SETELAH keluar dari ruang kepala sekolah, Alvi benar-benar kenyang dimarahi Ayah habis-habisan. Ayah selalu mengungkit-ungkit perjanjian tempo dulu, berulang kali mengungkit masalah sekolah di luar negeri. Bahkan dengan niatnya Ayah menunjukkan sederet nama sekolah terbaik di luar negeri, memberikannya pilihan negara mana yang ingin ditinggali. Seakan Alvi benar-benar akan pindah suatu hari nanti.
Sekolah termasuk memberinya hukumam dalam kategori ringan untuk perbuatannya yang sudah mencoreng nama baik Merpati, yaitu Alvi hanya di skors selama tiga hari dengan tanda tangan diatas materai sebagai bukti bahwa ia menyetujui akan di keluarkan dari sekolah jika kembali membuat keributan baik itu diperkarangan Merpati atau pun sekolah lain.
Sebelumnya, tidak pernah ada yang namanya perjanjian. Apalagi sampai tanda tangan di atas materai. Selama berkelahi di sekolah, ia tidak pernah mendapatkan perjanjian serius seperti hari ini. Paling-paling peringatan dari guru BK, atau mentoknya hanya dipanggil orang tua.
Selain karena Pak Rajiman adalah paman Alvi--beliau adalah sepupu Ayah-- selalu melindungi namanya, juga berkat Ayah yang selalu meminta agar Pak Rajiman membersihkan namanya dari absensi ketertiban, itulah mengapa sampai detik ini Alvi masih bertahan di Merpati. Jika saja tidak begitu, mungkin ia sudah jauh-jauh hari di drop out dari sekolah.
Alvi tidak pernah meminta dilindungi, tapi Ayah selalu beralibi ingin menjaga nama baik keluarga. Seharusnya, jika Pak Rajiman memang tegas, dia tidak akan membiarkan Alvi berlama-lama menetap di Merpati. Bukan berarti Pak Rajiman orang jahat, beliau memang tegas dan berwibawa, tapi sayangnya, itu tidak berlaku di depan Ayah.
Namun sepertinya Ayah tidak lagi lepas mengawasinya. Alvi juga tidak mengerti mengapa Ayah bersikeras ingin memindahkannya ke luar negeri. Sampai rela mendesak kepala sekolah untuk membuatkan perjanjian di atas materai.
"Bonyok juga muka lo dipukulin Reo."
Alvi menoleh ketika cowok berbaju hitam dengan celana robek-robek mengambil posisi duduk disebelahnya kemudian menyodorkan sekaleng minuman dingin.
"Biasa anak laki," tukas Alvi enteng, lalu menerima minuman itu dan menegaknya.
"Bolos?"
"Gue di skors."
"Bagus, anak laki emang harus gitu."
Alvi tertawa kecil sebagai respon tanpa minatnya. Sebelumnya Alvi pulang dari sekolah sekitar jam sepuluh bersama Ayah karena mulai hari ini sampai tiga hari ke depan ia diskors. Makanya, setelah pulang dan di ceramahi Ayah, Alvi membawa kabur motornya ke kostan--atau basecamp tempat mereka sering kumpul-- Glen, si anak Rajawali yang kebetulan hari ini sedang meliburkan diri alias bolos.
"Napa dah muka lo murung gitu, kayak habis putus cinta aja." celetuk Glen asal sampai mendapat delikan tajam dari Alvi.
"Putus cinta burung lo!" Alvi mencibir.
"Idih, mulutnya suka kasar." Glen terbahak, "Nggak, nggak. Kirain aja beneran putus cinta. Sama siapa tuh? Itu, yang di depan gerbang waktu itu, siapa namanya lupa gue." Glen tampak mengingat-ingat, namanya sudah di ujung lidah tapi sulit di ucapkan. Tujuh detik berlalu barulah ia menjentikan jari, "Alula, kan?"
Alvi hampir menyemburkan kembali minuman yang baru di tegaknya, "Lo tau darimana? Perasaan gue nggak pernah cerita apa-apa ke lo."
Glen senyum-senyum kemudian menghisap rokoknya, "Dulu sengkatan sama gue." ujarnya memberitahu.
Alvi memusatkan perhatian penuh pada Glen, "Hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
Подростковая литератураAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...