Pagi ini seharusnya diisi dengan cuitan burung dan angin kencang musim gugur. Namun tidak dengan salah satu apartemen di lantai 7 itu.
"Kenapa kamu suka sekali merepotkan orang, huh?"
"Saya nggak merasa merepotkan siapapun. Seharusnya Anda tidak perlu repot-repot kesini."
Laki-laki paruh baya itu mendekat. "Saya lebih suka kamu mati."
"Karena membuat anak laki-laki kesayangan Anda mati?" Suara itu terdengar sinis. "Anda sendiri yang membuatnya mati."
Sebuah benda yang terbuat dari kaca itu tiba-tiba saja sudah terlempar ke arah cewek yang sudah mengenakan seragam sekolah itu. Ia tidak sempat menghindar, membuat vas bunga itu berhasil pecah karena lengan yang ia gunakan untuk berlindung.
Namanya Chandra, yang seharusnya adalah ayah kandung dari cewek itu. "Kamu harusnya tau sedang berbicara dengan siapa."
"Oh tentu saya tau." Icha mengabaikan darahnya yang mulai menetes. "Lalu apa mau Anda?"
Sebelum Chandra membuka mulut, Icha membungkamnya, "mau tau sebuah fakta mengejutkan? Bahwa anak laki-laki kesayangan Anda mati karena orang yang dendam pada Anda, jangan berpikir saya sama sekali tidak mengetahui apapun."
"Tau apa kamu." Chandra kembali mendekat dan meraih leher cewek itu, lalu mencengkeramnya kuat seolah hewan yang tak akan melepaskan mangsanya.
Kaki cewek itu berusaha menendang meski tidak mendapat hasil. Ia tidak bisa bernapas. Bahakan pandangannya sudah mulai buram. Sampai akhirnya laki-laki itu menghempaskannya kasar ke lantai.
Hanya sempat bernapas sedetik sebelum tangan besar itu kembali mencengkeram kerah seragamnya, memaksa cewek itu berdiri untuk dipojokkan ke dinding. Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipinya.
"Kalau kamu memang tau, malah lebih baik kamu juga mati sekalian."
Cewek itu kembali dihempaskan, bahkan pinggiran meja sempat mengenainya. Rasanya napasnya sudah hampir habis. Ia sudah hampir tidak bisa merasakan apa-apa.
Tangan laki-laki itu terangkat dan berhenti di udara ketika seseorang menerobos masuk. "Saya sudah memanggil polisi," ujarnya sambil menodongkan sebuah pisau lipat.
Chandra berdiri dan tanpa bicara lagi segera keluar dari apartemen itu. Sedangkan orang yang barusan menerobos segera menghampiri Icha.
"Ayo ke rumah sakit."
Icha mendongak sambil terisak, "tolong ... Jinto-kun"
.
Jinto menimang ponsel di tangannya. Beruntung Icha sempat menelponnya tadi. Ia tidak bisa membayangkan sesuatu yang buruk terjadi tiba-tiba seperti ini. Cowok itu menunduk. Menahan rasa marah dan menyesal.
Jam di ponselnya menunjukkan pukul delapan pagi, dan sejak tadi belum ada informasi tentang kondisi cewek yang sedang ada di dalam ruangan itu.
Ingatannya kembali ke pagi tadi ketika cewek itu untuk pertama kali meminta pertolongan padanya. Atau mungkin kali pertama cewek itu meminta tolong pada orang lain. Wajahnya begitu menyedihkan, padahal selama ini tidak pernah terlihat selemah itu.
Mungkin ia harus mengabari teman-temannya yang lain. Tapi pasti akan menganggu karena masih jam pelajaran. Akhirnya ia hanya mengirim pesan singkat pada Shunta dan memintanya datang ke rumah sakit sepulang sekolah.
🐕
"Kenapa kamu tiba-tiba minta kita berkumpul?" tanya Tsuyoshi pada Shunta yang terlihat gelisah menunggu semua berkumpul.
Dan setelah Jyutaro, orang yang terakhir ditunggu datang. Shunta segera meminta semua mendekat.
"Jujur, apa yang kalian ketahui tentang Icha?"
"Maksudmu?"
"Ada sesuatu terjadi, dan aku harap kalau ada yang tau sesuatu tentang dia, tolong kita bicarakan," ujar Shunta.
"Yang aku tau," Sougo memulai ucapannya dan memastikan semua mendengar. "Hanya tentang dia yang ternyata memiliki hubungan yang buruk dengan ayahnya. Waktu itu ayahnya sempat menunggunya didepan gerbang, dan meski aku nggak tau apa yang mereka bicarakan, tapi aku tau mereka nggak baik-baik aja."
"Dan yang aku tau, Hani dan beberapa siswi ada yang bekerja sama untuk mencelakainya hanya karena mereka tau Koki menyukai Icha," ujar Hayate sambil menatap Koki yang terlihat terkejut mendengarnya.
"Dia?"
"Iya, waktu itu sebenarnya aku sempat berbicara dengan Hani dan mendapatkan rekaman suara pengakuan dia, tapi di tengah jalan aku–"
"Dipukul oleh seseorang lalu rekamannya dihapus."
Semua yang ada disana menoleh ke arah suara barusan. Sedangkan yang bersuara menunduk.
"Darimana kamu tau?"
"Kamu yang memukul Hayate?" tanya Tsuyoshi.
"Bukan." Jyutaro menggeleng pelan. "Maaf, aku memang melihat kejadian waktu itu."
Sebelum mendapat tanggapan buruk Jyutaro kembali membuka mulut. "Tapi aku kemarin sudah minta maaf juga ke Icha."
"Tentang semuanya," tambah Jyutaro.
"Lalu siapa yang waktu itu memukulku?" tanya Hayate.
"Jyutaro, jangan-jangan?" Ucapan Shunta menggantung.
"Kamu udah tau tentang Saka?"
Shunta mengangguk membenarkan ucapan Jyutaro. "Icha menceritakan semuanya tentang dia."
"Kok bisa?" tanya Koki sedikit tidak terima.
"Dia bilang Saka memang–"
"Maksudku, kok bisa dia ceritain semua ke kamu?"
Shunta menghela napas panjang. "Ya kan nggak mungkin ceritanya ke kamu."
"Lalu ada apa tentang Saka?" tanya Sougo. "Dia juga nggak masuk hari ini."
Wajah Shunta seketika berubah panik. "Hah? Dia nggak masuk?"
Sougo mengangguk.
"Barusan aku dapat kabar dari Jinto-kun kalau Icha ada di rumah sakit sekarang."
.
.
.Masih nyambung ga sih?
1st July 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
The 'Cause We Met
Teen Fiction[SLOW UPDATE] "Jadi kalian semua minggat juga?" -Icha. "Aku capek dirumah, semua nggak ada yang peduli sama aku. Jadi lebih baik aku pergi dari rumah" -Fia. "Iya, mereka juga nggak peduli sama yang aku inginkan. Mereka nggak pernah jadi remaja mung...