Tak sampai sepuluh menit setelah doa pembuka hingga kalimat Kabul berhasil diucapkan, akhirnya Gibran dan Mirella sah sebagai sepasang suami istri.
Prosesi ijab dan kabul yang berlangsung singkat itu ditutup oleh doa dan beberapa nasehat dari Bapak penghulu. Usai menandatangani berkas dan berfoto, akhirnya acara pun bubar tepat saat kumandang adzan Dzuhur terdengar di kejauhan.
Dengan hati-hati Gibran menggandeng jemari Mirella, menuntun pengantinnya itu menuju mobil untuk kembali ke kediaman mereka.
Karena serba mendadak, pernikahan mereka memang tanpa resepsi. Gibran hanya mengadakan pesta kecil-kecilan untuk kerabat terdekat di kediamannya saat itu.
"Kak Gaby kemana, Kak? Seharian ini nggak kelihatan," tanya Dinzia pada Gibran ketika mereka sedang menyantap makan malam bersama.
Para tamu undangan sudah pulang ke rumah masing-masing sejak tadi sore, bahkan Akmal dan Reno pun sudah pamit pulang selepas Maghrib tadi. Tinggalah Dinzia saja di sana yang memang memutuskan untuk menginap di kediaman sang Kakak selama beberapa hari ke depan.
"Nggak tau," jawab Gibran singkat. Moodnya yang memang sudah hancur sejak pagi tadi dikarenakan ketidakhadiran Gaby di acara pernikahannya, kini semakin hancur setelah tahu Gaby tak kunjung menunjukkan batang hidungnya hingga malam hari tiba.
Entah kemana perginya wanita itu, Gibran sama sekali tidak mau mencarinya. Jangankan mencari, bahkan untuk sekedar mengirim pesan pun Gibran sudah tidak sudi!
Pikirannya penuh oleh bayang-bayang kebersamaan Gaby dengan lelaki bernama Steve yang entah siapa!
Sialan!
Lagi dan lagi, Gibran memaki dalam hati.
Dia bahkan jadi tak selera makan sekarang hingga memutuskan untuk kembali ke kamar setelah berpamitan pada Dinzia.
Melihat kegelisahan Gibran sejak tadi, Mirella pun mengekor kepergian Gibran ke kamar Gibran yang kini resmi menjadi kamar mereka berdua.
"Kamu sakit?" Tanya Mirella pada sang suami.
"Nggak apa-apa. Aku cuma cape aja, mau istirahat," jawab Gibran yang sudah merebahkan diri di tempat tidur.
"Mau aku pijitin nggak?" Tanya Mirella yang kini ikut merebahkan diri di tempat tidur. Tangannya membelai lembut kepala Gibran.
"Nggak usah. Mendingan kamu istirahat," jawab Gibran seraya memejamkan mata. Lelaki itu menyingkirkan tangan Mirella dari kepalanya.
Merasa kesal atas penolakan Gibran, Mirella beranjak keluar.
Jika sudah seperti ini dia butuh pelampiasan!
*****
"Hah? Jalan? Sekarang?" Pekik Dinzia di telepon saat kekasihnya Ronald tiba-tiba saja menghubunginya. "Ini udah tengah malem loh Nald?"
"Ayo dong sayang, aku kangen nih. Aku udah di depan gerbang rumah kakak kamu nih," Kata Ronald di seberang.
"Aduh! Kamu nekad banget sih, Nald! Nanti kalau ketahuan kakak aku gimana?" Balas Dinzia was-was.
"Kalau nggak kita ketemu aja sebentar deh, pleaseee..." Ronald masih merayu.
"Iya-iya deh, tapi sebentar aja ya?"
"Oke deh, janji!"
"Yaudah aku keluar sekarang. Kita ketemu lewat pintu belakang aja ya, soalnya di depan rumah kakak aku lagi dijaga banyak polisi. Nanti aku manjat pake tangga aja," jelas Dinzia kemudian.
"Oke sayang."
Dinzia bangkit dari tempat tidur, meraih jaket kupluknya dan beranjak keluar dari kamar tamu yang ditempatinya dikediaman sang Kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)
Romance"Silahkan baca dan tanda tangan di atas materai!" Perintah Gaby pada Gibran, seraya memberikan selembar kertas yang bertuliskan "PERJANJIAN PERNIKAHAN GIBRAN DAN GABY" Gibran membaca isi perjanjian itu dengan seksama. Dimana ada 10 hal yang tertulis...