🍒37

803 45 11
                                    

Matahari semakin naik, sinarnya menghangatkan halaman belakang rumah keluarga Jung. Jam terus berdetak, menandakan waktu mendekati siang. Semua anak keluarga Jung telah meninggalkan kamar masing-masing. Di gazebo yang terletak di belakang rumah, Mark, Sungchan, Jeno, dan Soobin tengah duduk bersama. Namun, suasana di sana jauh dari santai ada ketegangan yang kental, terutama dirasakan oleh Jeno, yang sesekali melirik dengan gelisah ke arah Mark.

Di sisi lain, dapur penuh dengan energi ceria. Beomgyu dan Yeonjun sibuk saling melontarkan lelucon sembari membantu Taeyong dan Jungkook yang tengah membuat kue. Tawa mereka bergaung di ruang dapur, memecah keheningan rumah yang mulai hidup. Taeyong, dengan celemek birunya, memutar-mutar spatula di tangannya, sedangkan Jungkook tengah mengaduk adonan kue, sementara Beomgyu nyaris menjatuhkan sekotak telur karena dikejutkan candaan Yeonjun.

Namun, di ruang kerja Jaehyun, suasananya berbeda lagi. Jaehyun dan Taehyung sudah duduk berhadapan, masing-masing dengan laptop terbuka di hadapan mereka. Dua pria itu sibuk mendiskusikan sesuatu yang tampaknya cukup serius, mungkin rencana bisnis besar berikutnya. Keduanya tenggelam dalam perbincangan, nyaris tidak terganggu oleh riuhnya dapur atau keheningan yang mencurigakan di gazebo.

Setiap sudut rumah keluarga Jung memancarkan dinamika yang berbeda, menampilkan kehidupan yang beragam namun saling terhubung di bawah satu atap.

Di gazebo, Soobin menatap Jeno dengan pandangan tajam yang sulit diartikan. Wajahnya dingin, seolah tak memberikan ruang untuk diskusi. Sementara itu, Sungchan dan Mark hanya menyaksikan mereka dengan cemas, jelas tak tahu harus berbuat apa.

"Gue udah janji ke diri sendiri, bakal ngancurin siapa pun yang berani ngerenggut kebahagiaan adik gue,” ujar Soobin dengan suara rendah, tapi penuh ketegasan. Tatapannya masih terkunci pada Jeno, seperti pisau yang menusuk tanpa ampun.

Jeno menelan ludah, rasa bersalahnya menyeruak kembali ke permukaan, mencengkeram dadanya dengan kuat. Kata-kata Soobin benar adanya. Dia telah menghancurkan kebahagiaan Beomgyu, dan itu membuatnya tidak punya pembelaan.

“Gue minta maaf... Gue tau gue salah, Bin. Gue...”

Ucapan Jeno terhenti mendadak ketika tinju Soobin mendarat keras di wajahnya.

Bug!

“Ini buat lo yang berengsek! ,” kata Soobin dingin.

Bug!

“Ini buat lo yang udah jahatin adek gue!”

Bug!

“Dan ini buat lo yang udah memperkosa dia! ”

Sungchan dan Mark yang terkejut segera bangkit, hendak melerai, tapi Jeno menahan mereka. Dengan gerakan tangan yang tenang namun tegas, dia memberi isyarat untuk tidak ikut campur.

Jeno tidak melawan, bahkan saat pukulan demi pukulan mendarat di tubuhnya. Padahal, jika dia mau, dia bisa saja dengan mudah menahan Soobin, otot-ototnya jelas lebih besar dan kuat. Namun, dia memilih menerima semuanya tanpa perlawanan. Dia tahu dia pantas mendapatkannya, dan ini mungkin satu-satunya cara untuk sedikit menebus kesalahannya.

Soobin akhirnya berhenti, dadanya naik turun karena emosi. Mark dan Sungchan tetap memandang mereka dengan waspada, seolah bersiap kalau keadaan memburuk. Tapi Jeno hanya menunduk, napasnya berat, wajahnya mulai lebam, namun tak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Dia menerima semuanya, sepenuhnya.

“Dari awal gue liat wajah lo, gue udah pengen mukul lo,” ucap Soobin dengan suara dingin, nyaris berbisik, namun cukup tajam untuk menusuk.

Amarah terlihat jelas di wajahnya, menciptakan aura tegang yang seolah memenuhi seluruh gazebo. Soobin yang biasanya tenang kini benar-benar dikuasai emosinya. Sorot matanya membara, penuh kebencian yang terpendam terlalu lama.

Jung BeomgyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang