🦋 selamat membaca 🦋
Tiba-tiba saja Ruhan menghentikan aktivitasnya, Pharita segera mengambil napas lega melihat Ruhan begitu menurut padanya. Akan tetapi, ada sesuatu yang aneh.
Ruhan memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa sakit.
"Ru? Ada apa?" tanya Pharita.
"Kamu kenapa?"
Ruhan batuk darah. Dia mengerang kesakitan di atas tubuh Pharita, sontak saja membuat gadis itu panik setengah mati.
"Ruhan!"
"Hentikan Ruka! Apa yang sedang kau lakukan!"
Ruhan mengerang kesakitan memegangi dadanya. Darah semakin mengalir deras dari mulutnya. Pharita tak punya pilihan selain mendorong Ruhan menyingkir dari atas tubuhnya. Gadis itu segera turun dari ranjang dan mencari sesuatu untuk membersihkan darah Ruhan.
"Arghhh! Hentikan Ruka!" Ruhan menjerit kesakitan membuat Pharita semakin panik dan ketakukan. Apa yang harus dia lakukan untuk membantu Ruhan?
"Ruhan! Katakan padaku ada apa!" Dia benar-benar panik sekarang. Darah dari mulut Ruhan semakin banyak dan dia tampak meremas seprai untuk melampiaskan rasa sakitnya.
Pharita segera meninggalkan kamar Ruka dan meminta tolong kepada teman-temannya. Namun, sama sekali tidak ada sahutan. Dorm sepi dan hening mengabaikan kepanikan seorang Pharita.
"Teman-teman tolong Ruhan!" Dia menjerit frustrasi.
Sial. Bagaimana ia bisa lupa? Tentu saja tidak akan ada yang mendengarkannya. Semua orang sedang kecewa dan membenci dirinya. Pharita menunduk putus asa, jeritan Ruhan dari kamarnya terdengar semakin menyakitkan dan Pharita tak tau harus melakukan apa untuk membantunya.
"Teman-teman tolong dia." Dia melirih untuk kesekian kalinya
Pharita segera kembali dan memeluk Ruhan seerat mungkin. Dia ketakutan dan bingung, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menangis.
"Ru ... ada apa?" Dia bertanya dengan suara bergetar.
Ruhan tercekat, meremas dadanya sendiri dengan kuat sampai kesadarannya hilang. Tangan itu tidak lagi terlihat bergerak, rintihan kesakitan tak lagi terdengar. Pharita membeku di tempatnya.
"Ru? Ruhan bangun!" Pharita mengguncangkan tubuhnya.
"Tidak, tidak, tidak. Apa yang terjadi? Bangunlah! Bangun!"
Dia segera membersihkan tetesan darah di area wajah Ruhan. Kepanikan dan ketakutan semakin terlihat di sana. Pharita hanya bisa menangis. Menangis sekencang mungkin dan sendirian.
Teman-temannya sengaja tidak mau memedulikannya meskipun mereka mendengar jeritan gadis itu meminta tolong. Semua diam, kalut dengan perasaan kecewa.
Chiquita memperhatikan Rami, sejak tadi hanya menunduk dan meremas ikat rambut yang pernah di berikan oleh Pharita. Sadar kalau semuanya hanya harapan seorang diri, Rami tak pernah tau kalau jatuh cimta akan semenyakitkan ini. Dia baru menjatuhkan hati, tetapi balasannya di hancurkan separah ini.
"Dia meminta tolong, pasti terjadi sesuatu," gumam Chiquita pelan.
"Dia selalu melakukan itu untuk mencuri perhatian," balas Rami.
"Kamu benar. Tapi ... suaranya terdengar putus asa sekarang. Haruskah kita melihat apa yang sedang terjadi?" tanya Chiquita.
"Aku mengerti kamu sedang kecewa karena dia melakukan semua ini. Tetapi, bagaimana pun dia adalah bagian dari kita. Dia melakukan semua ini karena merasa kita telah mengabaikannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trainee Wala Love | END
RomanceSelamat bergabung dan menjadi saksi cerita antimenstrim tentang 7 trainee yang bertekad debut, terjebak dalam kisah cinta dan persahabatan. Namun, semuanya kacau setelah salah satu dari mereka terlibat pembunuhan - Mencintai belum tentu harus di ci...