17. SALING MELENGKAPI

1 0 0
                                    

"Kenapa lo tidur di sini?" tanya Gibran kemudian. Dari nada bicaranya, lelaki itu jelas menunjukkan bahwa dirinya sedang marah.

"

Emang kenapa kalau gue tidur di sini? Masalah buat lo?" balas Gaby sok cuek. Dia merapikan rambutnya yang berantakan dan menggelung nya asal-asalan.

"Gue nggak mau Mbok Sumi sampai curiga gara-gara masalah sepele kayak gini. Kalau dia nanti ngadu macem-macem ke bokap gue gimana?" ucap Gibran menyampaikan keberatannya atas keputusan Gaby untuk tidur di kamar yang terpisah.

"Ya udah sih, tinggal pecat pembokat kayak gitu, ribet banget!" maki Gaby tanpa belas kasihan.

"Mbok Sumi itu udah bekerja sama keluarga gue sejak Oma dan Opa gue masih hidup, bokap gue nggak mungkin memecat dia gitu aja tanpa alasan yang jelas, ngerti lo? Dan gue sendiri pun nggak mungkin tega memecat Mbok Sumi cuma karena tingkah kekanak-kanakan lo ini!" tutur Gibran semakin emosi. Dia berdiri berkacak pinggang di sisi ranjang yang Gaby tempati.

"Cih, apa lo bilang? Gue kekanak-kanakan? Hellowww, Tuan Gibran yang terhormat, gue ini cuma nggak mau terjangkit virus kalau harus tinggal satu kamar sama lo! Oke?" Gaby menatap Gibran dengan senyuman miring.

Sebuah senyuman yang sangat menyebalkan di mata Gibran.

"Alasan lo itu nggak masuk akal tau nggak!" balas Gibran dengan nada sinis.

"Terserah lo mau bilang apa! Gue nggak perduli. Intinya gue nggak mau tidur satu kamar sama cowok penyakitan kayak lo! Anggap aja kita ini cuma dua orang asing yang tinggal satu atap berdua! Selebihnya, hidup lo ya hidup lo dan hidup gue ya hidup gue! Ngerti kan, tampan?" Gaby bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah kamar mandi usai mengatakan kalimat menyakitkan itu.

Gibran menelan salivanya yang terasa pahit.

Lagi dan lagi, Gibran kembali dihadapkan pada sebuah situasi dimana dirinya merasa begitu lemah, bodoh, tak berdaya.

Gibran sadar diri akan kekurangan yang dia miliki sebagai seorang lelaki. Tapi, bukan berarti hal itu selalu membuatnya harus direndahkan dan dihina.

Ini bukan kali pertama Gibran dianggap remeh oleh Gaby hanya karena kekurangan yang dia miliki. Bahkan bukan hanya Gaby yang memperlakukannya seperti ini.

Jauh sebelum hari ini, Gibran juga sudah sering mendapat hinaan akibat kelemahan fisiknya.

Satu-satunya alasan yang membuat hidupnya harus terus bergantung pada obat-obatan itu.

Sesungguhnya Gibran lelah.

Gibran bosan mendengar cacian orang yang menganggap dirinya lemah.

Sayangnya, sampai kapan pun Gibran tak akan pernah terbebas dari kehidupannya yang seperti sekarang.

Akankah Tuhan berkenan memberinya seseorang yang bisa menjadi sandaran kegundahan hatinya kelak?

Seseorang yang tak memandangnya sebelah mata. Seseorang yang bisa membuatnya merasa berguna. Seperti dulu Mimi yang selalu berkata, bahwa dia membutuhkan Gibran.

*

"Makasih ya Ib, lagi-lagi cuma kamu satu-satunya orang yang mau menolong aku. Padahal, aku ini kan jelek. Aku ini cacat, kenapa kamu mau temenan sama aku?" tanya Mimi pada Gibran.

Gibran kecil tersenyum lebar. "Mama bilang nggak ada orang yang sempurna di dunia ini. Kita semua punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Begitu juga dengan aku. Kalau kamu tau kekurangan yang aku miliki, aku juga nggak yakin kamu masih mau temenan sama aku," jelas Gibran panjang lebar.

BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang