TIGA hari sebelumnya....
Flashback on.
Apartemen seluas 32 meter persegi ini harus rela menjadi tempat tumpukan sampah sementara. Maksudnya, sampah plastik berceceran dimana-mana. Majalah fashion berserakan, beberapa baju kotor masih nangkring di sofa, atau beberapa cup bekas mie instan masih tergeletak di tempat cuci piring.
Pemilik apartemen yang kini sedang selonjoran di sofa ruang tengah dengan majalah fashion terbaru di temani oleh snack ringan harus rela meluangkan waktu santainya untuk beranjak karena bel apartemennya berbunyi. Meski malas dan terlihat ogah-ogahan, dia tetap beranjak sambil menggerutu karena seseorang diluar sana menekan bel berkali-kali.
"Nggak sabaran banget sih," gerutunya sambil menguncir rambut menjadi satu ikatan. "Ya ... sebentar," teriaknya, meski apartemen ini kedap suara.
Nat terbelalak kaget setelah melihat--lewat kamera bel pintu-- siapa yang berdiri di depan pintu apartemennya, cepat-cepat ia berlari menuju ruang tengah untuk membereskan semua--apapun itu-- yang terlihat menjijikan jika di pandang. Meski Nat tahu ini tidak terlihat begitu rapi, tapi setidaknya lebih baik dari sebelumnya.
"Hai Deon." sapa Nat kalem dengan napas naik-turun, sedangkan Deon memberikan tatapan jengkel karena Nat membuka pintu terlalu lama.
"Ngapain lo?"
"Apanya?"
Deon mendecak kemudian masuk ke dalam dengan tangan membawa penuh kantong plastik berwarna putih, Nat melebarkan senyumannya, menutup pintu kemudian mengikuti langkah Deon. Saudara tirinya itu tidak pernah datang tiba-tiba seperti ini.
"Stok makanan bulan ini." ujar Deon setelah meletakan dua plastik besar di atas kitchen set. Melihat wajah Nat berbinar ia menambahkan, "di suruh papa, nyokap lo yang mau." tegasnya, bahwa ini bukanlah kemauannya.
Namun wajah Nat tetap berbinar.
Deon mendecak malas, "kalo kurang atau lo butuh apapun, bilang aja." ujarnya seperti sang kakak yang begitu perhatian pada adiknya.
Nat nyengir, terbesit ide jahil di kepalanya. Namun ia akan menyimpan ide itu sampai nanti, "Siap."
Deon memerhatikan sekitar kemudian menatap Nat lalu menggeleng kecil. Ia memang cowok, tapi orang buta juga dapat merasa kalau lantai apartemen ini hanya di bersihkan tiga hari sekali. Untuk standar perempuan, Deon rasa Nat termasuk kategori pemalas.
"Sapunya di pinjem tetangga." sergah Nat tahu bahwa Deon merasakan kejanggalan pada apartemennya.
Deon mencebikan bibir melirik sapu disudut ruangan, namun ia tidak memedulikan itu dan lebih memilih melangkah menuju pintu apartemen.
"De," panggil Nat, "mau kemana?"
Deon menoleh, "pulang."
"Gue bisa masak." ujar Nat tak yakin, tapi ia tetap percaya diri. "Mau gue masakin?"
"Nggak, thanks." tolak Deon mentah-mentah. Ia berniat kembali melangkah namun Nat lagi-lagi memanggilnya. Kali ini Deon mematung mendengar penawaran Nat.
"Tentang Lula."
Deon menoleh, mendengar nama Lula mampu membuat seluruh minatnya tertuju pada nama itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/121968543-288-k615118.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
Teen FictionAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...