Haneda Airport
22 September 2019-08:30"Kamu yakin mau tinggal sama kita? Katanya kamu niatnya mau ke rumah pamanmu" tanya Hani ketika mereka telah mendarat dengan selamat di Bandar Udara Internasional Tokyo barusan.
"Un! Aku yakin. Aku mau coba mandiri. Aku mau buktiin ke orangtua aku bahwa aku bisa hidup sendirian" jawab Febi sambil mengepalkan tangan kanannya.
"Mampir ke kantin dulu yuk. Kita butuh makan sebelum muter-muter cari apartemen" ajak Fia.
"Makan mulu yang kamu pikirin. Uang cukup atau enggak tuh kamu pikirin coba" sinis Hani.
"Cukup kok. Kita beli roti sama air mineral aja. Terus duduk bentar. Capek tau" sungut Fia.
Hani mengalah. Akhirnya mereka bertiga berjalan menuju kantin bandara. Tiga bungkus melonpan serta tiga botol air mineral sedang dibawa Febi karena hanya Febi sendirian yang masuk, sedangkan Fia dan Hani hanya menunggu diluar.
"Nih"
"Makasih, Feb" ujar Fia dan Hani hampir bersamaan.
"Kayaknya aku ke toilet dulu deh, bentar. Aku titip koper sama makanannya dulu ya" pamit Hani sambil melangkah.
Fia dan Febi hanya mengangguk dan dudul di kursi yang disediakan bandara.
###
Hani telah selesai dengan urusannya di kamar mandi. Ia mengecek semua barang bawaannya masuk ke dalam tas kecilnya sambil berjalan.
Tiba-tiba saja Hani menabrak seorang gadis yang sama cerobohnya dengan dia. Entah memang tenaga Hani yang selalu besar, atau gadis tadi yang sedang lemah, orang yang ditabrak Hani tadi terempas kebelakang dengan sangat tidak anggun.
"Ah. Sumimasen" panik Hani.
Gadis tadi berdiri dan menepuk singkat celananya, "ah iya, maaf. A- ano gomen" ucapnya sambil mengangkat kedua tangannya kedepan dan menggerakkannya kekanan dan kiri.
"Loh. Orang Indo?" Tanya Hani yang mendengar gadis tadi berbicara dengan bahasa Indonesia pada awalnya.
Sedangkan gadis tadi sama kagetnya dengan Hani, "Iya. Aku orang Indo"
"Oh. Haha. Sendirian?" Tanya Hani.
Gadis itu mengangguk singkat, "iya. Kamu?"
"Aku kabur dari rumah. Sama temen aku, sih. Tapi sekarang dia lagi nunggu di kantin" jelas Hani tanpa diminta.
"Ha? Minggat?" Gadis itu mengangkat sebelah alisnya.
Hani mengangguk, "iya"
"Mau tinggal dimana? Ada saudara?" Tanya gadis itu lagi.
Kali ini Hani menggeleng, "kita mau cari apartemen murah yang deket sama sekolah yang murah juga"
Gadis tadi tersenyum miring lalu mengulurkan tangan kanannya, "Gue Icha. Gue juga minggat dari rumah. Dan kalau kalian mau, kalian bisa ikut tinggal di rumah yang udah gue beli. Soal sekolah juga, bisa aja gue biayain. Tapi ada satu syarat"
Hani sedikit tergiur dengan tawaran gadis dihadapannya itu, tapi sedikit ragu dengan syarat yang akan diajukan, "apa syaratnya?"
"Tunjukkin gue ke temen lo dulu. Abis itu gue kasih tau syaratnya"
Hani masih ragu. Tapi Icha tak terlihat seperti orang jahat. Atau memang ia sendiri yang tak pandai menilai orang?
"Jadi ...?" Ujar Icha menggantung.
Hani mengangguk, "oke, tapi kalo ternyata syarat yang kamu minta itu aneh-aneh. Maaf, aku nggak bisa"
"Deal"
Hani membawa Icha menuju tempat teman-temannya menunggu. Dengan langkah kecil dan perlahan seakan ia masih sedikit ragu dan memikirkan syarat apa yang akan diminta Icha.
"Nggak usah cemas. Gue bukan orang jahat yang bakal jadiin kalian upik abu nanti. Nggak perlu dipikirin" seakan dapat membaca pikiran Hani, Icha mengatakan hal itu dengan ringan.
"Aku juga nggak bakal mau jadi upik abu. Jauh-jauh pergi ke Jepang, ya kali mau-mau aja jadi upik abu" kilah Hani.
Icha hanya mengangguk pelan. Daritadi tangannya sudah pegal menyeret koper coklatnya kemana-mana. Belum lagi beban tas ransel yang ia baaa dipunggungnya.
Hani melambaikan tangannya ketika melihat Fia dan Febi sedang duduk di kursi tunggu, "itu temen-temen aku" ucapnya pada Icha.
Lagi-lagi Icha hanya mengangguk dan berjalan sedikit lebih cepat karena tertinggal oleh Hani yang semakin mempercepat jalannya.
"Fi, Feb, aku dapet kenalan lagi. Ini orangnya" ucap Hani ketika sampai didepan Fia dan Febi.
Sedangkan Icha segera memposisikan diri disamping Hani sambil mengamati kedua teman Hani.
Kelihatan anak baik
"Wahh! Halo, aku Febi. Salam kenal" sambut Febi.
"Terus kamu ngapain ngajak dia kesini?" Tanya Fia polos.
Hani menepuk dahinya keras sehingga menimbulkan bunyi, "Kenalin, dia Icha. Dia .... Mau ngasih-"
"Gue mau ngasih kalian tumpangan tempat tinggal kalau kalian mau. Juga biaya sekolah kalau perlu-"
"Tapi ada syaratnya" balas Hani memotong ucapan Icha.
Icha mendengus.
"Nggak bisa ikhlas ya, bantuin orang? Harus ada syarat gitu?" Sengit Fia.
"Iya nih. Kenapa harus pake syarat segala?" Imbuh Febi.
Lagi-lagi Icha mendengus, "emang kalian nggak pengen tau dulu syarat yang gue minta?"
Hani menatap Icha, "apa syaratnya? Kalau kita bisa penuhin, bakal kita lakuin kok"
Fia mendengus, "elah, Han. Kita cari sendiri aja lah. Nggak usah mau-mauan aja"
"Fi, nggak ada salahnya kita dengerin dulu apa syaratnya" tambah Febi.
Icha melepas topi hitam yang bertengger di kepalanya sejak tadi, tersenyum miring lalu meletakkan topinya di kepala Fia, "syaratnya-"
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
The 'Cause We Met
Teen Fiction[SLOW UPDATE] "Jadi kalian semua minggat juga?" -Icha. "Aku capek dirumah, semua nggak ada yang peduli sama aku. Jadi lebih baik aku pergi dari rumah" -Fia. "Iya, mereka juga nggak peduli sama yang aku inginkan. Mereka nggak pernah jadi remaja mung...