Hingar bingar klub malam mulai mereda, menyisakan suara bass yang samar dan beberapa gelas kosong di meja-meja. Waktu menunjukkan pukul lima pagi, langit di luar perlahan berubah warna, tetapi bagi Jeno, hari belum benar-benar dimulai. Langkahnya mantap memasuki tempat ini, tempat yang seolah menjadi saksi bisu dari kekacauan yang tak pernah ia harapkan.
Di sudut ruangan, Jay menatap Jeno dengan ekspresi lelah namun lega. “Akhirnya lo datang,” ucap Jay dengan suara serak, memecah keheningan.
Tatapan Jeno langsung tertuju pada Karina. Tubuhnya terkulai lemah, kepala bersandar di atas meja dengan botol-botol kosong berserakan di sekitarnya. Sisa riasan di wajahnya pudar, dan helai rambutnya yang kusut menempel di pipinya. Ia terlihat rapuh, jauh dari sosok ceria yang Jeno kenal.
“Sejak kapan dia begini?” tanya Jeno, suaranya dingin.
Jay menghela napas panjang, menggoyangkan kepalanya seolah tak tahu harus berkata apa. “Sejak semalam. Dia terus nyebut-nyebut nama lo. Gue frustrasi. Gue coba tenangin dia, tapi dia nggak mau denger,” jawabnya dengan nada putus asa, tatapannya kini jatuh pada Karina yang tampak begitu hancur.
Jeno mengepalkan tangannya, menahan emosi yang bercampur aduk di dalam dirinya. Ada rasa bersalah, marah yang bercampur menjadi satu, menghantam dadanya seperti gelombang besar.
“Jay,” panggil Jeno, suaranya lebih rendah dari biasanya.
Jay menoleh, mengangkat alis. “Hm?”
“Lo bawa mobil?”
Jay mengangguk tanpa ragu.
“Bagus. Lo gendong dia ke mobil lo. Gue bakal ngikutin dari belakang,” ucap Jeno tegas, tatapannya tak lepas dari Karina yang masih terisak pelan meski matanya tetap terpejam.
Jay tak membantah. Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh Karina dari kursi. Di pelukannya, Karina menggumamkan sesuatu yang hampir tak terdengar.
“Hiks… Kak Jeno…” isaknya lemah, suaranya serak dan penuh kesedihan, membuat Jeno terdiam di tempat.
Jay menoleh sekilas, matanya berbicara banyak tanpa perlu kata. Ia melangkah pergi menuju mobil, sementara Jeno mengikuti dari belakang dengan langkah berat. Di luar, udara dingin pagi menyambut mereka, namun hati Jeno terasa jauh lebih dingin.
꙳꙳꙳
Di tempat lain, ketika matahari mulai menyinari bumi dan memecah sisa-sisa dinginnya pagi, Beomgyu melangkah keluar dari ruang ganti butik Haechan. Gaun putih yang menjuntai anggun membalut tubuhnya dengan sempurna, memperlihatkan detail renda halus yang dirancang dengan ketelitian luar biasa. Pancaran lampu butik memantulkan kilauan lembut pada kainnya, membuat Beomgyu tampak seperti sosok dari mimpi. Pipinya sedikit merona, mungkin karena rasa canggung menjadi pusat perhatian, namun itu hanya menambah pesonanya.
Sungchan, Mark, dan Haechan berdiri mematung. Tidak ada satu pun dari mereka yang segera membuka mulut, seolah kata-kata mereka tercekat oleh pemandangan di depan mata.
“Wah, adek cantik banget,” Sungchan akhirnya berucap, suaranya terdengar rendah namun penuh dengan kekaguman. Tatapannya beralih pada Mark, yang hanya tersenyum bangga.
“Ya, adeknya abang kan memang selalu cantik,” jawab Mark lembut, matanya memancarkan kehangatan. Ada nada bangga di suaranya, seperti seorang kakak yang tak pernah lelah memuji adiknya.
Haechan, yang berdiri tak jauh, mengambil langkah perlahan mendekat. Matanya berkilat puas, menatap hasil karyanya yang kini hidup dengan sempurna di tubuh Beomgyu. Ia meneliti setiap detail dengan tatapan profesional, tapi ada rasa bangga yang begitu nyata di wajahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jung Beomgyu
Hayran Kurgu✿꙳Completed꙳✿ Kamu tau apa yang aku inginkan? Sederhana saja Kebahagiaan hanya itu saja tidak lebih Demi kepentingan cerita Beberapa karakter di ubah menjadi gs uke=gs