"Maafkan Ayah Gaby... Maafkan Ayah..." Tangis Freddy semakin pecah. Lelaki paruh baya itu berlutut di hadapan Gaby.
"Tuan, bangunlah. Jangan seperti ini," Theo buru-buru membantu Freddy untuk bangkit. Dia memapah Freddy ke sofa. Freddy tampak memegangi dadanya. Napas lelaki itu tersengal dan mulai terputus-putus.
"Sepertinya Anda perlu minum obat, Tuan," ucap Theo yang lekas mengambil sebuah kotak obat, lalu mengeluarkan sebutir obat dari sana dan memberikannya pada Freddy.
Saat itu Gaby masih di sana. Kelopak mata wanita itu membelalak saat melihat kotak obat yang dipegang Theo, bukankah itu obat yang sama dengan obat yang selama ini selalu diminum oleh Gibran?
Gumam batin Gaby.
Apa itu artinya...
Gaby kembali berpikir.
"Apa Om menderita penyakit jantung?" Tanya Gaby dengan intonasi suaranya yang menurun drastis.
"Ya, Tuan Freddy sudah sejak lahir mengidap penyakit jantung bawaan dan seumur hidupnya dia harus terus bergantung dengan Obat ini," Theo bantu menjawab karena saat itu Freddy masih tampak kepayahan menahan nyeri yang seketika menyerang dadanya.
Kedua bahu Gaby mencelos. Hatinya terenyuh.
Ada apa sebenarnya?
Dulu ibunya yang mengidap penyakit jantung, lalu setelah itu Gibran, satu-satunya lelaki yang berhasil membuat Gaby jatuh cinta, dan kini, Gaby harus kembali menelan pil pahit saat mengetahui Ayah kandungnya pun menderita penyakit yang sama dengan sang Ibu, juga Gibran.
Lantas, apakah sudah menjadi takdirnya harus kehilangan semua orang yang dia cintai dikarenakan penyakit yang sama?
Lelehan air mata Gaby kembali terasa di pipinya. Tubuhnya lesu terduduk di sofa, mencoba mencerna kenyataan.
"Aku yang sudah membantu Tuan Freddy melarikan diri dari penjara," suara Theo kembali terdengar. "Ada alasan penting mengapa aku melakukan ini," tambahnya lagi. Theo menoleh ke arah Freddy, tatapan mereka sempat beradu hingga kepala Freddy mengangguk seolah memberi isyarat pada Theo.
"Baiklah, biar aku saja yang menjelaskan semuanya pada Gaby. Tuan istirahat saja," kata Theo lagi.
Setelah membantu Freddy merebahkan diri di ranjang, Theo mengajak Gaby berlalu dari ruangan rahasia itu.
"Apa dia akan baik-baik saja?" Tanya Gaby sambil kembali menoleh ke arah Freddy yang kini terbaring lemah di tempat tidur.
"Dia akan membaik dalam beberapa jam ke depan. Tenang saja," jawab Theo yang kembali menyunggingkan senyuman menawannya. "Mari, ikut aku," Theo mengulurkan tangan memberi isyarat agar Gaby berjalan lebih dulu.
Saat itu, Theo mengajak Gaby ke sebuah taman luas di belakang rumah mewah itu, di mana di sana terdapat sebuah kolam renang besar, taman dengan rumput yang luas, serta beberapa area bersantai seperti dek kayu dan pergola.
"Duduklah," perintah Theo. Lelaki itu mengajak Gaby duduk di sebuah ayunan kayu di sana. "Ini salah satu tempat favoritku untuk bersantai."
"Ayunan?" Tanya Gaby merasa aneh saat Theo memilih spot ayunan untuk tempat mereka mengobrol. Dari wajahnya yang terlihat tegas dan agak menakutkan, dalam artian seperti seorang penjahat, hal itu jelas bertolak belakang dengan apa yang Gaby pikirkan. Mana mungkin seorang penjahat macam Theo senang bermain ayunan? Kekanak-kanakkan sekali?
Pikir Gaby membatin.
Theo tersenyum dan lagi-lagi Gaby terpana dibuatnya.
Sepertinya, persepsi Gaby tentang Theo bisa-bisa berubah jika Gaby harus terus menerus melihat senyuman lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)
Romance"Silahkan baca dan tanda tangan di atas materai!" Perintah Gaby pada Gibran, seraya memberikan selembar kertas yang bertuliskan "PERJANJIAN PERNIKAHAN GIBRAN DAN GABY" Gibran membaca isi perjanjian itu dengan seksama. Dimana ada 10 hal yang tertulis...