Bab 42

1.5K 175 50
                                    

"Menurutmu, apa pandangan orang-orang terhadap seseorang yang mengidap gangguan jiwa? Apa para manusia waras itu mampu memanusiakan mereka yang terganggu mentalnya?"
- Kawai Ruka

🦋R U P H A J U N G🦋

Dokter Yerim meninggalkan ruangannya. Ia melakukan pengecekan data terakhir sebelum akhirnya jam kerjanya selesai. Wanita itu mendapatkan kepuasan dengan perubahan setiap pasien di tempat rehabilitas. Senyuman terpancar di wajahnya.

"Oh, bagus sekali." Dia bergumam merasa bangga, kemudian memberikan data tersebut kepada perawat.

"Tolong lebih di perhatikan lagi, saya mau keluar, ada janji dengan seorang teman," ucap Dokter wanita itu.

Sang perawat hanya mengangguk sembari menunduk pelan. Yerim pun segera bergegas meninggalkan tempat rehabilitas bagi orang-orang yang di anggap tidak waras. Sebenarnya mereka waras, tetapi para manusia waras itu tidak pernah memanusiakan manusia yang mereka anggap tidak waras.

Sebuah taman kota tempat yang dia tuju. Ia menghubungi temannya sebab tak menemukan kehadirannya. Yerim menunggu cukup lama di sana, ia bahkan sudah duduk dan bangun lagi.

Hari sedang cerah, matahari bersinar terang tanpa ada halangan dari awan. Yerim iseng memotret langit, bukan seorang pecinta langit tetapi langit hari ini sedang bagus jadi cuma iseng aja.

"Yerim-shii!"

"Uh?" Dia terkejut mendengar seseorang memanggil namanya. Wanita itu segera menoleh dan tersenyum lega.

"Maaf terlambat."

"Tidak masalah, Mahima. Aku juga baru datang," balas wanita itu sambil tersenyum.

"Syukurlah."

"Maaf mengganggu waktumu," kata Yerim terlihat tidak enak.

Mahima terkekeh kecil dengan sikap teman lamanya ini. Ia menepuk pelan lengan Yerim. "Jangan begitu, kayak sama siapa aja."

"Kamu pasti sibuk mengurus keluargamu, dan aku malah mengajakmu bertemu di sini," ucap Yerim.

"Tidak masalah, Yerim. Kita bicara sambil duduk saja bagaimana?" saran Mahima.

Yerim sampai lupa, ia menepuk keningnya pelan membuat Mahima tertawa kecil. Fakta bahwa kebiasaan Yerim yang itu tidak pernah hilang, meski sudah lama mereka tidak bertemu. Mungkin sejak Mahima menikah dan punya anak?

Mereka jadi jarang bertemu, apalagi ketika Mahima sudah memutuskan pensiun di usia muda membuat waktu bersama mereka semakin hilang.

Kedua wanita itu duduk dengan nyaman, saling melepas rindu, sama-sama saling merasa pangling.

"Aku masih tidak percaya kamu mau menerima ajakanku," ucap Yerim sedikit tertawa.

"Sudahlah. Aku masih sama."

"Ini sudah lama sekali, Mahima."

Mahima mengangguk haru. "Benar. Sejak aku menikah dan punya anak."

"Dan sejak kamu pensiun," tambah Yerim.

"Kamu tidak mau kembali?" Yerim sangat berharap temannya ini mau kembali masuk ke dunia pengobatan mentalis.

Mahima adalah salah satu dokter mentalis terbaik, bahkan masuk ke jajaran top 100 di seluruh dunia. Ketika dia memutuskan untuk berhenti, Yerim sulit menerimanya. Karir Mahima sedang bagus, dunia mengakui caranya tentang mental health.

Trainee Wala Love | END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang