ALVI bersiul-siul ria, menyapa siapa saja yang melewatinya, tak lupa melempar senyum cerah kepada siswi-siswi cantik yang sadar akan pesonanya. Wajahnya sudah tidak bengkak lagi, hanya menyisakan warna biru keunguan samar yang mulai memudar diwajahnya.
Setelah tiga hari tidak masuk sekolah, akhirnya Alvi kembali menginjakan kaki di kelas 11-IPS-1. Alvi meletakan tasnya diatas meja, kemudian mendaratkan bokongnya di bangku yang biasa ia duduki. Tapi sebelum itu terjadi, suara salah satu siswi menginterupsi geraknya.
"Al, yang duduk disana Ghea, kita udah rolling dari hari senin."
"Hah? Lah gue duduk dimana?" Alvi kembali berdiri, lalu matanya mengedar. Sialnya, dirinya terlalu pagi datang ke sekolah, bahkan murid masih banyak yang belum berdatangan.
"Lo duduk bareng Remi, dibarisan nomor dua. Habisnya cuma nomor itu doang yang belum ke ambil."
"Anjir, tempatnya kagak strategis buat tidur!" Alvi memindahkan tasnya ke bangku yang di tunjuk oleh Reni, si sekretaris kelas.
"ALHAMDULILLAH titisan kalajengking masuk!"
Untuk kedua kalinya Alvi gagal mendaratkan bokongnya di tempat duduk. Tangan seseorang sudah lebih dulu mengapit lehernya, membuatnya hampir terjerambab jika kehilangan keseimbangan.
"Sialan lo kutu air!" Alvi membenarkan kerah bajunya setelah Danu melepaskan kepitan pada lehernya.
"Kangen nih, tiga hari kagak temu." Danu memukul keras bahu Alvi. "Apa kabar, bro? Mantep kagak mantengin hp tiap hari nonton ena-ena?"
"Ena-ena pala lo tempang, gue sakit, lo kagak jengukin gue tai." Alvi duduk lalu membuka ponselnya, memainkan game piano tiles yang biasa dimainkan Ve jika meminjam ponselnya.
Diarah pintu kelas Ari berteriak histeris melihat Alvi sudah masuk sekolah, dengan gaya songong dan tengilnya Ari menghampiri Alvi dengan penuh drama.
"Temanku... inikah kamu?" Ari meraup wajah Alvi untuk menatapnya, kontan saja game yang sedang Alvi mainkan langsung terhenti karena mati. Sialan.
"Setan."
"Oh temanku..." Ari memeluk Alvi dan menepuk punggungnya keras, "Aku merindukanmu."
Danu terbahak, "Najis, geli banget gue anying."
"Monyet lo berdua." Alvi berdecak kesal.
"Kelas sepi banget kagak ada lo, ler. Seriusan. Biasanya ada biang kerok ngerusuhin kelas, bahan omelan guru tiap hari, tapi tiga hari ini semuanya berasa abu-abu, sob. Ambyaaar!" Ari menyulut tawa Danu, Alvi bergidik dan mengumpat 'najis' berkali-kali.
"Curhat, bos?"
"Kagak bos, tapi nulis diary." Ari menoyor kepala Alvi, "Tapi besuara, kayak di sinetron gitu."
"Anjir."
"Dia udah tau belom, Ar?" Danu menoleh kearah Ari.
"Apaan?" Alvi mengangkat sebelah alisnya penasaran.
"Belum, tuh. Kasih tau kasih tau, Nu!" Ari menepuk-nepuk bahu Danu.
"Kelas kita ada anak baru, sob. Cewek, bening banget gila, lo pasti seneng deh bisa manjain mata tiap hari. Pokoknya, awesome!" Danu bertepuk tangan histeris.
"Ciyus, miapaa?" Alvi mengedipkan matanya jahil.
"Yeh si belatung air, seriusan ini!" kata Danu sambil berdecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
Roman pour AdolescentsAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...