lima puluh

44 5 0
                                    

Kana melangkahkan kakinya dengan sedikit lunglai. Pikirannya masih berkutat dengan pidatonya barusan. Ya, pidato.
Alih-alih membacakan visi dan misi, anggota osis seniornya meminta mereka untuk berimprovisasi dengan menanyakan pertanyaan lain.
Seperti, 'apa yang kamu harapkan dari seorang osis?'.

Padahal ia sudah menulis visi misinya dengan kalimat yang cukup formal. Tetapi saat mendengar pertanyaan itu, secara spontan Kana membiarkan hatinya yang berbicara.

Entahlah, semoga pidatonya tadi tak terdengar begitu melankolis.

"Na, tuh Bara."

Leni yang berjalan di samping Kana, menunjuk ke arah sosok tinggi yang berada di tengah lapangan.

Kana mendongakkan kepalanya.
Bara sedang sibuk menendang sebuah bola ke berbagai arah bersama dengan beberapa anak kecil.
Ia yakini, mereka adalah anak-anak dari pemilik warung di kantin —Kana pernah melihat mereka beberapa kali saat berkunjung ke sana.

Suara tawa yang nyaring mengisi seluruh penjuru lapangan. Anak-anak itu tengah bercanda gurau sembari sesekali mengejek satu sama lain.

"Bang Bara, ayo sini oper ke aku!"

Seorang anak dengan baju berwarna kuning jahe berteriak kepada Bara. Memberikan aba-aba kepada Bara agar bola itu segera diserahkan karena posisinya yang sudah berada di dekat gawang lawan.

Bara mengangguk mantap. Sebelum ia bisa berhasil mengoper bola itu, ia harus melewati beberapa gerombolan tim lawan yang menghalanginya.

Dengan cekatan, Bara mengocek satu persatu tubuh mungil mereka begitu lihainya.
Kana yang menyaksikan itu memiringkan kepalanya, ia tak tahu Bara pandai bermain sepak bola.

"Qi, nih ambil."

Setelah berhasil melalui musuhnya, Bara memberikan kode kepada anak kecil itu untuk bersiap menerima tendangannya.
Dalam sekali dayuhan, bola itu sudah mendarat di tempat tujuan.

Anak kecil itu dengan sigap membalikkan tubuhnya ke arah gawang. Sang keeper sudah mewanti-wanti dan menerka ke arah mana musuhnya akan menyundulkan bola.

Tatapan mereka beradu tajam. Saat anak kecil dengan baju kuning itu mencondongkan tubuhnya ke arah kiri, keeper pun secara spontan mencondongkan tubuhnya ke arah yang sama. Lengah!
karena anak itu kini sudah menendang bola berwarna hitam-putih ke arah sebaliknya.

Dalam sekali hembusan angin, benda berbentuk bulat itu sudah membawa tim Bara menuju kemenangan.

Beberapa anak lain ikut berteriak heboh dan saling menyoraki. Bara tersenyum puas melihat anggota timnya begitu bahagia.
Mereka berkumpul mengelilingi Bara dan saling memberikan satu sama lain tepuk tangan.

"Bang Bara, ces!!"

Bara pun ikut berjongkok dan memberikan mereka semua selebrasi.  Ia menepuk telapak tangan anak-anak itu satu persatu dengan kedua tangannya.

"Ih, kalian curang! Kan ada Bang Bara, pasti kalian bakalan menang!"
Ucap salah satu anak laki-laki dengan plester di dahinya.

"Ih, kamu aja yang payah! Kita kan emang jago, wleek!"
Seorang gadis kecil dengan rambut yang diikat menjulurkan lidahnya.

Bara menggelengkan kepala, ada-ada saja kelakuan mereka.

"Udah-udah. Timnya Qia emang jago kok, mereka pantes buat menang. Tapi timnya Nino juga enggak payah, lagi gak beruntung aja. Nanti deh ya, Bang Bara yang main sama timnya Nino, gimana?"

Nino mengerucutkan bibirnya,
"Eumh, janji ya!"

Bara mengangguk kecil sembari mengusak rambut anak itu gemas.

Arkana dan AlbaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang