15-BOHONG

61 20 2
                                    

"Kau darimana saja? Tadi teman-temanmu mencarimu" ucap Sougo ketika Icha baru saja duduk ditempatnya.

"Barusan aku dari kamar mandi lalu mengecek ruang klub" jawab Icha.

"Memangnya ruang klub kenapa?" tanya Sougo penasaran.

"Tidak kenapa-kenapa, hanya karena aku bosan saja, jadi aku berkeliling sekalian mengeceknya"

Pelajaran kembali dimulai. Sougo tidak lagi menghadap kebelakang untuk mengajak Icha mengobrol.

Bodoh, mana mungkin aku percaya kalau dia melakukan hal yang tidak berguna semacam mengelilingi sekolah seperti itu.

.

Di kelas Febi saat ini sedang pelajaran seni. Mereka diruang kesenian diberi tugas untuk melukis benda mati. Febi yang pada dasarnya tidak pandai menggambar dan lemah dalam berimajinasi, memutuskan untuk melukis sekeranjang penuh buah. Mainstream, kan?

"Hei, Febi. Tadi kulihat Icha sedang membentak seseorang melalui telepon, memangnya ada apa dengan dia? Tidak pernah aku melihat ia semarah itu" ujar Raku yang berada disamping Febi.

Febi menoleh, "tadi kami tidak makan siang bersama, jadi aku tidak tau. Kau melihatnya dimana?"

"Dibelakang ruang musik"

"Hm, begitu ya. Nanti biar kutanyakan" Febi kembali fokus mengerjakan tugasnya. Namun bagaimanapun juga pikirannya tetap tertuju pada, 'ngapain Icha sampai marah-marah di telepon?'

Tiba-tiba sebuah kuas mengenai kepala belakang Febi dan membuatnya refleks menghadap kebelakang sambil mengelus kepalanya.

Anak itu lagi!

Sedangkan yang melemparinya tadi hanya menjulurkan lidah sambil meletakkan kedua tangannya yang masing-masing jari telunjuknya mencuat diatas kepalanya. (paham? kayak bikin simbol alien gitu)

Febi merengut. Ia mengambil kuas yang dilempar tadi dan menyimpannya didalam sakunya. Ia tidak menghadap kebelakang lagi.

Omong-omong, kalian ingat orang yang mengikuti Febi ketika ia nekat pulang sendiri dari rumah Hayate kemarin? Ya! Dia orang yang melempari Febi dengan kuas barusan. Dia memang satu kelas dengan Febi, tapi awalnya Febi tidak menyadarinya.

###

"Icha, mau pulang bersama?" ajak Sougo. Barusan bel tanda pelajaran hari ini selesai telah berbunyi.

"Apakah rumah kita searah? Sebenarnya aku malas juga jika harus pulang sendirian"

Sougo mengangguk, "searah, kau tak perlu khawatir"

"Oke, aku pulang denganmu" Icha berdiri dan menyampirkan tasnya.

"Icha, apa kau mau bekerja di toko bunga milik sepupuku? Kupikir kalau hanya sebagai bendahara kami, itu tidak membantu banyak" tawar Sougo.

"Bolehkah? Tapi nanti soal klub—"

"Tentu boleh! Soal yang lainnya biar aku yang urus. Besok kita ke toko bunga itu"

Icha tersenyum. Sepertinya anugerah masih berpihak padanya. Memiliki teman-teman seperti mereka meski belum mengenal lama, menurutnya itu anugerah.

"Terimakasih" ucapnya pada Sougo yang dibalas dengan anggukan antusias.

"Kau bisa meminta tolong padaku kapan saja"

Memang benar. Tuhan masih berpihak padanya. Untuk sementara ia tak ingin mengingat negara kelahirannya. Ia terlalu bersyukur ada disini saat ini.

.

Disisi lain, Fia sedang sibuk menata kue sesuai warnanya. Memang ketentuan di toko itu, setiap kue ditata menurut warnanya, dan menurut Fia itu hal yang lucu.

Pintu terbuka dan menampakkan seorang remaja berseragam sekolah. Fia membungkuk, "selamat datang"

"Aku mau croissant dengan isi coklat dan roti abon" ucapnya.

"Baiklah, mohon tunggu sebentar"

Tiba-tiba pintu dibuka kembali dan seseorang yang masuk itu langsung menghambur kearah orang yang barusan memesan itu.

"Oi, Tsuyoshi, kenapa jalanmu cepat sekali? Kenapa kau tega meninggalkanku berjalan sendirian?"

"Siapa juga yang tidak malu jika berjalan denganmu yang seperti itu, Jean" ucap Tsuyoshi sambil mengamati Jean dari atas sampai sepatunya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan penampilan Jean. Hanya saja selama berjalan, Jean selalu menggelayuti Tsuyoshi seakan mereka adalah -uhuk—pasangan—uhuk.

Fia kembali dengan membawa sebuah bungkusan berisi pesanan Tsuyoshi tadi dan menyerahkannya kepada Tsuyoshi.

"Eh, bukannya dia temannya Icha? Kemarin waktu ultah Hayate dia kan ikut-ikutan" celetuk Jean.

Sialan!

"Benarkah? Ah, maaf, aku tidak terlalu memperhatikan. Kenapa kau tidak menyapaku?" ujar Tsuyoshi.

Fia menunduk memperhatikan nampan yang ia bawa, "sebenarnya ... Aku lupa namamu"

Jawaban itu tentu membuat Jean tertawa hampir tak terkendali jika Tsuyoshi tidak segera membekap mulut Jean.

"Kau berisik!" teriaknya pada Jean.

"Ah, kalau begitu biar kuperkenalkan namaku. Aku Furukawa Tsuyoshi dari kelas 3-A. Dan jujur aku juga lupa dengan namamu"

"Aku Fia, kelas 2-C"

"Baiklah, kalau begitu kami pulang dulu. Kau hati-hati, ya, kalau pulang malam nanti" pamit Tsuyoshi sambil sedikit menyeret Jean agar keluar.

Sial! Kenapa aku malah jadi kelihatan ketus gitu, sih? Kan niat hati mau agak jual mahal, gitu! Arghh!

###

Hari sudah cukup larut saat ini. Tapi empat orang penghuni rumah itu masih tetap terjaga dengan seplastik snack ditangan mereka masing-masing.

Mereka sedang berada diruang tv, duduk bersila melingkar dan ada yang sambil memeluk bantal. Mereka fokus dengan satu hal ditengah mereka.

Sebuah handphone. Kalian tau apa yang sedang mereka fokuskan?

"Tuh kan, gue bilang apa. Gue menang lagi, kan" ucap Icha tiba-tiba.

"Lagi lucky kali" sahut Fia.

"Ini kapan gue dapet dadu satu?!" teriak Hani.

YA! MEREKA SEDANG BERMAIN LUDO DENGAN HANDPHONE MILIK FIA!

"Ah, aku nggak pernah menang, males ah. Mau tidur" ucap Febi sambil bersiap berdiri.

"Dih, ngambek. Makanya pake strategi" ujar Hani sambil menarik Febi agar duduk kembali.

Febi cemberut. Tapi sedetik kemudian ia teringat sesuatu dan menatap Icha, "Cha, tadi Raku ngomong sama aku. Dia liat kamu marah-marah di telepon, ya?"

"Kata siapa? Orang gue pas istirahat tadi ngecek ruang klub" jawab Icha santai.

"Ngecek ruang klub sejak awal istirahat sampai waktu istirahat udah abis? Apa aja yang di cek?" sindir Fia.

"Banyak. Ngecek siapa tau ada yang nyolong sound system. Atau ada semacam sasaeng yang mecahin cermin ruangan. Atau bisa juga ada yang nyelinep masuk ke ruang klub gitu" jelas Icha.

"Anjir, kurang kerjaan amat yang ngelakuin itu" ujar Hani.

Icha tertawa kecil, "ya kan siapa tau. Udah ah, gue mau tidur. Besok bangun pagi"

"Ngapain bangun pagi?" tanya Febi.

"Mau jalan-jalan pagi bentar disekitar sini" ucap Icha sambil meninggalkan mereka bertiga.

Dia bohong soal cuma ngecek ruang klub

________________________________

Garing, maaf :(

Gabisa ngelawak tapi maksa biar lucu, gini deh jadinya :(

The 'Cause We Met Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang