Motor hitam besar milik Alvi berhenti di depan pagar tinggi rumah Lula. Ia sudah mengembalikan Danu ke tempat asalnya, itu juga dengan usaha keras melarikan diri dari teman-temannya yang lain di bumbui oleh alibi menyakinkan bahwa ia akan kembali lagi kesana. Ke basecamp tempatnya sering kumpul setelah kostan milik Glen.
Alvi mematikan motor di ikuti dengan melepas helm full face miliknya, turun dari motor besarnya dengan sekantong plastik di tangan kanannya. Tangannya berhenti di udara ketika hendak menekan bel di samping pagar, malah meronggoh saku celana dan mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari dalam saku.
"Nomor yang Anda tuju tidak menjawab."
Alvi kembali menempelkan benda pipih itu ketelinganya, tapi berulang kali pula suara Sang operator menyahut tanpa lelah memberitahunya bahwa si pemilik nomor tidak dapat dihubungi. Bahkan sudah puluhan pesan yang ia kirimkan, tentu saja berharap mendapat sebuah balasan. Ia tidak menyerah menghubungi Lula, meskipun kulit telinganya memanas akibat di tempeli puluhan kali oleh benda persegi itu.
"Lo dimana, sih?" Alvi mendongak melihat bangunan rumah di lantai dua. Sangat berharap bahwa Lula ikut merasakan kehadirannya disini. Menunggunya.
Pagar rumah bergeser, membuat Alvi kontan menoleh dan menjatuhkan tangan di samping tubuhnya setelah melihat siapa yang berdiri di ambang pintu pagar. Kendati yang terlihat bukan seperti yang di harapkan. Namun itu sudah mampu membuat sudut bibirnya tertarik.
"Alvino?" tegur seorang wanita paruh baya cantik dengan suara sedikit terkejut. "Malam-malam begini, ngapain di depan rumah tante? Kenapa nggak masuk?" tanyanya beruntun setelah berhenti di depan Alvi.
Alvi mencium tangan Tante Ranti sopan, "Saya mau ketemu sama Alula, tante." ia menyunggingkan senyum.
Tante Ranti sedikit mendorong kepala kebelakang sambil mengernyit bingung, "loh? Alula nggak bilang sama kamu?"
Gantian, sekarang Alvi yang mengernyit, "bilang apa, tante?"
"Alula baru aja pergi, mungkin sekitar satu jam yang lalu."
"Pergi?" Alvi membeo memiringkan sedikit kepalanya, pikirannya menerka-nerka kemana cewek itu pergi.
Tante Ranti mengangguk pelan, "iya, sama Deon."
Garis wajah Alvi langsung berubah mendengar siapa yang pergi bersama dengan Lula. Bahkan perubahan itu terlalu kentara sampai wanita paruh baya di hadapannya ikut tersadar, belum lagi melihat keterdiaman Alvi secara tiba-tiba.
"Katanya cuma sebentar kok." Tante Ranti menyentuh lengan Alvi sambil tersenyum menenangkan, membuat Alvi tersadar berusaha menguasai diri.
Alvi meremas kantong plastik di genggamannya yang berhasil menarik perhatian Tante Ranti untuk segera melirik. Sontak saja plastik berisi makanan itu ia sembunyikan di belakang punggung, kemudian tersenyum kearah Tante Ranti.
"Saya tunggu disini aja, Tan." Alvi menunjuk motornya, "ada yang mau saya omongin sama Alula." sambungnya mencoba meyakinkan.
"Oh ..." Tante Ranti mengangguk, "mau tente telponin?" tawarnya yang berakhir sia-sia karena Alvi langsung menggeleng tanpa berpikir.
"Saya udah telpon tadi, Tan." Alvi berkilah sambil tersenyum, "udah saya kirim sms juga." seandainya Tante Ranti lebih menajamkan pendengarannya, pasti beliau dapat mendengar nada kecewa dari ucapan yang ia lontarkan.
Dari ujung lampu motor sudah menyorot keduanya, membuat Alvi maupun Tante Ranti segera menoleh sampai motor berhenti tepat di depan keduanya. Alvi masih bergeming dengan pikirannya, sampai tidak menyadari bahwa motor itu sudah berlalu. Dan baru tersadar saat Tante Ranti menyentuh lengannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
Teen FictionAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...