48 - Jalan

7.2K 556 29
                                    

"Lo apaan sih, Al?"

Alvi yang semula bersandar pada dinding kini menegakan punggungnya setelah melihat Nat berlari tergesa-gesa menghampirinya. Terlihat jelas napas Nat memburu akibat berlari, Alvi yang semula tersenyum kini menurunkan garis wajahnya.

"Kenapa lo masih disini?!" sembur Nat dengan napas memburu setelah berdiri di depan Alvi, wajahnya memerah menahan kesal.

"Gue udah bilang, gue bakal nunggu sampe lo dateng." suara Alvi melunak bersamaan tatapan matanya yang menyendu.

"Ini udah satu jam lewat!"

"Gue bakal nunggu lo."

Nat memijat pangkal hidungnya yang tiba-tiba berdenyut, napasnya masih berderu keras akibat berlari dari kelas ke gerbang belakang. Ia tidak mengerti apa yang ada di dalam kepala Alvi ini, bagaimana bisa Alvi menunggu disini selama satu jam lebih tanpa takut ketahuan oleh guru?

Sejak Nat mendapatkan pesan dari Alvi satu jam lebih lalu, ia tidak membalas. Ia pikir Alvi akan kembali ke kelas, tapi ternyata cowok itu benar-benar tidak kembali sampai jam istirahat berbunyi. Nat memutuskan untuk menyusul, ia hanya ingin memastikan bahwa Alvi tidak sebodoh itu menunggunya. Dan emosinya langsung naik ketika melihat Alvi berdiri seperti orang linglung yang kehilangan tujuan.

"Gue nggak maksa lo buat dateng, Nat." ujar Alvi panik sendiri melihat wajah Nat yang memerah.

"Dan lo mau nunggu disini sampe besok? Gila lo, Al."

Alvi terdiam, ia tidak tahu harus merespon apa dan bagaimana. Ia tidak pernah bersikap seperti ini, sekalinya seperti ini itu akan terus membebani pikarannya. Bahkan, Alvi kehilangan seluruh minat pada apapun disekitarnya.

Alvi kembali bersandar pada dinding dengan kedua tangan di masing-masing saku seragam, "Gue cuma mau minta saran lo-"

"Soal Alula?" sela Nat langsung tanpa berniat basa-basi. "Al, come on, lo kenapa jadi gini, sih?"

"Gue suka dia, Nat." aku Alvi frustasi. Perasaan ini benar-benar membebani pikirannya. Ia takut pada kekalahan, ia takut jika Lula tidak melihatnya, ia takut ... jika rasa sukanya pada Lula hanya bertepuk sebelah tangan. "Gue cinta."

"Al,"

"Gue harus gimana?" ujar Alvi seperti tidak ada semangatnya, lalu mengacak rambut hingga berantakan, "kenapa gue gini sih?"

Dan Alvi, takut pada perasaannya sendiri.

"Balik ke kelas."

"Nat." Alvi menahan tangan Nat yang hendak berlalu, "gue butuh saran buat-"

"Apa?" Nat menyela sebelum Alvi menyelesaikan ucapannya, "Alula lagi? Lo sendiri yang bilang kemarin kalo Lula nggak pernah ngerespon kalo lo mulai buka-bukaan masalah perasaan. Lo sendiri yang bilang kalo Lula masih ragu sama perasaannya pas lagi sama Deon. Terus apa lagi? Lo mau bilang apa lagi, Al?" dadanya naik turun, wajahnya memerah akibat menahan ledakan emosi di dalam dadanya.

Pegangan tangan Alvi perlahan mengendur dan terlepas begitu saja dari tangan Nat. Kerutan di dahinya semakin dalam, ia benar-benar tidak mengerti mengapa sikap Nat berubah seperti ini.

"Lo Natasha bukan, sih?" tanya Alvi tak percaya.

"Jangan terlalu di kejar, Al. Nyatanya sampe detik ini Lula belum ngulurin tangannya buat lari bareng. Bukannya lari sendirian itu capek?"

Hello A : Alvino & AlulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang