ALVI menegak habis air mineral dingin yang sempat di belikan oleh Ari. Wajah Alvi merah padam akibat berlari lima puluh keliling lapangan di tengah terik matahari, tubuhnya dehidrasi, matanya berkunang-kunang serta kaki yang mati rasa.
Karena telah berani membohongi guru, Alvi mendapat hukuman serta ceramah panjang-pendek dari guru kimia itu. Bahkan, akibat dari perbuatan Alvi, Danu ikut terkena imbasnya.
"Kenapa nggak sekalian lari keliling Jakarta aja kalo gini, tuh guru ngasih hukuman kagak kira-kira." decak Alvi dengan napas memburu, tangannya tak henti mengibaskan baju di dada. "Lo kenapa kayak mau mati gini?" cibirnya melihat Danu yang tepar di lantai koridor.
'Bangsat. Masih nanya kenapa? Untung gue kagak mati beneran woi!'
Danu hanya mampu membatin dengan mata terpejam, rasanya bernapas saja susah apalagi ingin memaki Alvi habis-habisan.
"Oh iya," Alvi kembali menoleh pada Danu setelah memikirkan sesuatu, "tadi kenapa Alula pulang?"
'Lo nanya sama gue titisan jenglot?! Lo kira gue banyangannya!'
Lagi, Danu hanya mampu teriak dalam hati.
Tadi saat sedang di hukum, Alvi tidak sengaja melihat Lula bersama seorang lelaki berjalan ke arah luar sekolah. Sebenarnya Alvi berniat menghampiri, tapi teriakan lantang penuh peringatan dari guru yang menghukumnya membuatnya tetap berada pada posisi.
Alvi kembali menoleh pada Danu, "Yailah, lemah banget lo tai."
"ALVI SAYANG!"
Pekikan dari ujung koridor menarik perhatian beberapa murid di sekitar. Tanpa menolehkan kepala, Alvi sudah tahu siapa yang memanggilnya. Bulu tipisnya meremang hanya mendengar derap langkah yang menghampirinya, membuat Alvi harus melafalkan doa dalam hati layaknya seseorang yang memanggilnya tadi adalah makhluk halus berupa jin atau dewi kematian.
"Ya ampun sayang ... habis di hukum ya?" tanyanya dramatis, dan Alvi tidak menyukai cara cewek ini berbicara. Oh ralat, Alvi tidak menyukai semua yang ada pada diri cewek ini. Semuanya.
"Na, apaan sih." Alvi menjauhkan diri dari Kirana yang berusaha menyeka keringatnya. "Jauh-jauh lo."
"Niat gue 'kan baik, Al." protes Kirana, "lo masih aja jutek sama gue." katanya dengan wajah yang--ah, Alvi sendiri tidak bisa menjelaskannya.
"Lo ngapain sih, elah."
"Gue peduli kali sama lo, rela gue bolos demi nyamperin lo disini." kata Kirana bangga.
Alvi tidak tahu dan tidak ingin tahu darimana Kirana mendapat informasi mengenai dirinya di hukum.
"Gue nggak minta." balas Alvi malas sendiri, "Balik sana ke kelas." usirnya.
"Ih, lo kok gitu sih?!"
"Apanya?"
"Seharusnya lo bangga karena di samperin sama gue!" sungut Kirana jengkel dicuekin terus-menerus. Alvi tidak sedikitpun melihatnya, "Al, ih!"
"Na, gue sekarang lagi kepanasan ya, jangan buat makin panas." rutuk Alvi memperingati, menurutnya Kirana perempuan paling berisik dari yang lainnya--sebut saja penggemar.
Kirana Prawita, satu diantara berpuluh kaum hawa yang ingin menjadi kekasih Alvi. Tapi dari sekian banyak cewek, hanya Kirana yang pantang menyerah mendekati Alvi meski sudah di tolak berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
Teen FictionAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...