Beritahu aku, Ibu mana yang tidak panik ketika tengah malam mendapat kabar kalau anaknya terluka dan harus dibawa ke rumah sakit?
Itulah yang di rasakan oleh Mahima. Wanita paruh baya itu memang sedang menunggu Ahyeon pulang, tapi sialnya bukan kepulangan Ahyeon yang dia dapatkan, melainkan sebuah kabar kalau anaknya terluka.
Mahima bersama suaminya berlari mencari ruang rawat dari anaknya. Kecemasan dan ketakutan begitu terlihat di wajah keduanya. Tidak ada ketenangan di sana, mereka panik dan khawatir.
Entah apa yang terjadi sampai anak kesayangan satu-satunya harus mendapatkan perawatan seperti ini. Mahima tak kuasa menahan bendungan air matanya. Cairan bening itu lolos begitu saja membasahi kedua pipinya.
"Hyeon," ujar Mahima bergetar.
Dengan lembut ia meraih tangan kanan Ahyeon yang di perban, sulit di percaya anak kecilnya mendapatkan semua ini. Lagi pula, dia datang ke agensi untuk latihan menari dan menyanyi tapi kenapa malah berujung seperti ini?
Apa yang sebenarnya terjadi di gedung agensi itu?
Mahima menjadi marah. Ia mengusap surai lembut sang anak yang tidur nyenyak. Percayalah semasa perawatan, Ahyeon memberontak histeris kesakitan sehingga tim medis terpaksa memberinya obat tidur agar tidak ada perlawanan.
Mahima menangis. "Kamu kenapa Sayang? Apa yang terjadi?"
"Kamu latihan menari atau militer di sana? Kenapa tangannya bisa gini?"
Sang suami tentu tidak diam saja, tidak tega melihat kedua wanita kesayangannya tiba-tiba berada di situasi sulit seperti ini. Pria itu meraih tangan Ahyeon yang satunya, yang sedang di infus.
"Jagoan," ucap pria itu tersenyum bangga dan sedih.
"Ini hanya luka kecil, mungkin nanti lukanya lebih besar lagi. Kamu hebat." Pria itu tetap akan memuji apa pun yang Ahyeon dapatkan dalam hidupnya. Luka atau kebahagian baru, tetap akan dia puji.
Hasilnya, Ahyeon akan selalu menerima apa pun yang terjadi dalam hidupnya tanpa ada keluhan sama sekali.
Tentu saja karena setiap hal sederhana yang dia dapatkan, akan selalu mendapatkan penghargaan dari kedua orang tuanya.
Mahima mencium telapak tangan Ahyeon yang terluka. "Bisa kita bertemu dengan dokternya?" tanya Mahima.
"Tentu, biar aku temui dulu."
"Iya, kita harus tahu apa yang terjadi padanya. Selain itu, kita harus mendatangi agensi itu. Kenapa kejadian ini bisa terjadi," ujar Mahima menahan kesal.
"Iya, Sayang. Besok kita tanya sama pihak agensi." Pria itu membalas sambil mengelus pucuk kepalanya. Kemudian, meninggalkan ruangan tempat rawat Ahyeon.
Mahima hanya bisa menangis sambil menciumi telapak Ahyeon yang terluka parah itu, dengan harapan anaknya akan baik-baik saja sekarang.
"Anak Mommy hebat, bisa menerima luka ini," ujar Mahima tersenyum sedih.
"Semakin hari semakin banyak pengalaman baru, ya? Banyak yang terjadi dalam hidup kamu menjelang usia 17 tahun."
"Dan Mommy bangga sama kamu, kamu sudah sejauh ini. Kamu bahkan sudah bisa menghadapi semua ini sendirian tanpa Mommy dan Daddy."
"Hebat bangat kesayangannya Mommy," ujar wanita paruh baya itu tersenyum, kemudian menangis.
"Kalau masih sakit, kasih ke Mommy, ya?"
Hening.
Tentu saja karena Ahyeon sedang dalam pengaruh obat bius. Perasaan Mahima teriris-iris melihat semua ini. Baru tadi sore anaknya baik-baik saja dan ceria, sekarang malah tak berdaya dengan perban dan infusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trainee Wala Love | END
RomanceSelamat bergabung dan menjadi saksi cerita antimenstrim tentang 7 trainee yang bertekad debut, terjebak dalam kisah cinta dan persahabatan. Namun, semuanya kacau setelah salah satu dari mereka terlibat pembunuhan - Mencintai belum tentu harus di ci...