DARI awal masuk gerbang sekolah hingga menuju ke parkiran, murid sudah berbondong-bondong berjalan menuju kearah kelas masing-masing dengan tangan penuh membawa properti drama. Sampai ada yang sudah siap memakai kostum sesuai tema yang akan mereka tampilkan, padahal sama sekali belum mengambil nomor urut tampil.
Para siswi lebih menunjukkan sikap antusias menyambut pentas drama ini, berbanding terbalik dengan para siswa yang delapan puluh persen mengeluh karena dijadikan tumbal di kelas oleh para wanita ular.
"Mau ngelayat, neng?" celetuk Bobi mengomentari pakaian Alya yang serba hitam, ikut memandangi Alya di depan cermin yang sedang memoleskan bibir dengan sentuhan lip di dalam botol.
Alya berulang kali mengulum bibirnya untuk meratakan lipstik yang ia pakai, baru setelah itu menendang lutut Bobi sadis sambil mendecak kesal, "Jadi tukang sapu jalanan aja belagu lo, tai sapi."
Bobi merintih, "Sialan. Lo apaan dong? Supporter di balik layar aja sok pake dandan." hujatnya langsung membuat Alya melotot kecil.
"Daripada lo jadi tukang sapu jalan, mana munculnya cuma sekilas lagi. Hadeh," balas Alya sambil meneliti penampilan Bobi yang terlalu menawan untuk sekedar menjadi tukang sapu di drama kelas, "Ini apalagi pake topi ala oppa-oppa korea!" Alya melepaskan topi yang dikenakan oleh Bobi yang melongo tak percaya.
"MAMPOS BOB KENA GIGIT ULER LU!" Gino berteriak dari arah pintu sambil merapikan kera seragam.
"Lo cocoknya pake topi yang sering orang pake untuk kesawah tuh! Ini sih kebagusan, Bob!" Alya masih nyolot, tak puas jika belum menghina Bobi habis-habisan.
"Balikin anjerrr," Bobi mulai kehabisan kata-kata.
"Gue pinjem." kata Alya dengan wajah minta di tabok lalu mengibaskan rambut sebahunya ke wajah Bobi yang masih mengumpatnya berulang kali.
"Gue sumpahin lo jodohnya gue ntar, Ya!" teriak Bobi.
Alya berbalik dengan mata memicing, "NAJIS!"
Tawa teman-teman sekelas langsung meledak.
Kecuali cowok yang duduk di pojok kelas, tidak memedulikan antusias teman-temannya yang tak sabar melihat kelas mereka tampil. Jika saja si laknat Danu tidak menjemputnya ke rumah, ia dengan senang hati tidak mengikuti drama ini.
"Al, lo hapal kan teks nya?" tidak tahu sejak kapan Ari sudah berdiri di samping meja yang Alvi duduki.
"Nggak," jawab Alvi singkat masih dengan wajah tanpa semangatnya.
Ari menarik sebelah alisnya keatas lalu merunduk melihat wajah temannya itu, "Ngapa dah? Mabok?"
"Apaan, jangan ganggu." Alvi masih fokus pada game di ponselnya.
"Muka lo asem kecut basi gitu."
Tentu saja. Penyakit hati bernama cemburu itu belum menghilang dari dalam hatinya. Masih berdampak hingga hari ini, bahkan tak sedikit teman-temannya yang ikut terkena dampak itu. Itulah mengapa Alvi tidak ingin terlibat penyakit hati seperti itu. Selain merugikan diri sendiri, itu juga akan merugikan orang lain jika dekat-dekat dengannya.
Hampir setiap menit Alvi tidak dapat berfokus pada suatu hal sejak malam minggu itu. Tidak dapat dielakan kalau Lula berhasil menyita hampir seluruh pikirannya. Cewek itu bahkan tidak menghubunginya sama sekali sejak malam itu, membuatnya semakin merasa kalau Lula tidak mengharapkan kehadirannya, atau ia tidak berarti apa-apa di mata Lula dibanding dengan Deon si pawang yang hilang.
![](https://img.wattpad.com/cover/121968543-288-k615118.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
Подростковая литератураAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...