BEL pulang sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu. Biasanya, Alvi sudah menunggu Lula di depan kelas sebelum bel berbunyi untuk menemani Lula di depan gerbang sekolah hingga di jemput oleh supir. Namun tiga hari belakangan, Alvi tidak menunggu Lula di depan kelas. Lula tidak menemukan Alvi yang biasanya menunggu di kursi koridor sambil bermain game, tidak ada suara heboh Alvi yang berteriak-teriak memanggil "Lula... pulang yuk?" atau "Lula ... kira-kira sampe subuh, nggak?"
Atau yang lebih parahnya, jika kelas Lula belum juga keluar tapi bel pulang sudah berbunyi, Alvi tanpa rasa malu mengetuk pintu dan masuk menemui guru yang sedang mengajar, dan tanpa rasa bersalah berkata;
"Bu, cuma mau kasih tau, belnya udah bunyi."
Setelah itu Alvi salim, keluar begitu saja dari dalam kelas meninggalkan guru yang melongo menelan rasa malunya bulat-bulat.
Namun hari ini, lagi, Lula tidak melihat Alvi di depan kelas.
Deon: Gue di depan.
Lula menghela napas pendek, matanya mengedar berharap dapat melihat Alvi meski sekilas. Ia kembali menatap layar ponsel, kemudian sudut bibirnya berkedut membaca sederet pesan yang di kirimkan oleh Deon.
"Hai cantik," sapa seseorang yang entah sejak kapan berdiri di samping Lula. "Sendirian aja."
Mendengar sapaan tak terduga itu Lula kontan menarik diri karena terkejut. Ia hampir saja mengumpat karena saking terkejutnya. Lula melirik kecil guna mengetahui siapa yang berdiri di sebelahnya.
"Nggak sama Alvi?" tanyanya bernada bingung, "Biasanya sama Alvi?" sambungnya lagi.
Kali ini Lula melirik banyak, bukan melirik melainkan menoleh sempurna mendengar nama Alvi. Lula juga tahu siapa cowok ini. Namanya Danuar, kalau tidak salah teman sekelas Alvi.
"N-nggak," Lula menggeleng kecil.
Danu mengusap belakang kepalanya bingung, "Terus kemana tuh anak?" cicitnya kecil, lebih bertanya pada dirinya sendiri.
Alis Lula bertaut, rasa penasarannya mencuat begitu besar hingga berani bertanya, "Emangnya dia kemana?"
Danu menoleh, bingung sendiri mau menjawab apa. "Tau tuh, gue kira ke kelas lo. Habisnya buru-buru banget tuh bocah." jawab Danu sekenanya, lalu memberikan high five dengan salah satu cowok ketika berpapasan di koridor.
"Tikungan emang tajem, Bro. Tapi kalo nikung temen nggak baik, hukumnya haram." guyon cowok yang diajak high five oleh Danu.
"Bangsat."
Tawa mereka meledak di koridor, membuat berpasang-pasang mata mencuri lihat.
Setelah teman Danu pamit pergi, Lula kembali melempar tanya, "Emangnya nggak nanya?"
Lupakan tentang Lula yang pendiam dan tidak banyak bertanya. Danu yang mendapat pertanyaan saja terheran-heran. Biasanya jika Danu, Ari atau teman Alvi yang lain mengganggu Lula, pasti selalu diabaikan. Oh jelas, karena di samping Lula selalu ada Alvi yang seperti macan lagi kawin kalau macan betinanya tiba-tiba diburu.
"Pas ditanya dia jawabnya kebelet boker."
Lula tidak menjawab, lebih memilih diam dengan pikirannya sendiri.
"Tapi kebelet boker kok bawa tas?" tawa Danu meledak, membuat Lula menoleh dengan sorot mata bertanya-tanya. Mendapat tatapan seperti itu, Danu kikuk sendiri lalu kembali berkata, "Terus dia bilang urusan penting."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
Подростковая литератураAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...