"Mau aku ambilkan pakaian Gibran?"
Suara Gaby terdengar.
"Boleh," sahut Steve.
Gibran sedikit bersembunyi saat Gaby berjalan menuju tangga ke lantai atas.
Dengan amarah yang tak lagi bisa dia kendalikan, Gibran mendekati Steve. "Dasar lelaki nggak tau diri! Ngapain Lo masih di sini? Pake buka-buka baju segala lagi!" Bentak Gibran di belakang tubuh Steve.
Steve yang saat itu sibuk membersihkan sesuatu di celananya, langsung menoleh hingga keduanya kini berdiri saling berhadapan.
"Oh, kamu sudah pulang?" Sahut Steve santai. Tanpa rasa bersalah apalagi sungkan.
"Abis ngapain Lo Sama Gaby?" Tanya Gibran masih berusaha menahan letupan amarahnya. Tatapannya nyalang ke arah Steve.
Steve tertawa remeh. "Oh, aku? Hm," Steve bergumam seraya mengerling mesvm. "You know lah..." Serunya dengan senyuman penuh arti.
Emosi Gibran meledak, lelaki itu tak sanggup menahannya lagi dan langsung melayangkan satu pukulan mautnya ke wajah Steve, membuat tubuh atletis Steve jatuh tersungkur ke lantai setelah membentur vas bunga hingga pecah.
Suara berisik itu tertangkap indra pendengaran Gaby yang terlihat berlari panik ketika mendapati Gibran sedang memukuli Steve berulang-ulang, namun Steve tidak melawan.
"Udah, Gib! Udah! Gibran!" Teriak Gaby mencoba melerai. Dia menarik sekuat tenaga tubuh Gibran yang saat itu menindihi tubuh kakaknya.
"GIBRAN! BERHENTI!" teriak Gaby lagi, kali ini lebih keras.
Mendengar teriakan Gaby, Gibran pun menghentikan aksinya. Dia menarik diri dari atas tubuh Steve yang sudah dia buat babak belur.
Steve meludah d4r4h dari mulutnya, dibantu Gaby lelaki itu bangkit dan kembali duduk di sofa bersama Gaby.
"Aku akan ambil obat," ucap Gaby merasa kasihan melihat keadaan kakaknya saat itu. Gaby jadi kesal pada Gibran.
Melihat kepergian Gaby, Gibran lekas menyusul. Lelaki itu menahan Gaby saat Gaby hendak keluar dari kamarnya dengan sekotak obat di tangan.
"Cepat suruh dia pergi atau aku akan buat dia masuk rumah sakit malam ini! Ingat Gaby, ini rumahku, aku kepala rumah tangganya dan aku yang berhak menentukan siapa saja yang boleh menginjakkan kaki di sini!" Ancam Gibran pada sang istri.
Gaby melepas cekalan tangan Gibran. Sama sekali tidak takut dengan ancaman Gibran. "Aku juga penghuni rumah ini dan itu artinya, aku juga berhak mengajak siapa saja berkunjung ke rumah ini!" Balasnya yang langsung hengkang dari hadapan Gibran.
Tak mau menyerah, Gibran terus mengekor dan berhasil menahan langkah Gaby kembali.
"Ini peringatan terakhir, suruh dia pergi atau aku yang akan keluar!"
"Oke, silahkan keluar kalau memang itu maumu," kata Gaby bahkan tanpa berpikir. Dia melanjutkan langkahnya.
Mendengar jawaban Gaby, Gibran jadi melongo!
Apa hebatnya lelaki itu?
Kenapa Gaby bisa sampai tidak mengacuhkannya sedemikian rupa?
Keluhnya membatin, tak habis pikir.
Dengan memendam kecewa atas sikap Gaby, Gibran menuruni tangga dan menghampiri dua manusia itu di ruang keluarga.
"Baik, aku akan pergi Gaby, lakukan saja apa yang ingin kalian lakukan," ucap Gibran dengan suara lemah namun sinis.
Lelaki itu hendak pergi namun langkahnya kembali terhenti ketika Steve tiba-tiba berteriak.
"Jika kamu memang benar-benar mencintai adikku, maka jangan lagi kamu menyakiti hatinya! Aku tidak akan tinggal diam!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)
Romance"Silahkan baca dan tanda tangan di atas materai!" Perintah Gaby pada Gibran, seraya memberikan selembar kertas yang bertuliskan "PERJANJIAN PERNIKAHAN GIBRAN DAN GABY" Gibran membaca isi perjanjian itu dengan seksama. Dimana ada 10 hal yang tertulis...