Di kursi panjang ku dudukan badanku
Menatap kerinduan bintang malam
Angin malam megingatkanku
Akan lembaran kecil puisi kenanganTentang tawa yang menggetarkan hatiku
Tentang senyum yang menenagkan
Dimana rembulan tersenyum padaku
Membisikan rayuan manisnyaWaktu
Mengapa engkau cepat berlalu
Megambil seseorang yang ku rindu
Dimana aku tak dapat bertemu
Rindu
Alamku dan alamnya sudah berbeda
...Belum saja Abel selesai membaca, setetes air mata keluar membasahi pipinya. Puisi yang di buat oleh Alfa itu terjadi nyata di kehidupannya. Kenapa Abel tidak sadar jika puisi itu bukan puisi biasa, puisi yang Alfa buat itu adalah kode bahwa dirinya bukan di takdirkan untuk Alfa, mengapa Abel tidak berpikir sepanjang itu.
***
Pagi ini mata pelajaran olahraga di mulai. Anak-anak kelas 11 IPS 2 sudah berkumpul di lapangan, untuk melakukan pemanasan. Lapangan semakin riuh dengan suara hitungan pemanasan yang di teriakan oleh anak-anak. Di tengah pemanasan yang sedang dilakukan, Pak Arman selaku guru olahraga datang dan berdiri di depan anak-anak.
"Ayo lebih keras lagi suaranya. Semangat anak-anak," teriak Pak Arman memantau keadaan muridnya.
Matahari pagi ini begitu terik, membuat pemanasan di tengah lapangan ini serasa terbakar. Kebanyakan dari murid perempuan, sudah tidak kuat untuk melanjutkan pemanasan, mereka nekat berbaring menyelonjorkan kakinya di tengah lapangan. Mereka bebas beristirahat kapan saja saat pelajaran olahraga di lapangan, karena Pak Arman lah yang memberikan kebebasan itu kepada muridnya. Ya, Pak Arman adalah salah satu guru favorit di sekolah ini, tak heran jika pelajaran olahraga menjadi mapel terfavorit di kelas ini.
Pritttt...
"Oke sudah cukup. Ayo kumpul melingkar dulu, baru nanti saya menjelaskan materi pagi ini," ujar Pak Arman pada murid-muridnya, "Ada yang tau bola apa yang sedang saya pegang ini?" tanya Pak Arman.
"Bola basket pak."
"Yups, benar. Materi olahraga Minggu ini adalah basket. Semuanya pasti sudah paham mengenai mekanisme permainan bola basket, basket adalah olahraga yang sudah diajarkan sejak SD bahkan anak TK sekarang pun sudah banyak yang bisa bermain basket. Agar tidak lupa mengenai mekanisme permainan bola basket, maka saya ingin salah satu dari kalian memperagakan permainan ini. Ayo silakan yang mau."
"Saya pak!"
Irvan salah satu murid di kelas ini, berdiri dari duduknya. Tubuhnya yang atletis dan badannya yang tinggi, membuatnya PD untuk memperagakan olahraga basket, ditambah lagi dirinya adalah salah satu anggota team basket di sekolah ini.
Sambil membungkukkan badannya, Irvan mendribble kan bola basket. Sesekali matanya fokus pada ring yang berada 10 meter di depannya. Irvan melangkahkan kakinya maju menuju ring, setelah berada dekat dengan ring Irvan menangkap bola yang di dribblenya dan melemparkannya ke arah ring. Kali ini Irvan benar-benar bersemangat.
"GOLLL..." teriakan support teman-temannya. Masa SMA adalah masa paling indah dan paling jahil untuk dikenang. Dimana kita tidak memiliki rasa malu di depan teman-teman, dan bersifat gokil. Masalah hasil itu poin terakhir yang terpenting kita merasa bahagia dan nyaman dengan teman-teman kita.
"Aduh gimana ini Irvan kok tumben nggak masuk ring. Biasanya kamu masuk terus loh, grogi di lihatin doi sekelas ya?" canda Pak Arman pada Irvan.
"Hehehe pak doi dari mananya, muka pas-pasan begini mana ada yang mau dengan saya. Saya grogi di lihatin bapak, tuhkan jadinya nggak masuk ring. Bapak harusnya merem dulu tadi, biar bola saya masuk ring," ujar Irvan tanpa merasa bersalah.
"Huuu dasar buaya...." sorakan dari anak perempuan terus terdengar di telinganya. Mengabaikan sorakan temannya, Irvan kembali mengambil bola basket yang menggelinding tak jauh dari tempat ring basket. Di raihnya bola basket itu.
"Sekali lagi ya pak. Mungkin saja kali ini malaikat membantu saya."
Kembali pada posisi semula, Irvan mendribblekan bolanya lalu loncat setingginya untuk memasukan bola itu kedalam ring. Benar saja, usahanya kali ini berhasil, bola yang tadi ia pegang berhasil masuk kedalam ring. Sorakan dan tepuk tangan meriah di berikan oleh teman sekelasnya, Pak Arman pun ikut memberi tanda semangat kepada muridnya itu.
"Seperti yang sudah di contohkan oleh Irvan, begitulah permainannya bola basket. Karena materi pagi ini bola basket, saya akan memberikan kebebasan hari ini kepada kalian untuk bermain basket, terserah kalian mau main seperti apa yang terpenting jangan rebahan. Pertemuan selanjutnya, saya akan adakan penilaian untuk materi bola basket. Bisa dimulai dari sekarang."
***
Alfa berlari kecil di tengah-tengah lapangan basket. Sambil membungkukan sedikit badannya yang tinggi, Alfa mendribbelkan bola orange bergaris hitam itu dengan sangat energik. Pemuda itu meloncat tinggi ketika dirinya berada di sekitar dua puluh centimeter berhadapan dengan ring, di lemparnya bola basket dengan begitu keras dan bertenaga.
Kya... Dukkk.... Tamp....
Alfa sangat bersemangat, ketika melemparkan bola basket. Saking semangatnya, bola yang ia lemparkan melesat jauh dari arah ring yang berada di hadapannya.
Abel, salah satu teman sekelasnya yang tengah menggenggam botol mineral, merintih kesakitan. Dirinya mengaduh-aduh, dan terus menyumpahi seseorang yang dengan sengaja atau tidak sengaja melemparkannya bola basket kepadanya. Bola itu jatuh tepat di pipi kirinya. Mengenai jerawat merahnya.
Alfa mendekati gadis itu. Ia membungkukan badannya setengah jongkok, untuk mengambil bola basket yang berada tepat di belakang Abel berdiri. Setelah mendapatkan benda yang di inginkannya, Alfa membalikan badannya untuk kembali ke tempat permainannya. Tanpa mengucapkan sepatah kata maaf.
"ALFA TUNGGU!" teriak Abel dari kejauhan.
Pemuda itu berjalan santai.
Setelah beberapa meter dari tempatnya berdiri, ia membalikan badannya. Menatap wajah seseorang yang memanggilnya."G-gue su-suka sama lo." Abel menarikan napasnya lega setelah susah payah mengucapkan kalimat itu. Sepertinya Abel sudah melupakan dentuman bola basket yang mengenai pipinya baru tadi, "Mau nggak jadi pacar gue?"
"Huhuuu..... terima.... terima...."
Tepukan dan sorakan terus terdengar di lapangan basket. Untung saja ini adalah jam pelajaran, jadi tak banyak orang yang menyaksikan kejadian tadi.
"ALFA TERIMA AJALAH. JARANG CEWEK YANG NEMBAK COWOKNYA, LANGKA."
Alfa membalikan badannya, dan berjalan meninggalkan Abel tanpa memberikan jawaban.
Abel tertunduk lesu, ini bukan pertama kalinya dirinya mengungkapkan perasaan kepada Alfa. Sudah sering dirinya mengungkapkan perasaan hatinya, tetapi pemuda itu hanya bertingkah sesuka hatinya.
Abel tidak mengerti, kenapa dirinya begitu menyukai Alfa. Bahkan sangat terobsesi kepadanya. Sebenarnya setan apa yang membujuk Abel untuk terus mengejar cinta sepihak nya. Abel berlari, berusaha meninggalkan lapangan tempatnya olahraga.
"Alfa kurang ajar bener. Anak orang main di tinggalin gitu," ujar Satya salah satu teman sekelasnya.
"Bahkan sampai detik ini gue belum pernah dengar Alfa godain anak perempuan. Tuh anak masih punya hormon normal kagak ya?" sambung Irvan yang berada di samping Satya.
"Hmm jangan sampai ketularan si Ragil Jerman," celutuk Satya yang mendapat jitakan keras dari Irvan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...