"Murung banget, tumben" ucap Hani pada Fia yang menenggelamkan wajahnya diantara lututnya yang disatukan.
"Aku cuma lagi mikir. Icha beruntung banget, ya. Udah kaya, buktinya rumah ini punya dia. Terus bisa dapet pekerjaan segampang itu, bahkan dia nggak perlu cari-cari keliling buat dapetinnya" jawab Fia dengan posisi yang masih sama.
Hani menggeleng, "bukannya lo juga udah dapet kerjaan?"
Fia mengangkat wajahnya, "iya sih, tapi kan tetep beda gitu. Aku harus cari kesana kesini buat dapetin kerjaan itu, sedangkan anak itu-"
"Udahlah. Makan, yuk. Kita siapin dulu"
"Nggak! Enak aja tiap hari kita terus yang siapin makan malem, sekali-sekali biar Icha, kek. Ngapain aja itu anak, tinggal makan doang" umpat Fia.
Hani menarik tangan Fia agar berdiri, "ayo, yang penting kan kita juga makan nantinya"
Fia menyerah. Akhirnya menuruti keinginan Hani untuk kembali menyiapkan makan malam untuk para penghuni rumah.
"Mi instan. Mau apa lagi? Icha sama Febi waktu itu cuma belanja sedikit. Tapi cukuplah buat kita berempat" ucap Hani sambil memeriksa persediaan bahan makanan mereka.
"Terus besok kita sarapan apa?"
Hani mengedikkan kedua bahunya, "mungkin malem ini kita belanja dulu buat sarapan besok. Di minimarket depan pasti ada yang bisa kita masak"
"Udah kalian cek di laci bawah tempat piring? Disitu ada sarden instan dan beberapa makanan instan lain. Emang itu semua kurang sehat kalo dimakan terus-terusan, tapi seenggaknya masih bisa dimakan buat besok sama malem ini" ucap Icha yang tiba-tiba muncul dari balik tembok dapur.
"Astaga, Cha! Bisa nggak, sih, sekali aja dateng tanpa ngagetin gitu?" umpat Hani yang sampai menjatuhkan sebungkus mi instan yang dipegangnya tadi karena kaget.
Icha tertawa geli mendengar umpatan Hani, "nggak, kali. Yaudah, kalian lanjutin masak, ya! Gue mau ke kamar dulu. Oh ya, gue nggak usah dibikinin makan malem, nggak laper" ucapnya sambil berlalu meninggalkan dua orang itu.
"Bentar dulu, Cha. Soal tadi siang pas istirahat. Gimana tadi?" tahan Fia karena masih penasaran.
Icha berhenti tanpa menoleh, "besok aja, ya. Gue udah ngantuk"
"Nggak, nggak. Nggak bisa, udah terlanjur kepo"
"Yaudah bentar, kalian makan aja dulu. Biar gue panggilin Febi, nanti gue tunggu diruang tamu, ya!"
###
ICHA POV
Aku berjalan menuju kamarku untuk memanggil Febi makan malam. Malam ini nafsu makanku seakan menghilang sama sekali. Makanya aku menyuruh mereka agar tak perlu membuatkanku makan malam.
Tak perlu mengetuk pintu lagi untuk masuk ke kamarku, disana hanya ada Febi yang sedang sibuk dengan laptopnya. Biasanya jika sedang fokus seperti itu, Febi pasti sedang streaming idol group negara sebelah, kalo nggak, paling sedang nonton drakor yang pada akhirnya justru membuatnya menangis. Entahlah, aku tak mengerti kenapa banyak gadis yang membuang waktu untuk itu.
"Bi, mereka lagi nyiapin makan malam. Bantuin sana" ucapku ketika Febi sudah menyadari kehadiranku.
Febi mengangguk, "iya nanti. Lagi puncak konflik, nih. Nanggung banget, pasti abis ini si cewek lari terus pas mau nyebrang bakal ada-"
"Udahlah, gue nggak perlu spoileran drakor yang lo tonton. Mending ke dapur sana" ucapku ketus. Sudah berapa kali ia mengatakan hal yang sama ketika sedang menonton film? Atau mungkin ia sudah menontonnya berulang kali sampai-sampai bisa hafal adegan setelahnya? Udahlah, nggak penting banget ngebahas film yang ditonton Febi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The 'Cause We Met
Teen Fiction[SLOW UPDATE] "Jadi kalian semua minggat juga?" -Icha. "Aku capek dirumah, semua nggak ada yang peduli sama aku. Jadi lebih baik aku pergi dari rumah" -Fia. "Iya, mereka juga nggak peduli sama yang aku inginkan. Mereka nggak pernah jadi remaja mung...