Kana melukis di atas wajah Lisa.
Mereka tertawa renyah kala cat itu menodai bagian kulit yang tak seharusnya.
Tetapi hasil akhir masih tetap memuaskan, mereka saling melukiskan pola berbentuk tiara pada dahi masing-masing.

Tak lama bel masuk berdering. Satu persatu siswa mulai berdatangan memasuki lapangan dan berbaris rapih sesuai urutan kelas. Dikarenakan pihak sekolah tak ingin terjadinya kepadatan kerumunan—maka untuk tahun ini hanya kelas 10 sajalah yang diperutukan untuk mengikuti penyambutan acara.

Upacara bendera telah mereka laksanakan tepat pada tujuh belas agustus kemarin, oleh karena itu mereka dapat langsung memasuki inti dari kegiatan. Ryan dan Jejes mulai menjalankan tugas mereka sebagai MC. Keduanya menjelaskan rundown acara dan juga kapan waktu tepatnya setiap lomba antar kelas akan dimulai. Kepala sekolah dan tetua lainnya ikut membagikan sepatah dua patah kalimat sebagai penyemangat bagi para murid—yang masih terbilang baru—untuk melepaskan beban dan bersenang-senang.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang