36 - Calon Menantu

8.8K 568 33
                                    

"KAK, ini punya kamu?"

Mama sedikit berteriak sambil meneliti hodie hitam di tangannya. Hodie itu sudah terlipat rapi dan sangat harum, mungkin si pencuci hodie menuangkan terlalu banyak pengharum pakaian.

Panggilan kakak di rumah ini hanya berlaku untuk Arzio Davian, karena panggilan abang hanya berlaku untuk Arkana Raleon. Maka dari itu Zio langsung menyahut lantang.

"Yang mana, Ma?"

Mama keluar dari dalam ruangan khusus tempat menyetrika pakaian sambil menghampiri Zio, "Ini punya kamu?" unjuknya pada Zio.

Zio mengernyit kemudian meraih hodie hitam tersebut. Berulang kali meneliti bentuk hodie itu namun sama sekali tidak merasa memilikinya.

"Bukan."

"Masa bukan?" tanya Mama kembali memastikan, sebenarnya ia juga tidak pernah melihat Zio mengenakan hodie ini.

"Punya Arka kali, Ma." kata Zio berpendapat.

"Abang kamu nggak suka pake hodie loh, Kak." Mama menukas sarkastik, mengingat anak sulungnya tidak hobi memakai hodie atau jenis pakaian tebal lainnya.

Zio mengedikan bahu, "Atau punya pak Rudi?"

"Ngaco kamu!" Mama mengibaskan tangan di udara, "ini selera anak remaja, Arzio. Gimana sih kamu."

"Punya anak perempuan Mama kali."

"Maksud kamu Alula?" Mama mengangkat alis.

"Memangnya anak perempuan Mama ada berapa?" jawab Zio.

"Aduh---ZIO!"

Teriakan keras sekaligus suara seperti karung jatuh berhasil mengalihkan perhatian Ibu dan anak yang sempat memperdebatkan hodie-milik-siapa, Mama berlari tergopoh-gopoh menuju sumber suara yang berasal dari arah tangga, kemudian di susul oleh Zio yang tak kalah panik.

"Ya ampun-- AH LEGO GUE ALULA!"

Zio melebarkan mata shock melihat lego kesayangannya patah berderai di bawah naungan Lula yang terduduk di lantai dengan wajah kesakitan. Zio langsung berjongkok menyelamatkan legonya, tidak memedulikan Lula yang merengek-rengek di lantai.

"Sayang, ada apa?" Mama berjongkok untuk membantu Lula berdiri.

Mata Lula masih merem-melek karena belum sadar sepenuhnya, rambutnya berantakan sehabis bangun tidur. Ia mengaduh kesakitan berulang kali sambil memegangi telapak kakinya yang nyut-nyutan.

"Zio, lego lo jangan di taruh sembarangan dong!"

"Lah, lego benda nggak hidup, mana tau lo mau lewat apa nggak." bela Zio sambil berusaha memperbaiki legonya yang terinjak.

Lula berdiri, tangannya melebarkan masing-masing matanya agar terbuka, "Ya siapa suruh dia di tangga?!"

"Sudah, sudah!" Mama melerai, pusing sendiri. "Masih pagi Nak, nggak baik ribut terus."

"Mama..." Lula menjatuhkan kepala di bahu Mama, "laper."

Zio mendengus, tidak habis pikir bagaimana bisa sangat menyayangi adik perempuannya. Setelah berhasil menyabarkan diri melihat legonya hancur, ia berbalik badan menuju ruang tengah.

Hello A : Alvino & AlulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang