enam enam

55 5 0
                                    

Kana memandangi pemandangan eksentrik ibukota melalui jendela mobil dengan antusias. Sesekali ia memajukan kepalanya lebih dekat saat menemukan objek yang sukses menarik perhatiannya. Ryan yang melihat reaksi lucu dari Kana, hanya bisa menyembunyikan guratan bahagianya dan kembali terfokus memperhatikan jalanan di depan sana.

Walaupun sudah tinggal di kota ini selama satu bulan lebih, Kana masih belum sempat mengunjungi banyak tempat. Ia hanya pernah berpergian dengan Arga, dan melewati rute sekolah bersama Bara. Setelah mendengar penuturan bahwa Kana masih belum tahu banyak hal mengenai kota ini, Ryan memutuskan untuk mengajak Kana berkeliling terlebih dahulu. Membawanya melihat beberapa monumen dan bangunan-bangunan yang kemungkinan akan mengesankan Kana.
Dan sepertinya Ryan tak salah, karena sedari tadi Kana nampak memancarkan binar matanya.

Lagu Stuck on the puzzle milik Alex Turner sedang terputar mengisi suasana yang tak luput dari percakapan ringan. Topik baru sekiranya selalu bermunculan setelah topik yang lama usai.

Kana masih asik berkutat dengan pemandangan di luar sana. Sampai ia tak sengaja melihat pantulan dirinya sendiri dari cermin dashboard.

"Yan, gue gak salah kostum, kah? Gue gak tau bakalan pergi sih. Jadinya gue pake baju santai tadi."

Kana rasa Ryan sudah memiliki penampilan yang cocok dengan kegiatan yang akan ia lakukan. Ia kini memakai celana jeans biru padam, T-shirt merc Duran Duran, dan jaket varsity baseball berwarna coklat.

'Totally a main character from John Hughes's movie.' Pikir Kana.

Ryan merengut dan kembali melirik penampilan Kana dengan sekilas,
"Nope. You look ethereal, just like a fairy."

Kana mendelik kala mendengar itu, Ryan sudah mengucapkan kalimat basa-basi semacam itu untuk yang kesekian kalinya hari ini—walaupun sebenarnya, Ryan sungguh-sungguh dengan kalimatnya.
"Serius, Yan."

Ryan terkekeh,
"Iya gue serius. Main skate bisa pake baju apa aja, kok. Those clothes fit you so well. It match your vibe. Tapi kalau gue boleh nanya, style lo emang kaya gini, ya?"

Kana bergumam beberapa saat sebelum mengangguk,
"Iya. I like feminine things, if that what you asked. This is my sense of style. Although, i know for sure not everyone likes it. Some people gonna raise their eyebrows when they see me. But personally speaking, i dont care. So... I really appreciate that you didnt gave me those funny look, just like how people usually do."

Ryan mengangkat kedua ujung bibirnya dengan tulus. Ia senang jika dirinya telah memberikan kesan yang baik kepada Kana, itu artinya Kana mulai bisa memberikannya sedikit demi sedikit kepercayaan.
Lagi pula, Ryan bangga kepada Kana.
Berpakaian sepertinya bukanlah hal yang begitu penting bagi kebanyakan orang—tetapi bagi Kana, sepertinya pakaian adalah salah satu bentuk dari self acceptance.

Kana sangat lah berani.

The most beautiful person are the ones that willing to mirror who they're inside.

Kana menghela nafasnya sebelum kembali berbicara.
"Thats why... I think i need to ask you about this first, so it wont be an inconvenience later. Are you sure you want me to tag along with you?"

Ryan mengernyitkan dahinya, ia tak mengerti apa maksud ucapan Kana yang satu ini.
"Maksud lo, Na?"

Kedua remaja itu hanya sempat berbagi pandang untuk beberapa saat, tetapi Ryan dengan anehnya dapat merasakan kesenduan dari balik sepasang manik mata di sebelahnya. Ada apa? Baru saja beberapa detik yang lalu Kana terlihat ceria seperti biasanya.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang