Gibran melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi membelah jalanan ibukota yang mulai lengang di malam hari.
Gerimis yang turun tadi sore masih menyisakan titik-titik air yang berjatuhan dari ranting dan dedaunan yang tertiup angin.
Kendaraan Gibran melesat bak anah panah yang lepas dari busurnya.
Tak memakan waktu lama, Gibran sampai di rumah barunya.
Keadaan pintu gerbang yang terbuka menandakan bahwa di kediamannya kini sedang ada tamu. Sebab, Gibran belum sempat menyewa security untuk menjaga rumah barunya tersebut.
Keamanan di komplek perumahan ini terjamin, itulah sebabnya, Gibran merasa belum begitu memerlukan jasa security untuk menjaga rumahnya. Lagipula, toh Gibran dan Gaby tidak berencana untuk bepergian jauh dalam waktu dekat.
Mereka sepakat ingin lebih banyak menghabiskan waktu berdua di rumah yang lebih terjaga privasinya.
Gibran baru saja memparkirkan kendaraan sportynya di halaman rumahnya yang dipenuhi pepohonan hias. Begitu keluar dari mobil, tatapannya langsung tertuju pada sebuah Motor matic hitam yang entah milik siapa.
Masa iya, lelaki bernama Steve itu pemiliknya?
Tidak sebanding dengan penampilannya!
Pikir Gibran meremehkan.
Langkah Gibran panjang menuju pintu utama yang keadaannya memang terbuka separuh. Gibran tak perlu mendorongnya karena dia sudah bisa masuk.
Begitu sampai di ruang tengah alias ruang keluarga, di mana terdapat sebuah televisi layar datar besar yang tampak menyala, langkah Gibran terhenti di ambang pintu. Dia tertegun menyaksikan kedekatan dua manusia berlainan jenis yang kini berada di ruangan itu.
Mereka Gaby dan Steve!
Saat itu Gibran melihat Steve dalam keadaan Shirtless dengan Gaby yang mengelus-elus dada bidang lelaki itu.
Apa-apaan?
*****
Sejak bisnis hitam Freddy ditutup oleh pihak kepolisian dan pabrik ganja milik Freddy dihancurkan, Sean memang tak mengambil secuil pun dari sisa harta milik Freddy.
Lelaki itu memilih untuk hidup mandiri di sebuah petakan kos-kossan kecil. Dia bekerja paruh waktu sebagai seorang waiter di malam hari dan bekerja menjadi supir pribadi di siang hari.
Gajinya menjadi seorang supir cukup lumayan, karena kebetulan sang majikan memang orang yang loyal. Untuk hal ini, Sean memang beruntung. Selain mendapat majikan cantik, janda pula, dan kaya raya. Perfect.
"Aku punya kenalan teman baik yang memiliki perusahaan bonafit, kalau kakak mau, aku bisa merekomendasikan Kakak supaya bisa bekerja di sana, temanku itu pasti mau membantu," ujar Gaby saat Sean baru saja menceritakan tentang pekerjaan barunya sebagai seorang supir pribadi.
"Aku ini bukan sarjana, nilai di Ijazahku juga semua pas-passan. Tidak perlulah pekerjaan yang muluk-muluk, yang penting aku nyaman itu saja cukup. Dan lagi, majikanku itu sangat loyal, dia sering sekali membelikan aku barang-barang mahal. Coba lihat jas ini? Ini dia yang membelikan sewaktu dia memintaku menemaninya datang ke acara penting di kantornya. Meilina itu janda kaya yang mewarisi seluruh harta peninggalan almarhum suaminya. Sekarang, semua bisnis milik suaminya, dia yang mengelolanya sendirian. Itulah sebabnya, kemarin-kemarin sewaktu kamu masih dirawat di rumah sakit, aku tidak bisa datang menjenguk, itu karena aku harus menemani Meilina ke luar negeri," cerita Sean panjang lebar. Saat itu mereka masih berkeliling di sekitar taman belakang kediaman baru Gaby.
"Jadi, majikan Kakak itu Meilina? Meilina Larasati? Mantan istri almarhum Trihadi Kurniawan?" Pekik Gaby yang tampak terkejut.
Sean mengangguk. "Kamu mengenalnya?" Tanya Sean balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERSEDIA DIMADU (Syarat Kawin Kontrak) - (End)
Romance"Silahkan baca dan tanda tangan di atas materai!" Perintah Gaby pada Gibran, seraya memberikan selembar kertas yang bertuliskan "PERJANJIAN PERNIKAHAN GIBRAN DAN GABY" Gibran membaca isi perjanjian itu dengan seksama. Dimana ada 10 hal yang tertulis...