Sebuah lamborghini hitam baru saja terparkir di depan kafe di daerah kemang, Jakarta.
Seorang laki-laki berperawakan tinggi dengan postur tubuh yang bisa dibilang sangat ideal terlihat keluar dari dalam mobil mewah itu.
Dia berjalan dengan gaya khasnya, santai, terkesan cuek tapi terlihat begitu mempesona. Satu hal yang kerap membuat begitu banyak pasang mata menatapnya terkesima, karena laki-laki itu memiliki tatapan mata tajam yang mampu melumpuhkan hati siapapun kaum hawa yang berani menatapnya balik.
Termasuk, hati seorang Gabriella Aulia Fahrani.
Seorang gadis cantik yang baru saja menyandang gelar sarjana hukum di USA.
Cantik, pintar dan berasal dari keluarga terpandang.
Perfect!
Tapi sayang, dia terlalu angkuh, egois dan sangat perfectionis.
"Ada apa?" tanya Gibran cuek pada Gaby. Laki-laki itu duduk di salah satu bangku di mana Gaby tengah menunggu kedatangannya sejak tadi.
"Besok kita menikah, Gib!" ucap Gaby serius.
"Terus?" jawab Gibran acuh tak acuh. Tatapannya tertuju lurus menatap dalam bola mata Gaby yang hari ini berwarna biru dongker. Warna bola mata yang selalu berubah-ubah setiap harinya.
"Kok terus sih? Guekan udah bilang, gue nggak mau nikah sama lo karena lo udah bohongin gue!" Tegas Gaby yang terus berusaha menekan kuat titik kelemahannya agar tidak luluh akibat tatapan seorang Gibran.
Lagi dan lagi, Gaby terus mencoba mengingkari perasaannya sendiri terhadap Gibran.
Gaby hanya tidak ingin, pada akhirnya perasaan ini akan menghantarkannya pada jurang penyesalan yang mendalam. Susah payah dirinya bangkit dari keterpurukan pasca ditinggal sang Ayah, kini Gaby tak ingin kembali merasakan pedihnya ditinggal pergi lebih dulu oleh seseorang yang begitu dia cintai.
Gaby tahu, hidup dan mati seseorang memang hanya di tangan Tuhan, tapi dengan penyakit yang kini diderita oleh Gibran, tak menutup kemungkinan lelaki itu akan pergi lebih dulu menghadap sang khalik di kemudian hari.
Jadi, sebelum hari itu tiba, Gaby pastikan dia tak akan larut dalam perasaannya terhadap Gibran.
Gaby tak akan memulai sesuatu yang jelas-jelas dia sudah tau bagaimana akhirnya. Dan menjaga jarak adalah satu-satunya hal yang perlu Gaby lakukan untuk saat ini.
"Ya udah, lo tinggal batalin! Susah banget!" balas Gibran yang langsung melengos. Dia gerah mendengar ocehan Gaby yang kerap membuat emosinya memuncak.
Perubahan sikap Gaby yang begitu signifikan memang membuat Gibran kaget, tapi seharusnya, ini bukan lagi hal aneh bagi Gibran. Bukankah, semua hubungan yang pernah dia jalin dengan wanita selama ini pasti kandas begitu si wanita tau bahwa Gibran memiliki penyakit serius sejak kecil?
Pada awalnya Gibran sempat menaruh harapan bahwa Gaby berbeda dari mantan-mantannya terdahulu. Gaby bersedia menerima kekurangannya. Tapi kenyataannya, semua itu hanya harapan semu bagi seorang Gibran.
"Gue nggak bisa! Om sama Tante gue bakal ngamuk sama gue! Semua inikan gara-gara lo? Jadi lo yang harusnya mikir, gimana caranya supaya pernikahan kita dibatalkan! Gue nggak sudi ya, punya suami penyakitan kayak lo!"
BRAK!
Emosi Gibran kali ini sudah di ubun-ubun. Sampai dia tak mampu mengendalikannya dan terpaksa melampiaskannya di atas meja. Kalimat Gaby jelas menikam ulu hatinya. Menusuk dan merobek hingga ke relung hatinya yang terdalam. Kalimat itu terlalu menyakitkan bagi Gibran.
"Heh! Lo pikir gue juga sudi punya istri sombong kayak lo? Hah?" Gibran tertawa hambar. "Lo pikir lo itu sempurna banget apa jadi cewek? Sampe lo harus merendahkan gue setiap kali kita ketemu! Bisa nggak sih, lo itu nggak usah terus menerus mengingatkan gue sama kekurangan yang gue miliki? Kalau gue penyakitan, terus apa kabar diri lo yang bahkan udah barang bekas di pake berkali-kali sama mantan-mantan lo itu? Hah? Hari gini, nggak ada yang gratisan! Jablay aja dibayar!"
PLAK!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Gibran.
Gibran berdecih. Dia meraba bekas tamparan itu dengan tangannya.
"Jaga mulut lo ya! Lo nggak tau apa-apa tentang gue!" Hardik Gaby dengan telunjuknya yang mengarah tepat di depan wajah Gibran. Mendadak emosinya memuncak. Dia benar-benar tidak terima atas tuduhan Gibran terhadapnya.
"Kalau lo nggak mau direndahkan, belajar lebih dulu untuk nggak merendahkan orang lain! Nggak semua kekurangan seseorang itu membuat dia terlihat lemah. Bisa jadi, melalui banyaknya kekurangan pada diri seseorang, dari situlah seseorang itu belajar untuk menjadi lebih baik dan lebih sempurna dari orang yang menganggap dirinya tidak sempurna! Pahamkan maksud gue?" Jelas Gibran dengan kalimatnya yang penuh penekanan.
*****
Jangan lupa like dan komen kalau suka 🥰❤️🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)
Romance"Silahkan baca dan tanda tangan di atas materai!" Perintah Gaby pada Gibran, seraya memberikan selembar kertas yang bertuliskan "PERJANJIAN PERNIKAHAN GIBRAN DAN GABY" Gibran membaca isi perjanjian itu dengan seksama. Dimana ada 10 hal yang tertulis...