Jam istirahat
"Ayo ikut aku, biar kuperkenalkan teman-temanku" ucap Sougo pada Icha ketika melihat Icha hendak keluar kelas.
"He? Bukankah nanti pulang sekolah?"
Sougo menggeleng, "bukankah lebih cepat lebih baik? Lagipula kami memiliki klub dance di sekolah ini"
Tunggu, Icha sedikit tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Sougo barusan.
"Ayo! Teman-temanku bukan orang jahat" ucap Sougo sambil menarik lengan Icha sebelum gadis itu sempat mengelak.
Yaudahlah, pasrah.
###
FIA POV
"Icha kemana, sih?" umpatku ketika makanan mereka datang, tapi satu makhluk penghuni kelas 2-A itu belum menampakkan bayangannya.
Febi menggeleng, "entah"
"Udahlah, makan aja dulu. Nanti kita cari dikelasnya abis makan" ujar Hani sambil menyendokkan nasi kari kedalam mulutnya.
"Sok penting banget dia kita cariin" umpatku lagi.
Lagipula siapa sih dia? Cuma tukang suruh yang kami tumpangi rumahnya. Deket juga enggak, sok-sokan ngilang. Pasti supaya kami cari dia, ya kan?
"Emang penting kali. Kalo kita nggak ketemu dia, pasti kita masih jadi gelandangan disini" jawab Hani.
Sialan. Hani benar juga. Tapi kan kita mungkin bisa cari rumah yang murah. Ah, masa bodoh dengan dimanapun anak itu berada sekarang.
Nasi kari dihadapanku bahkan belum kusentuh sama sekali. Entah, rasanya sebal. Anak itu seperti diberi stok keberuntungan yang tak terhingga. Seperti yang tadi Febi ceritakan, katanya anak itu langsung mendapat pekerjaan sebagai bendahara sebuah perkumpulan dance. Benar-benar tidak adil.
"Nggak usah ngelamun terus. Buruan makan" perintah Hani.
Tambah satu lagi si tukang suruh! Tapi dari dulu Hani memang seperti ini. Selalu menyuruh, tapi itu demi aku sendiri. Bukan seperti anak itu yang-
Tunggu, anak itu akhirnya datang. Aku buru-buru berpura-pura sedang makan dan tak memperhatikannya.
"Dari mana, Cha?" tanya Hani. Ah, temanku yang satu itu memang perhatian.
"Ruang klub dance" jawab Icha singkat. Hei! Harusnya kau tidak ketus seperti itu!
"Akhirnya beneran jadi bendahara klub, ya, Cha?" kali ini tanya Febi. Mengapa semua peduli sekali dengan pekerjaan anak itu?
Icha mengangguk, "iya. Padahal klub itu nggak punya banyak anggota. Hanya ada 13 orang. Itupun dibagi menjadi dua klub lagi"
"Ha? Kok dikit?" tanyaku penasaran.
"Entah. Ngomong-ngomong tadi gue ketemu sama tigabelas anak itu. Mulai dari anak kelas satu sampai tiga"
"Siapa-siapa? Ganteng, nggak?" tanyaku lagi sambil menopang daguku dengan kedua tangan.
Icha malah tersenyum miring, hei, sudah berapa kali anak itu tersenyum miring sejak pertemuan kami?
"Nanti aja gue ceritain dirumah. Ada sesuatu yang menarik soalnya"
Sialan. Seperti diberi sinetron bersambung yang padahal sedang berada pada puncak konfliknya.
FIA POV END
###
Seorang gadis itu sedang mengumpat. Dirinya sedang mengintip ruang klub dance yang hari ini sepertinya kedatangan orang asing.
"Kenapa bukan aku saja yang berada diposisi itu? Mengapa harus murid baru itu? Bukankah selama ini aku yang selalu memberi support pada mereka? Lihat saja nanti, si gadis pindahan"
Sedangkan didalam ruang klub dance, sangat ramai karena kedatangan orang baru yang akan bekerja di klub itu. Semua anggota klub menyambut sangat hangat anggota baru mereka.
"Terimakasih sudah mau menerimaku. Aku akan berusaha semampuku untuk mengelola keuangan kalian" ucap gadis itu sambil tersenyum manis dan sedikit tertawa.
"Tentu. Kami percayakan sepenuhnya padamu" ucap seseorang yang paling tinggi diantara mereka.
"Ah, Icha-chan. Bukankah ini sudah cukup sore? Apakah kau mau pulang sekarang?"
Icha menggeleng, "aku akan disini sampai kalian juga pulang, Sougo-kun"
Ya. Baru saja Sougo menyuruh Icha supaya memanggilnya dengan sebutan -kun saja. Agar akrab katanya.
"Kau tak perlu menunggu kami latihan, Icha. Kami bisa sampai larut malam"
"Tak apa, Jean-kun. Tidak adil rasanya jika aku selalu pulang lebih awal hanya karena aku perempuan"
Semuanya tertawa, kecuali satu orang disitu. Ia sedang memikirkan sesuatu, "hey, bagaimana jika aku memanggilmu I-chan saja?"
Seketika ruangan hening dan menatap orang itu dengan kompak.
"Kenapa? Bukankah suku kata terakhir namanya adalah Cha, lalu mengapa harus mengulangi kata -chan?" ucap orang itu lagi seakan idenya adalah hal paling logis didunia.
"Koki, kenapa kau malah memikirkan itu?"
"Ah sudahlah, latihan hari ini kita tunda saja. Hari minggu nanti biar aku yang menjemput Icha ke rumahnya, jadi hari ini biar kuantar pulang, ya?" ucap Sougo.
Icha mengangguk, "sebenarnya aku bisa saja memberikan alamat rumahku, atau kalian yang memberiku alamat tempat kalian latihan, biar aku kesana sendiri"
"Tak apa. Biar kujemput"
"Hati-hati, Sougo itu bisa saja justru mengajakmu berkeliling Tokyo dengan kereta, dan akhirnya tidak jadi ke tempat latihan" sindir seseorang yang menggunakan anting ditelinga kirinya.
"Tidak mungkin! Jangan percaya pada dia" elak Sougo.
"Bukankah kau pernah melewatkan latihan hanya karena menunggu sebuah kereta? Bagaimana bisa kami percaya bahwa kau tak akan mengulangi hal itu?" kali ini ucap seseorang yang duduk dimeja depan.
"Bohong! Aku tidak se-fanatik itu!"
"Nyatanya kau memang se-fanatik itu, Sougo-kun. Bahkan berapa miniatur kereta yang kau punya? Puluhan?"
"Ratusan!" tambah seseorang yang padahal sejak tadi hanya bermain handphone.
"Bisa jadi justru ribuan. Mungkin sampai kau menyewa rumah untuk meletakkan keretamu?"
Sougo menggembungkan kedua pipinya sambil menyatukan kedua alisnya. Ekspresi yang biasa ia tunjukkan ketika sedang merajuk. Dan ekspresi itulah yang sejak tadi ditunggu oleh tujuh orang laknat yang sedari tadi menggoda Sougo.
Hei, mengapa kau imut?
Tunggu. Tujuh orang katamu? Kau bingung? Ya! Hanya delapan orang, termasuk Sougo yang sejak tadi mengajak Icha mengobrol.
Tigabelas orang anggota klub dance? Lalu yang lima orang kemana? Itukah yang kalian tanyakan?
Itulah hal menarik yang Icha katakan pada teman-temannya tadi ketika istirahat. Hal menarik yang akan Icha ceritakan pada Hani, Fia dan Febi nanti malam.
____________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
The 'Cause We Met
Teen Fiction[SLOW UPDATE] "Jadi kalian semua minggat juga?" -Icha. "Aku capek dirumah, semua nggak ada yang peduli sama aku. Jadi lebih baik aku pergi dari rumah" -Fia. "Iya, mereka juga nggak peduli sama yang aku inginkan. Mereka nggak pernah jadi remaja mung...