17 - Pengakuan

10.8K 636 11
                                        

"YA ampun, pak. Udah berapa kali saya bilang kalo yang salah duluan itu Reo?!"

Kepala sekolah SMA Rajawali, Pak Handoko, sudah menghubungi kepala sekolah Merpati setengah jam yang lalu melaporkan bahwa Alvino--anak murid Merpati-- membuat onar di ruang lingkup SMA Rajawali saat jam belajar sekolah. Pak Rajiman mendapat kabar seperti itu langsung melesat ke tempat kejadian, membuat Alvi semakin diselimuti emosi.

"Jelas-jelas banyak saksi mata kalo kamu yang datang kesini dan membuat pegaduhan!"

Alvi memejamkan matanya jengah, sudah hampir berbuih mulutnya mengatakan hal serupa; bahwa Reo yang menantangnya duluan. Telinga Alvi sudah panas mendengar jawaban yang sama; bahwa ia yang bersalah.

"Intinya bapak mau percaya saya apa enggak?" Alvi menatap pak Handoko jengah, yang ditatap justru berusaha menelan kejengkelannya sejak setengah jam yang lalu.

"Kamu ini anaknya siapa?"

"Anak manusia, Pak. Masa anak monyet." Jawab Alvi kesal, sambil memegangi lebam di wajahnya.

"Orang tua kamu pasti punya nama, Alvino." Pak Handoko menekankan intonasi suaranya.

"Emangnya bapak mau kenalan sama orang tua saya? Kok tanya-tanya?" Alvi mengangkat alisnya, membuat pak Handoko semakin dirundung rasa kesal.

Ketukan pintu mengalihkan perhatian. Semuanya yang berada di dalam ruangan ini menoleh, mendapati seorang pria bertubuh gempal dengan kumis hitam tebal di atas bibirnya. Alvi membuang pandangan malas, Pak Handoko menghela napas lalu tersenyum 'ramah', sedangkan Reo masih memejamkan matanya menahan sakit di seluruh tubuhnya.

Sebelum suara ketukan pentofel milik Pak Rajiman berhenti berbunyi, Alvi lebih dulu berdiri dari duduknya dan melenggang pergi keluar tanpa pamit. Alvi berjalan angkuh melewati kepala sekolah Merpati, bahkan sama sekali tidak menyapa ketika melewatinya.

Alvi keluar dari ruangan itu dengan pakaian yang dibercaki oleh darah, serta warna ungu dan biru mewarnai wajahnya yang lebam. Alvi benar-benar tidak ingin melihat pak Rajiman disana.

Setelah berada di tikungan koridor, sekerumunan murid berlarian ke depan salah satu kelas yang tidak Alvi ketahui. Sama sekali tidak tertarik. Lagipula, disini bukan wilayahnya. Lantas ingin berbalik badan untuk mencari minuman agar melegakan tenggorokannya yang sedari tadi belum dilewati air. Namun nama seseorang berhasil mengurungkan niatnya, alih-alih berbalik badan, ia justru melangkah cepat bahkan terkesan berlari menghampiri kerumunan.

"Alula dateng ke Rajawali!"

***

Mobil taksi berhenti tepat berada di depan gerbang tinggi SMA Rajawali. Lula turun dari taksi tersebut dengan tangan luar biasa dingin. Kakinya bergertae karena untuk pertama kali menaiki taksi seorang diri. Lula juga tidak tahu mendapatkan keberanian itu darimana. Kepalanya mendangak, matanya menyipit saat sinar matahari menusuk bola matanya ketika melihat tulisan besar SMA Rajawali di atas gerbang.

Jika tiga bulan yang lalu Lula datang kesini memakai seragam khas SMA Rajawali, maka saat ini Lula kembali datang dengan memakai seragam khas SMA Merpati.

Setelah mendapat izin oleh satpam, Lula masuk dengan perasaan luar biasa aneh, rasanya berbeda. Meski dulu ia sangat begitu menyukai SMA ini. Saat kembali, Lula... merasa tidak nyaman. Membuat kaki dan tangannya terasa dingin, meski sudah berkali-kali ia menggosoknya.

Hello A : Alvino & AlulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang