Mau ke desa!

449 63 13
                                    

"LOE BIKIN GUE OPETE ANJIR!!! "

Razka meringis kesakitan, berusaha melepaskan tangan Yudas yang mencubit pipinya dengan keras.

"Aw-aw! Kak, lepasin! Gue cuma bilang fakta! Kok loe jadi barbar gini sih?!" Razka mengeluh sambil menarik tubuhnya menjauh.

Yudas akhirnya melepaskan cubitannya, tapi ekspresi kesal dan gemasnya belum hilang.

"Loe tuh! Otaknya kerja terlalu keras! Gue gak tau ini karena loe terlalu cerdas apa karena loe kelewat stres. Tapi seriusan, ka. Badan loe itu gak kayak baja, ngerti gak?!" Yudas ngegas, bikin si Razka jadi tutup mata.

Razka hanya menunduk, sedikit canggung. "Ya, tapi kalau gue gak belajar sekarang, kapan lagi? Gue udah cukup ketinggalan karena bolak-balik sakit." Cicit nya yang memainkan jarinya.

Yudas mendengus, ia melipat kedua tangannya di dada. "Denger, gue ngerti loe rajin, gue ngerti loe peduli nilai, tapi loe juga harus peduli sama diri loe. Percuma dapet nilai tinggi kalau badan lo rontok, Razka." Tekan Yudas dengan ekspresi datarnya. Yohan mah ketawa di samping sama Daniel.

Razka menghela napas panjang. "Tapi Kak, gue gak mau cuma jadi beban. Semua orang udah banyak bantu gue selama ini..."

Yudas menggeleng, lalu meraih kepala Razka dengan satu tangan dan mengacak rambutnya dengan kasar.

"Loe gak pernah jadi beban, ngerti gak? Justru kalau loe maksa diri, itu yang bikin orang-orang tambah khawatir. Jadi, please, santai dikit. Kalau loe butuh bantuan belajar, bilang. Gue kan jenius, bisa bantuin loe, "

Razka tersenyum kecil meski rambutnya berantakan. "Ya, jenius dalam bikin orang kesel, mungkin."

Yudas terkekeh. "Itu skill gue. Oke, deal ya? Loe istirahat dulu, dan nanti gue bantu loe ngejar pelajaran."

Razka akhirnya mengangguk. "Deal, Kak. Tapi jangan pake cubit lagi, sumpah sakit banget." Gerutunya masih merasakan panas di pipinya.

Yudas tertawa puas. "Gak janji!"

Tuh kan, dengan sendirinya mereka bisa kembali berdamai. Yudas mulai melunak, es batu yang keras di dalam hatinya itu perlahan lahan mencair dengan kehangatan yang diberikan adiknya. Padahal biasanya Yudas selalu membatasi diri, sekarang tidak lagi. Ia jadi pribadi yang peduli bahkan kepada Kaivan juga. Adik Yohan dan Daniel yang satu itu banyak berubah.

Daniel tersenyum hangat. Ia lalu menerima pesan dari Ratih dan berdiri.

"Kemana? "

"Ke ruangan Kaivan. Dia lagi cek up, mau ikut? " Daniel menawarkan diri, karena takut Kaivan akan canggung padanya.

Awalnya Yohan berpikir sejenak sambil menatap adik bungsunya. Yudas dan Razka tampak tenang mengobrol. "Ayo deh, mumpung lagi anteng. "

"Abang sama Kak Daniel mau ke ruangan Ivan dulu. Lagi cek up, nanti baru kita kesini lagi sama bang Ivan nya. " Pamit Yohan padanya. Razka mengangguk semangat.

"Harus langsung kesini ya bang! Harus pokoknya! "

Yohan mengusap kepalanya gemas. "Iya dong, pasti langsung kesini. "

"Abang sama Kak Daniel boleh pergi. Aku disini aja, sama Yudas. " Tunjuk Razka pada Yudas.

"Ih, Yudas mah banyak kuman. Jangan deket deket dek, "

"Sotoy lu! " Seru Yudas padanya. Yohan terkekeh lalu pergi menyusul Daniel.

Setelah beberapa obrolan terlewati, Ratih dan Mahesa masuk ke ruangan Razka. Ratih langsung memeluk si bungsu, rindu karena kemarin tidak sempat memegangnya sama sekali. Bahkan ia hampir saja menangis karenanya.

I'm Raka Not RazkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang