"Di hadapan papa dan juga Luna, aku ingin meminta maaf sama kamu atas semua kesalahan aku selama ini. Atas semua sikap kasar dan kata-kata menyakitkan yang pernah aku tujukan ke kamu. Termasuk tentang surat perjanjian pernikahan yang aku buat. Aku ingin membatalkannya dan menjadikan pernikahan kita sebagai pernikahan sungguhan. Aku berjanji akan menjalankan peranku sebagai seorang istri dengan baik. Jangan tinggalkan aku Gibran... Aku mohon..."
Rintihan Gaby membuat Gibran serba salah.
Gibran sungguh tak menyangka jika pada akhirnya Gaby akan berbuat seperti ini. Padahal sebelumnya, Gibran sudah menebak bahwa Gaby pasti akan menggugat cerai dirinya setelah dia mengumumkan niatannya untuk menikahi Mirella dalam waktu dekat.
Bagi Gibran, lebih baik dia berpisah dengan Gaby dari pada dia harus membuat hati Gaby lebih tersakiti nantinya.
"Tenang saja, Kak Gaby. Gibran tidak akan meninggalkan kamu, karena aku tidak akan menikah dengan Gibran," sahut Mirella yang ikut menggenggam jemari Gaby.
"Sebagai seorang lelaki, kamu harus memutuskan apa yang terbaik untuk dirimu sendiri, Gibran! Papa masih banyak urusan. Papa tunggu keputusanmu selama 24 jam ke depan. Semoga kamu tidak salah menentukan pilihan. Papa harus pulang sekarang," Hardin bangkit setelahnya lalu berpamitan pada sang menantu.
Kepergian Hardin diikuti oleh Luna di belakang.
Saat itu, hanya Gaby yang mengantar kepulangan Hardin dan Luna hingga ke teras, sementara Gibran dan Mirella tetap berada di ruang keluarga.
Gaby kembali masuk ke dalam rumah dengan segenap perasaan pedih yang membekas dihatinya.
Lagi dan lagi Gaby berusaha menguatkan hati dan meyakinkan dirinya bahwa apa yang baru saja dia lakukan adalah sebuah tindakan yang paling benar.
Gaby melewati ruang keluarga dan hendak beranjak ke dalam kamar tanpa memperdulikan dua manusia di ruang keluarga itu. Seolah menganggap mereka tak kasat mata.
Melihat Gaby masuk, Gibran langsung mengekor langkah sang istri sahnya itu.
"Kita harus bicara, Gab!" Tegas Gibran saat itu. Dia menahan lengan Gaby. Mengajak Gaby untuk kembali ke ruang keluarga.
Tak banyak bicara Gaby hanya menurut. Sayangnya, Gaby tak lagi menunjukkan wajah nelangsanya saat itu seperti yang dia tunjukkan di hadapan keluarga Gibran tadi. Wajah Gaby terlihat sinis dengan tatapannya yang dingin.
Wanita itu duduk berhadapan dengan Gibran dan Mirella saat itu.
"Aku pikir semuanya udah jelas, kalian bisa menikah sekarang. Aku sudah memberikan restuku," ucap Gaby dengan nada bicara yang terdengar santai, seolah tanpa beban.
"Sebenarnya apa rencanamu? Kenapa kamu melakukan hal ini?" Tanya Gibran pada Gaby.
Gaby tersenyum kecut. "Harusnya, pertanyaan itu kamu tanyakan pada wanita di samping kamu sekarang, Gibran!"
"Semua ini nggak ada hubungannya sama Mirella! Aku cuma mau tau, kenapa kamu justru memutuskan untuk tetap bersamaku? Apa rencanamu sebenarnya?" Balas Gibran tak habis pikir. "Aku tahu apa yang kamu lakukan di depan Papa dan Luna tadi pasti cuma sandiwara agar mereka bersimpatik padamu, kan?"
Sungguh, Gaby benar-benar tak percaya dengan apa yang dikatakan Gibran padanya, bahkan setelah lelaki itu begitu menyakiti hatinya.
"Ib, kamu jangan marah-marah dulu. Mungkin saja Gaby memang benar-benar menyesal. Dia sudah mengakui semua kesalahannya di hadapan keluargamu, jadi kamu harus memaafkan dia," Mirella ikut angkat suara.
Gibran mengesah. Tatapan amarahnya perlahan memudar. Sadar bahwa apa yang baru saja dia katakan itu salah.
Tidak seharusnya dia berkata seperti itu pada Gaby. Wanita yang jelas-jelas sudah dia sakiti hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)
Romansa"Silahkan baca dan tanda tangan di atas materai!" Perintah Gaby pada Gibran, seraya memberikan selembar kertas yang bertuliskan "PERJANJIAN PERNIKAHAN GIBRAN DAN GABY" Gibran membaca isi perjanjian itu dengan seksama. Dimana ada 10 hal yang tertulis...