29. TENTANG MIMI

1 0 0
                                    

17 Tahun yang lalu.

Cicadas Bandung.

"Aku boleh ikut main?" tanya seorang bocah perempuan berumur delapan tahun.

Dia mendekati beberapa anak di sekitar tempat tinggalnya yang sedang bermain masak-masakkan.

"Ih, bau!" pekik salah satu bocah di sana sambil menutup hidung.

"Orangnya udah pas. Kita nggak tambah orang lagi buat main! Kamu main sendiri aja sana," tambah yang lain.

Merasa terusir bocah perempuan itu pun pergi dengan perasaan sedih.

Tadi, dia baru saja dimarahi ibunya karena sudah memecahkan piring sewaktu mencuci piring, hingga membuatnya kini harus menerima hukuman dilarang masuk ke rumah sampai besok pagi.

Padahal cuaca kota Bandung saat itu sedang mendung. Rintik-rintik gerimis sudah turun sejak tadi sore.

Merasa kedinginan, bocah itu kembali ke rumahnya berharap sang Ibu berbelas kasihan padanya dan membiarkan dia masuk. Dia belum makan seharian dan belum mandi sejak kemarin. Bahkan pakaian yang dia pakai pun belum diganti sejak tiga hari yang lalu.

"Aduh..." bocah itu merintih. Memegang pahanya yang sakit. Luka akibat sabetan gesper masih terlihat jelas memanjang di sekitar kedua pahanya.

Luka yang dia dapatkan karena sudah membuat ayahnya marah tadi pagi, padahal dia tidak merasa berbuat kesalahan. Tapi, setiap kali Ayah dan Ibunya selesai bertengkar, pasti setelahnya sang Ayah akan menyiksanya sedemikian keji.


Sementara sang Ibu tak pernah perduli.

"Bu... Bu... Mimi lapar Bu, Mimi mau masuk, di luar hujan, dingin Bu..." ucap bocah perempuan yang kerap dipanggil Mimi itu.

Dia terus saja mengetuk pintu rumahnya.

Hujan turun semakin deras.

Tubuh Mimi kuyup tersiram hujan.

Tapi sang Ibu tak juga membuka pintu.

Sambil menangis Mimi kembali berjalan ke arah tepi jalan raya hendak mencari tempat berteduh. Dia ingin tidur.

Meski setelahnya, dia justru malah diserempet motor dan jatuh di depan sebuah pintu gerbang sebuah rumah diseberang jalan rumahnya.

Setahu Mimi, rumah itu dihuni oleh seorang lelaki tampan bernama Reyhan, yang dulu tinggal di ujung gang. Lelaki itu sangat baik dan sering memberikan Mimi makanan.

Dia baru saja pindah ke rumah ini setelah sempat tak terlihat keberadaannya beberapa bulan lamanya dan kembali bersama seorang wanita muda yang cantik, serta seorang bocah kecil laki-laki yang juga tampan.

Mimi sering mengintip bocah laki-laki itu dari balik dinding rumahnya saat si bocah lelaki itu sedang bermain mobil-mobilan di depan teras di rumah Om Reyhan.

Mimi masih menangis di depan pintu gerbang itu. Lututnya dan keningnya berdarah.

Si pengendara motor yang tadi menyerempet Mimi pergi begitu saja. Bahkan orang-orang yang berlalu lalang di sekitar jalan seolah menutup mata atas insiden tersebut.

BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang