KORIDOR sekolah begitu lenggang, bukan karena masih terlalu pagi bagi siswa-siswi untuk datang ke sekolah, bukan juga karena bel kematian sudah berbunyi, melainkan karena berita perkelahian yang berhasil memancing naluri siapa saja untuk menyaksikan.
Dengan perasaan campur aduk, Lula berusaha menerobos kerumunan di dekat parkiran sekolah. Lula berusaha menempatkan dirinya diantara orang-orang yang haus akan berita. Berulang kali ia terhuyung oleh tubuh anak lelaki yang berdesak-desakan. Lula tidak peduli. Saat ini yang ada di kepalanya hanya Alvi.
"Bangsat!"
Jantung Lula berdegup semakin keras mendengar suara teriakan itu, semakin menjadi-jadi ketika suara baku hantam terdengar. Lula terpaksa mendorong siapa saja yang menghalangi jalannya. Bagaimana bisa orang-orang ini hanya diam tanpa membantu?
"Mau cari ribut?!" seru seseorang lagi. Lula tidak tahu siapa, tapi yang jelas itu bukan suara milik Alvi.
"Alvino ..." gumam Lula di telan suara tawon milik segerombolan manusia yang memekik, "Vino."
Setelah berhasil berdiri paling depan, Lula mengedarkan pandangannya ke arah tempat kejadian. Lula meremas roknya, berusaha menahan degupan keras yang meronta-ronta di balik dadanya.
Disana, dimana satu titik tempat perkelahian terjadi, dua motor jatuh tergeletak begitu saja. Setelah itu ia menatap lamat-lamat siapa tokoh pembuat keributan ini, mencari sesorang yang sejak tadi berhasil menaikan ritme jantungnya. Tapi dimana? Matanya kembali mengedar, dari puluhan wajah anak lelaki disini namun ia tidak menemukan wajah milik Alvi.
Lula hampir kehilangan keseimbangan ketika seseorang menarik tangannya menembus kerumunan. Lula menatap linglung pergelangan tangannya yang ditarik oleh seseorang. Tidak meronta. Sebagian saraf tubuhnya bekerja untuk memahami situasi, sebagiannya lagi berterbangan dimana-mana. Membuat Lula hanya diam, pasrah, tangannya ditarik lancang oleh seseorang-entah-siapa.
Setelah berhasil keluar dari kerumunan, barulah suara khas seseorang terdengar dengan jelas, "Ngapain sih?"
Lula mengerjap, seolah-olah baru mendapatkan sebagian sisa kesadaran yang terlempar jauh entah kemana. Ia mendongak dengan tatapan linglung, "Alvino?"
"Sejak kapan suka liat orang berantem?" Alvi memasukan kedua tangan di saku jaketnya, dari tatapan matanya nampak tak suka. Membuat Lula refleks mendorong tubuh Alvi. "Kenapa?" tanya Alvi.
"Nggak lucu!"
"Ul,"
"Lo-" Lula menatap mata Alvi marah, kesal, entah pada apa. "Beraninya buat gue khawatir!" Lula mendorong tubuh Alvi, kali ini lebih keras, sampai cowok bermata gelap itu terdorong ke belakang.
"Ul?"
Mata Lula berkaca-kaca, perasaan khawatir yang sejak tadi memenuhi dadanya meluap dan tumpah begitu saja.
"Emang gue ngapain?" tanya Alvi dengan sikap tenangnya, suaranya melunak dan tatapan hangat itu ia berikan, membuat Lula kembali ingin mengacak-acak cowok bermata gelap ini.
"Mau jadi jagoan berantem terus?!" sembur Lula berapi-api, tak tahan melihat sikap tenang Alvi, sedangkan ada seseorang yang mengkhawatirkan keadaannya.
Alvi mengangkat sebelah alisnya, "Berantem? Siapa yang berantem?" tanyanya bingung, belum lagi melihat Lula yang menatapnya seakan-akan menghardik. Kemudian, suara baku hantam serta pekikah histeris terdengar, membuat Alvi refleks menoleh kearah kerumunan disana, barulah ia terkekeh mengerti, lalu kembali beralih menatap Lula gemas. "Bukan gue."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
Fiksi RemajaAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...