Bab 30

1.3K 151 24
                                    

Di sebuah ruangan yang putih, terdapat seseorang berseragam putih sedang berusaha mengajak remaja berusia 16 tahun untuk bicara. Berbagai cara telah dia coba untuk membujuk, namun tidak ada balasan darinya.

Wanita paruh baya itu menghela napas gusar. Ia tidak bisa memaksa remaja ini bicara, tapi ia ingin tahu kenapa anak ini begitu pendiam sampai harus konsultasi dengan psikolog.

"Sebenarnya ada apa dengan anak saya?" tanya Gupta sambil mengusap rambut Ruka yang duduk diam di sampingnya.

"Apa sebelumnya dia korban penculikan? Karena di temukan ada banyak bekas luka yang sudah mengering di sekujur tubuhnya," balas dokter itu.

"Selain itu, dia tidak mau bicara. Seperti takut, apa sebelumnya dia selalu di paksa untuk tidak membantah?"

Gupta terdiam beberapa saat, mencoba mengingat perlakuan Haruka kepada Ruka selama ini. Pria itu dengan penuh kasih sayang mengelus rambut dan pundak Ruka. Sebagai seorang ayah, tentu ia tak mau anak tunggalnya mengalami hal seperti ini.

"Melihatnya seperti ini, mungkin Ruka mengidap PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma. Ini merupakan gangguan mental yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang bersifat traumatis atau sangat tidak menyenangkan."

"Bisa jadi, Ruka mendapatkan banyak tindakan kekerasan di sana, misalnya sering dipukul. Bisa juga akibat ketakutan Ruka pada sesuatu yang sempat mengancam nyawanya. Atau yang lebih parah---"

Brak!

Ruka tiba-tiba mengembrak meja dengan sangat kuat. Gadis itu menjerit sambil menutup telinganya, dengungan keras terdengar di telinganya. Ruka menangis seperti kesakitan.

Gupta langsung menahan reaksi anaknya itu dengan penuh khawatir. "Kak, jangan."

Ruka menggeleng sambil menangis histeris. Kematian sang ibu yang begitu tragis membuatnya seperti hilang akal. Setiap hari, Ruka di tampar rasa bersalah.

Andai saja dia menurut pada keinginan Haruka, mungkin ibunya akan masih hidup.

Andai saja Ruka tidak memaksakan untuk ikut audisi, Haruka tidak akan merasa kecewa lalu gantung diri.

Gupta merasa pilu. Apa yang harus dia lakukan supaya anaknya ini tidak bereaksi seperti ini?

"Untuk saat ini, Ruka mengalami trauma berat. Kami akan membantunya pulih supaya ingatannya tidak terjebak di kejadian mengerikan itu, kami akan berusaha membantunya pulih," ucap dokter.

"Aku mohon lakukan apa saja supaya anakku kembali," pinta Gupta terdengar putus asa. Dekapannya kepada Ruka semakin erat, sesekali mendaratkan kecupan hangat di kepala Ruka.

"Semuanya akan baik-baik saja, Kak. Jangan khawatir," bisik seorang ayah di telinga putrinya.

****

Gupta melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 03:00 pagi. Namun, belum ada tanda-tanda dari istrinya. Entah kemana istrinya itu pergi sampai selarut ini belum pulang juga. Gupta mendesah berat, mencoba untuk tetap sabar dan menunggu.

Ceklek

Terdengar suara pintu utama yang besar itu terbuka. Gupta beranjak dari sofa yang dia duduki selama berjam-jam, Gupta menatap seorang wanita yang berjalan sempoyongan ke arahnya sambil menjingjing sepatu hak tinggi.

"Kamu habis dari mana?" tanya Gupta. "Jam segini baru pulang, aku telfonin kamu dari tadi kenapa tidak kamu angkat?"

Wanita itu mendesis sebal, baru pulang di serang pertanyaan yang membuatnya semakin pusing. Lantas, dia pun memilih melewati Gupta begitu saja. Jangan tanya betapa marahnya ayah Ruka itu atas sikapnya.

Trainee Wala Love | END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang