"Apa lagi yang kau inginkan?"
"Kau harus melakukan apa yang aku perintahkan."
Pria itu tersenyum mengejek, "Dasar wanita bodoh, semua menjadi seperti ini karena ulahmu sendiri. Berhenti merepotkanku."
"Kau harus membantuku, aku tidak ingin dia meninggalkanku." Suara wanita di seberang telepon sana terdengar bergetar atau lebih tepatnya parau karena tangis. "Daniel." Ucapnya lagi ketika tidak ada jawaban yang ia dengar.
Pria itu—Daniel menghembuskan napas panjang, "Aku sudah tidak ingin terlibat lagi." Ucapnya.
"Kau tidak bisa seperti itu, kau bisa menda—"
Daniel tergelak, "Aku sudah tidak tertarik dengan tawaranmu. Dengan atau tanpa bantuanmu aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan, pun selama ini kau sama sekali tidak membantuku."
"Mengapa kau berbicara seperti itu? Aku yang membuatmu—"
"Hentikan omong kosongmu! Kau hanya membantu dirimu sendiri. Kau memang sangat egois." Ucap Daniel. "Dan ingat ini, aku tidak merasa berhutang apapun kepadamu, jadi, berhenti menuntut sesuatu dariku. Lupakan jika kau pernah mengenalku."
"Da—" pria itu langsung memutus sambungan teleponnya, dia bahkan tidak membiarkan lawan bicaranya menyelesaikan ucapannya. Disaat yang bersamaan Daniel melihat Daisy berjalan ke arahnya. Pun pria itu menyunggingkan sebuah senyuman.
"You okay?" tanya Daisy dan dijawab sebuah anggukan oleh Daniel. "You look pissed." Tambah Daisy seraya duduk di hadapan pria itu.
Daniel kembali tersenyum. "I'm okay."
Daisy menatap sekelilingnya dengan tidak nyaman sebelum pandangannya kembali kepada pria di hadapannya. "Tentang apa yang kita bicarakan semalam..." Daisy menggantung kalimatnya di udara, merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri. "Aku sudah membuat keputusanku."
Daniel mendengarkan wanita di hadapannya itu dengan serius. "Katakan."
"Aku tidak yakin aku bisa menjalani ini tetapi aku menerima keputusanmu yang mana adalah ucapan yang pernah aku katakan padamu." Ucap Daisy sebelum membuang pandangannya ke arah lain. "Kau yang memulai semua ini..." Daisy tidak mampu menyelesaikan kalimatnya meskipun dia sudah mempersiapkan apa yang hendak ia katakan namun ia tak kuasa mengungkapkan semuanya.
Daniel meraih tangan Daisy di atas meja lalu menggenggamnya. "Aku hanya tidak ingin membatasi ruang gerakmu. Berada di dalam suatu hubungan bersamaku mungkin membebanimu di saat kau ingin memberikan waktu yang berkualitas bersama kedua anakmu, Das. Mereka—seperti kebanyakan anak lainnya akan merasa sangat bahagia saat bisa menghabiskan waktu bersama kedua orangtuanya, meskipun kedua orangtuanya sudah tidak bersama lagi."
Dia benar, tetapi meninggalkanku juga bukan hal yang dibenarkan disaat aku benar-benar membutuhkanmu. Daisy mengukir sebuah senyuman meskipun berat, "Aku mengerti." Lagi-lagi wanita ini berpura-pura untuk tegar yang mana justru melukai perasaan dan emosinya.
"You okay?" tanya Daniel seakan tahu jika wanita di hadapannya ini sedang tidak baik-baik saja.
"Ya, ya, I'm okay." Jawabnya gugup. "Kudengar kau akan kembali ke New York sore ini?"
Daniel membuang pandangannya ke arah lain, "Ya. Maaf tidak memberitahumu."
"It's okay."
Daisy memerhatikan kedua anaknya bersama putri dari Daniel yang sedang asik bermain pasir di pesisir pantai. Ya, mereka berada di pantai sekarang. Anak-anak memberi ide itu dan mereka sangat menikmatinya namun tidak dengan wanita ini. Daisy akan menata hidupnya lagi setelah ini. Dia mulai berpikir apa yang akan bagaimana dia akan menjalani hidupnya setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incomplete 2
RomanceBOOK 2: Almost. He waits with all his dreams. He knows her heart. He's almost there. [Highest rank #2 out of 3.39k stories in niallhoran | 9-12.8.20] Copyright © 2016-2020 by juliamulyana. All Rights Reserved.