41 - Stay with Me

8.4K 560 38
                                    

A: Ul, nanti gue ga bisa nemenin ke toko buku. Besok aja gmn?

Baru saja Lula mengaktifkan airplane mode di ponselnya, ia sudah di suguhkan oleh pesan yang membuat mood-nya turun. Pesan yang Alvi kirimkan beberapa jam lalu berhasil membuat rasa antusias menunggu waktu pulang sekolah sirna begitu saja. Padahal, sewaktu di kantin Alvi bersikeras ingin menemaninya pergi ke toko buku. Dengan alasan tidak ingin Lula pergi sendirian, atau embel-embel modus lainnya. Tapi faktanya?

Lula menghela napas, membiarkan pesan itu tak berbalas. Memangnya kalau tidak ada Alvi, Lula tidak bisa pergi ke toko buku sendirian?

Bel sekolah sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Apa gunanya Lula menunggu Alvi di gerbang sekolah? Kalau tahu seperti ini, lebih baik ia meminta Dera saja yang menemani ke toko buku, tapi sayangnya Dera sudah lebih dulu pulang. Lula bahkan tidak meminta Pak Rudi menjemput. Dasar bodoh.

"Dasar tukang bohong. Katanya mau nemenin?" Lula menghentak kaki tanpa sadar. Sudut matanya tiba-tiba berair begitu saja. Lula kesal, marah, kecewa tanpa alasan. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri yang mau-mau saja percaya dengan Alvi.

Sekolah mulai sepi. Tapi Lula masih bergeming, tidak ingin beranjak dari posisinya. Hampir setengah jam Lula berdiri di depan gerbang seperti orang bodoh, hanya menatap nanar angkot ataupun taksi yang berlalu lalang.

"Kenapa belum pulang?"

Suara rendah seseorang berhasil menarik Lula dari lamunannya, lalu menoleh dan begitu terkejut setelah melihat siapa yang berdiri di sampingnya.

"Deon?" Lula mengerjap beberapa kali, tidak berharap kalau ini hanya ilusi.

Tapi tidak setelah mencium wangi khas tubuh Deon ketika dihalu oleh angin. Cowok ini benar-benar berada di dekatnya.

"Disini tinggal lo sendiri. Kenapa belum pulang?" Deon kembali bertanya, kepalanya menengadah menatap langit yang awannya mulai menghitam.

Lula melihat sekeliling, dan benar saja kalau sekolah sudah sepi. Dan hanya tinggal dirinya juga Deon. Kemana saja pikirannya sejak tadi? Bahkan ia tidak menyadari kehadiran Deon.

"Aku ... nunggu jemputan." Lula berkilah, tapi setelah itu sudut bibirnya tertarik keatas, "Kamu ngapain disini?"

Deon berdeham, "Nggak sengaja lewat. Mau ikut pulang?" tawar Deon sedikit canggung.

Senyum di bibir Lula kian melebar, "Beneran?" Lula langsung mengangguk tanpa jawaban dari Deon, "Mampir ke toko buku dulu, ya? Mau cari buku latihan matematika." pinta Lula, ada kilat berbinar di mata cokelatnya.

"Ayo,"

Lula terperangah sesaat ketika Deon menggenggam tangannya. Ada yang melompat-lompat di dalam dadanya menerima perlakuan Deon. Jika dulu ini hal biasa yang dilakukan Deon, tapi kali ini berbeda. Genggaman Deon lebih hangat dari biasanya.

"Keadaan tante Maya gimana?" Lula membuka suara lebih dulu, senyum di wajahnya belum sirna. Entahlah, ia terlalu senang melihat Deon kembali menjadi Deon-nya.

Kemudian, mata Lula beralih secara bergantian memerhatikan seragamnya juga Deon yang kini berbeda. Terasa sangat asing dan belum terbiasa dengan keadaan seperti ini, mengingat dulu mereka satu mobil dengan ciri khas seragam yang sama. Tapi dulu, sebelum semuanya terjadi.

Hello A : Alvino & AlulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang