TIGA hari berlalu setelah kejadian di atas rooftop sekolah. Sekaligus, hari terakhir Alvi dan Lula bertemu. Tidak ada Alvi yang mengirim Lula berupa pesan tidak penting, tidak ada Alvi yang menunggu Lula di depan pagar setiap pagi, tidak ada Alvi yang datang ke kelas Lula hanya untuk menyapa. Alvi seperti tertelan oleh bumi, tidak terlihat sama sekali meski hanya bayangan sekilas.
Lula masih belum bisa memercayai semuanya, bahkan berulang kali ia meyakinkan bahwa ini adalah mimpi. Semuanya masih terasa ambigu, jika boleh memilih, ia tidak ingin Alvi berkata seperti tempo hari.
"Lo tetep nggak percaya kalo gue suka sama lo?"
Itu adalah suara sekaligus kata yang terakhir Lula dengar sebelum dirinya benar-benar meninggalkan Alvi sendiri di rooftop.
Benar, Lula meninggalkan Alvi tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Begitu pula dengan Alvi, cowok itu juga tidak menghentikan langkah Lula yang akan meninggalkannya.
"Dek,"
Pintu kamar terbuka membuat Lula menengok.
"Abang?"
"Ada yang cari kamu." Arka mengedikan kepala ke arah tangga, lalu memberikan raut wajah protes melihat adiknya, "Kamu belum ganti baju? Udah sore gini."
"Siapa yang nyariin?" Lula tidak menyahut protesan Arka, abangnya itu langsung merengut, "Iya ih, nanti aku sekalian mandi."
Arka mengangguk, "Temen kamu."
Lula mengernyit, "yang mana?"
"Temen kamu ada berapa?" Arka mencibir tapi kemudian terkekeh, "turun dulu makanya."
Setelah itu pintu tertutup.
Namun kembali terbuka.
"Ada yang tinggal?" Lula mengangkat sebelah alisnya.
"Ada. Abang belum cium kamu hari ini," Arka berjalan menghampiri Lula yang masih setia pada posisinya duduk di kursi meja belajar. Arka menunduk untuk mengecup sekilas pipi adiknya, "Cepetan turun. Udah di tungguin."
Lula merengut sambil menggerutu karena air liur Arka tertinggal di pipi bulatnya.
Dengan langkah malas-malasan Lula turun ke bawah masih menggunakan seragam sekolah. Rambutnya sedikit kusut dan wajahnya terlihat lelah. Ia melihat ruang tengah tidak ada siapa pun selain suara televisi yang menyala. Papa dan Mama sedang pergi, Zio masih berlatih basket di sekolah hingga petang nanti. Matanya beralih pada meja makan yang berserakan kulit kacang dan botol kaleng minuman bekas Arka dengan teman-teman kuliahnya yang tadi sempat ke sini.
"ABANG BERSIHIN SAMPAHNYA, JOROK BANGET DEH!" Lula berteriak sembari berjalan sambil mendumel ke meja makan.
Lula langsung menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka. Detik berikutnya bibirnya langsung terbuka dengan mata membelalak kaget tak percaya melihat siapa yang keluar dari balik pintu tersebut.
"Deon?"
Deon melambatkan gerak tangannya yang akan menutup pintu. Lula masih diam di posisinya, fokusnya sudah jatuh pada sosok tampan berjaket hitam yang ikut memerhatikannya. Tidak ingin berhalusinasi, Lula bergerak maju untuk memastikan penglihatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
JugendliteraturAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...