London City
"Mengapa namanya Holy?" Tanya Angel sambil mengelus pipi mungil dari bayi enam bulan yang sedang tertidur di pangkuan ibunya.
Yang diajak berbicara tersenyum. "Karena dia suci. Saat bayi lahir ke dunia, mereka semua dalam keadaan suci."
"Apakah begitu? Benar begitu, Dad?" Angel menoleh kepada ayahnya yang sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya.
Yang diajak berbicara mengangkat wajahnya dan melihat sang putri yang masih tampak kebingungan. Dia mengangguk pelan sambil tersenyum. "Ya."
"Mengapa namaku Angel? Siapa yang memberi nama itu?" Tanya Angel.
Diam. Niall hanya diam untuk sepersekian detik. "Mommy-mu. Karena... karena kau seperti Angel yang dikirimkan Tuhan untuk kami, untuk melengkapi kebahagiaan kami dan untuk menggenapi kami."
Angel bangkit dari tempatnya kemudian naik ke atas pangkuan Niall. Mengangkupkan wajah Niall dengan kedua tangannya, sambil tersenyum dia berkata. "Dan aku berterima kasih kepada Tuhan karena telah mengirimku kepada dua orang yang sangat luar biasa. You both are my guardian angels."
"You're my life saver." Niall memeluk putrinya dengan erat.
"Lalu, Apple? Bagaimana dengan nama itu? Jujur saja, Dad, nama itu terdengar janggal di telingaku." Ucap Angel.
"Apple? Nama itu diberikan oleh Daddy, karena saat itu apel adalah buah kesukaan Daddy."
Angel membulatkan kedua matanya menatap Niall. "Apa? Jadi, nama yang Daddy berikan hanya karena Daddy suka apel? Beruntung karena Mommy tidak seperti Daddy, Mommy suka memasak jagung, bisa saja nanti namaku menjadi Corn."
"Tidak, bukan hanya itu. Ada arti lain dari nama itu. Dari semua apel, tidak peduli dia merah atau pun hijau, mereka tetap terasa manis. Daddy harap, Apple bisa menjadi-"
"Pemanis?" sela Angel.
"Ya, tapi pemanis kurang tepat, Sayang. Dia bisa menjadi orang yang sama dalam keadaan apapun. Sedih, senang, dia akan tetap tegar dan bisa membuat orang-orang di sekitarnya tersenyum."
"Kau benar, Niall. Dia adalah anak yang manis." Ucap Barbara.
Niall menoleh kemudian tersenyum. Dia membuang muka dan kembali menatap putrinya. "Dan pohon apel, dia besar, kau bahkan bisa bersandar padanya, berayun di dahannya. Daunnya yang rindang bisa memberimu keteduhan saat kau merasakan betapa lelah dan dramanya dunia ini. Buahnya bahkan bisa kau makan. Saat hujan turun, dia tetap di sana, saat terik matahari terasa seakan membakarmu, dia tetap di sana bahkan saat banjir melanda pun dia tetap di sana. Daddy harap Apple bisa menjadi seperti itu."
"Daddy benar. Aku tidak pernah melihat Apple mengeluh tentang hidupnya, dia tetap tersenyum. Dia bahkan tidak pernah takut, Dad. Apple sangat pemberani. Dia seperti pohon apel yang tidak akan pergi ke mana-mana." Ucap Angel.
Niall mengangguk sambil tersenyum. "Ya. Dia hebat, bukan?"
"Ditambah lagi, dia memiliki Mommy. Mommy selalu mendukung Apple dalam situasi apapun, Dad."
Diam. Apa putrinya itu baru saja mencoba menyampaikan kalau dia tidak selalu mendukung putrinya itu? Apa putrinya mencoba mengatakan kalau dia tidak beruntung memiliki Niall di hidupnya? "Daddy tahu, Angel. Daddy mengerti dan sampai kapan pun Daddy tidak akan bisa menjadi seperti Mommy-mu. Orang yang selalu ada di sampingmu setiap hari, menemanimu tidur dan membacakan cerita untukmu. Bahkan Daddy hanya berada di rumah pada saat-saat tertentu. Daddy mengerti apa yang kau coba sampaikan."
Angel menatap ayahnya lekat-lekat. Dia menangkupkan wajah ayahnya dengan kedua tangannya kemudian mendekatkan wajahnya, dalam beberapa detik bibir mungil Angel telah mendarat di pipi Niall. "Bukan begitu, Daddy sayang. Maaf karena telah menyinggung perasaan Daddy, tapi dengan begitu aku bisa mendapatkan sahabat terbaikku, Nana. Aku bahkan sangat dekat dengan Nana dan Apple tidak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete 2
RomanceBOOK 2: Almost. He waits with all his dreams. He knows her heart. He's almost there. [Highest rank #2 out of 3.39k stories in niallhoran | 9-12.8.20] Copyright © 2016-2020 by juliamulyana. All Rights Reserved.