44. MAAFKAN AKU...

3 0 0
                                    

"Aku tahu caranya," kata Gaby.

"Bagaimana?" Gibran bangkit dari pangkuan Gaby dan menunggu Gaby melanjutkan kalimatnya

"Tadi, aku sudah menghubungi mantan-mantanku yang kebetulan masih aku miliki kontaknya saat ini. Aku ingin mengadakan reuni kecil-kecilan bersama mereka, di apartemenku, bagaimana? Kupikir, ini satu-satunya ide bagus untuk memancing Theo keluar?" ucap Gaby memberitahukan rencananya pada Gibran yang langsung disambut dengan gelengan kepala oleh lelaki itu.

Kenyataan bahwa Gaby masih Virgin cukup membuat Gibran terkejut. Tapi dengan alasan yang telah dikemukakan Gaby kepadanya malam ini, pun tentang cerita rahasia masa lalu yang Gaby ungkap setelah sebelumnya berhasil dia simpan rapat-rapat dari dunia, cukup membuat Gibran percaya dengan pengakuan itu.

Terlebih dengan keberadaan Theo di sekitar Gaby selama ini.

"Aku nggak setuju, Gab! Itu terlalu beresiko. Aku tau siapa mereka, aku nggak mau kamu sampai kenapa-napa," kata Gibran menyampaikan kekhawatirannya atas rencana yang telah Gaby susun.

Gibran tahu betul bagaimana perangai dari masing-masing mantan-mantan Gaby itu, jadi menurutnya, rencana untuk mengundang mereka secara bersamaan dalam satu waktu itu bukanlah hal yang bagus. Bisa-bisa, Gaby menjadi santapan mereka ramai-ramai. Membayangkannya saja Gibran ngeri, apalagi hal itu harus menjadi kenyataan.

"Gib, menurutku ini satu-satunya cara paling ampuh untuk memancing Theo keluar. Dengan begini, mungkin kita bisa menangkapnya," balas Gaby kekeuh dengan apa yang dia pikirkan. "Kamu dan Reno bisa memantau kegiatanku melalui CCTV apartemen. Jika memang keadaan sudah mulai tidak bisa aku kendalikan, tapi Theo tidak muncul juga, kalian bisa datang untuk menolongku," tambah Gaby lagi.

Gibran menyandarkan tubuhnya ke sandaran ranjang, hingga membuat posisi mereka kini duduk berdampingan.

"Sejak dulu, aku paling nggak suka melihat kamu dilecehkan sama lelaki lain, aku takut, aku nggak bisa menahan diri," ucap Gibran dengan suara lemah. Tatapan sendunya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.

Sejenak, mereka larut dalam tatapan. Mencoba saling menebak apa yang ada di dalam isi hati lawan bicaranya.

"Apa yang sebenarnya kamu rasakan padaku selama ini, Gib?" tanya Gaby kemudian. "Apa kamu mencintaiku?"

Gibran tertegun mendengar pertanyaan Gaby. Sebuah keinginan besar untuk meneriakkan kata "YA" hadir dari dalam hatinya, tapi kata itu kembali tertelan ke dalam tenggorokan dan sulit keluar ketika Gibran mengingat janjinya pada Mirella.

Gibran tidak ingin menjadi lelaki brengs*k yang bisa mengobral cinta pada dua wanita sekaligus. Bukankah hidup itu tentang sebuah pilihan? Gibran sudah menjatuhkan pilihannya saat dia dan Mimi bertukar peluh bersama.

Karena itulah, Gibran harus memilih Mimi.

Seolah baru tersadar dari pengaruh hipnotis, Gibran melempar tatapannya ke arah lain. Mendadak bibirnya kelu. Nyatanya, berusaha membohongi nurani itu rasanya menyakitkan.

"Kenapa diam? Kamu bisa mengatakan kalau kamu mencintai Mirella dengan mudah, tapi kenapa kamu nggak bisa mengatakan hal itu padaku? Bahkan setelah bertahun-tahun kita bersahabat? Bukankah kamu bilang, kamu berharap aku bisa menerimamu apa adanya?" tanya Gaby lagi dengan harapan yang begitu besar. Sebuah harapan bahwa Gibran bisa mengutarakan perasaannya pada Gaby malam ini. Meski semua ini terkesan terlambat.

BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang