🍒44

812 47 42
                                    

Warning: Cerita ini panjang dan mengandung banyak gula!

Efek samping: bisa menyebabkan diabetes atau senyum berlebihan yang bikin pipi pegal. Baca dengan hati-hati dan siapkan hati buat baper maksimal!


✿✿✿✿





  Jeno melangkah tergesa, memeriksa setiap ruangan di rumah megahnya. Nafasnya memburu, matanya liar mencari sosok Beomgyu yang tak tampak di sudut mana pun. Rasa sakit berdenyut di pelipisnya, namun Jeno mengabaikannya. Ketakutannya jauh lebih besar ia takut Beomgyunya akan meninggalkannya.

Pikiran itu mencengkramnya, memutar ulang segala usaha yang ia lakukan belakangan ini untuk meyakinkan Beomgyu. Ia tidak mau semua perjuangannya berakhir sia-sia. Apalagi, di depan Jaehyun dan Taehyung nanti, ia harus menunjukkan kesungguhan hatinya.

Langkah Jeno terhenti ketika pandangannya menangkap sosok Beomgyu yang baru saja keluar dari kamar Anna. Untuk sesaat, dunia terasa mengembuskan udara lega.
Jeno dengan tergesa menghampiri Beomgyu, tubuhnya menabrak pelan tubuh Beomgyu hingga membuat gadis mungil itu tersentak. Tanpa memberi waktu untuk bereaksi, Jeno meletakkan kepalanya di bahu Beomgyu, menghela napas berat seolah menumpahkan semua beban yang ia bawa.

Beomgyu tertegun, tubuhnya seketika membeku oleh serangan tiba-tiba itu. Matanya melebar, pikirannya melayang. Bukankah tadi Kak Jeno sedang bersama Karina? Kenapa dia ada di sini sekarang? gumamnya dalam hati, mencoba mencari jawaban di antara kebingungannya.

"Kak..." panggil Beomgyu ragu, namun suaranya terhenti ketika Jeno memotongnya, "Diam dulu, Dek. Biarin kayak gini sebentar," bisiknya lirih, nyaris seperti permohonan.

Jeno yang tadi terbakar oleh emosi dan ketakutan kini merasakan perlahan semuanya mencair. Kehangatan tubuh Beomgyu di pelukannya membawa ketenangan yang ia butuhkan, membasuh perasaan kacau akibat perdebatan sengitnya dengan Karina sebelumnya. Hanya dengan memeluk Beomgyu, dunia yang sempat terasa runtuh kini kembali utuh.

Tak berselang lama, Beomgyu merasakan suhu tubuh Jeno yang masih tinggi, napasnya yang terengah-engah terasa panas di kulit. Kekhawatirannya semakin bertambah, namun ia memberanikan diri untuk berkata, "Badan Kakak masih panas. Ayo pindah ke kamar, Kakak harus istirahat," ujarnya lembut, sembari mengelus punggung Jeno yang masih saja enggan melepaskan pelukannya.

Jeno hanya mengangguk lemah, menyerah pada bujukan Beomgyu. Tangannya digenggam pelan oleh beomgyu, memandu langkahnya menuju kamar. Sebenarnya, kepalanya sudah terasa seperti dihantam paku berkali-kali, namun entah kenapa, hangatnya genggaman Beomgyu membuat rasa sakit itu sedikit lebih tertahankan.

"Kakak nggak mau baringan, Dek... Kakak mau duduk aja di situ," ucap Jeno sembari menunjuk sofa panjang di sudut kamarnya. Beomgyu sontak menghentikan langkahnya, lalu mengangguk pelan, menuruti keinginan Jeno. Ia membimbing Jeno untuk duduk di sofa yang dimaksud. Namun, ketika hendak mengambil selimut, matanya tertumbuk pada mangkuk bubur yang masih utuh di meja.

"Kakak belum makan, ya? Itu bubur yang Adek buatin nggak kesentuh," ucap Beomgyu dengan nada sedih. Ia bukan kecewa karena buburnya diabaikan, tapi karena Jeno belum makan apa pun, padahal tubuhnya sudah begitu lemah.

Jeno mengernyit heran, pikirannya berputar. Ah, sepertinya Karina membohongiku, gumamnya dalam hati. "Kakak nunggu Adek makannya," jawab Jeno sembari tersenyum kecil, berusaha menghibur.

"Tunggu sebentar ya, Kak," ucap Beomgyu, bergegas menuju pintu sambil membawa mangkuk bubur dingin itu di tangannya.

"Mau ke mana?" tanya Jeno, menghentikan langkah Beomgyu yang sudah separuh jalan menuju pintu.

Jung BeomgyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang