32. SEANDAINYA...

1 0 0
                                    

"Di mana lo Mimi? Tuhan baru aja mempertemukan kita lagi setelah sekian lama, tapi kenapa sekarang Dia harus pisahin kita lagi?" gumam Gibran dalam tangisnya. Kepala lelaki itu tertunduk, bertumpu pada dashboard mobilnya.


Gaby hanya terdiam melihat Gibran meluapkan kesedihannya.

Lelaki itu terlihat sangat kehilangan.

Sejujurnya, sepanjang Gaby mengenal Gibran, Gaby belum pernah melihat keadaan Gibran sekacau ini.

Suami palsunya itu selalu saja bersikap tenang jika sedang bersama Gaby. Gibran itu sosok yang periang jika sudah menghabiskan waktu bersama Gaby.

Sesuatu yang berbanding terbalik dengan sikap asli Gibran yang sebenarnya.

Gibran yang dikenal pendiam dan sangat irit bicara di mata kebanyakan orang, terlebih oleh karyawan dan karyawati di perusahaan Company Grup yang kini dia kelola. Bahkan sebagian dari bawahannya di kantor tersebut mengatakan bahwa mereka belum pernah melihat Gibran tertawa.

Dan malam ini, Gaby bisa melihat tatapan hangat lelaki itu berubah menjadi tatapan sendu yang menyedihkan.

Seolah-olah seisi dunianya hanya ada sosok Mirella di dalamnya.

Apa sebegitu berharganya seorang Mirella untuk Gibran?

Gaby hanya bisa bertanya-tanya dalam hati.

"Gib," panggil Gaby setelah mereka cukup lama terdiam di dalam mobil. Gaby menyentuh bahu Gibran.

Gibran mendongakkan kepalanya.

Seperti tersadar kalau di sisinya saat ini ada orang lain, Gibran langsung menyeka air matanya, lalu dia tersenyum.

"Sorry, Gab. Gue terlalu drama," katanya merasa tidak enak pada Gaby.

Gaby berusaha memaklumi.

"Lo yang sabar ya, Mimi pasti ketemu," ucap Gaby menyemangati.

Air mata Gibran kembali meleleh di pipinya.

"Memendam perasaan bersalah selama bertahun-tahun itu nggak enak, Gab. Gue penyebab Mimi hilang sampai akhirnya dia dijadikan budak sama si Baj1ng4n Freddy! Gue yakin hidup Mimi selama ini menderita! Seandainya dulu gue nggak nekat ajak Mimi pergi ke Jakarta untuk cari bokap gue, mungkin nasib Mimi nggak akan seburuk ini! Kalau sampai Freddy membvnvh Mimi, gue harus apa, Gab? Gue nggak tau apa Mimi bakalan maafin gue? Nggak seharusnya dulu gue tinggalin Mimi sendirian di gudang tua itu... Gue emang pengecut... Gue cuma lelaki bodoh! Mungkin bener kata lo Gab, gue ini emang lemah! Bahkan gue nggak bisa melindungi sahabat gue sendiri..." cecar Gibran frustasi. Gibran melontarkan kalimar demi kalimat itu dengan intonasi naik turun serta lelehan air mata yang tiada henti.

"Dulu lo itu kan masih kecil, wajar kalau lo bertindak seperti itu. Mungkin ini memang udah jalan takdirnya Mimi. Lagi pula, hidup Mimi di Bandung bersama orang tuanya juga nggak bahagia, kan?" balas Gaby berusaha menenangkan Gibran. Dia mengelus bahu Gibran beberapa kali. "Gue akan bantu lo, Gib. Reno juga ada di pihak kita. Kita bisa sama-sama cari Mimi," tambah Gaby lagi. Dia tersenyum pada Gibran.


Gibran menatap lekat wajah Gaby. Hatinya sedikit terhibur dengan keberadaan Gaby di sisinya.

BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang