13 - Kembali

11.4K 646 23
                                    

" Ajarkan aku seperti kamu yang tetap baik-baik saja seperti tidak terjadi apa-apa."

-Alula Adreena-

-----

JIKA di dunia ini ada julukan semacam gelar 'tidak tahu diri' maka Deon-lah yang pantas mendapatkan julukan itu.

Setelah semua yang dilakukannya, setelah ia menoreh luka, bagaimana mungkin ia masih berani menunjukan batang hidungnya di depan Lula?

Deon sadar, apa yang dilakukannya terlampau egois. Egois karena ingin Lula mengetuhui keberadaannya disini, ingin menunjukan kepada Lula bahwa dirinya sudah kembali. Egois ingin mengetahui seberapa besar Lula telah melupakannya.

Saat memasuki kedai es krim ini--untuk pertama kalinya setelah hampir satu tahun tidak pernah lagi datang kemari-- Deon langsung menemukan sosok Lula sedang duduk dimana dulu tempat biasa mereka duduk. Awalnya Deon ingin pergi, tapi egonya memaksa untuk menghampiri.

Disinilah Deon duduk, berhadapan langsung dengan Lula dalam satu meja. Namun, semesta memberinya waktu untuk menuangkan rasa rindunya pada Lula, memberikan kesempatan untuk Deon mengamati Lula setelah sekian lama. Lula sepertinya tidak menyadari kehadirannya disini. Terbukti cewek itu masih diam melamun menatap luar kaca jendela kedai.

Sudah banyak perubahan dari Lula saat terakhir kali bertemu. Entah hanya perasaannya saja karena sudah lama tidak bertemu, Lula semakin terlihat cantik dengan rambut cokelat bergelombangnya yang lebih panjang dari waktu itu serta ada sejumput poni tipis jatuh di dahinya mengingat dulu Lula sama sekali tidak berponi. Kulit putih Lula lebih terlihat merah jambu karena terawat. Bibir yang dulunya dibiarkan pink alami sekarang sudah berani dipoles oleh sentuhan liptint.

Deon menarik bibirnya, terpesona untuk keseribu kali pada perempuan yang sama. Bagaimana bisa ia pernah berpikir meninggalkan cewek ini?

"Alula?"

Deon menipiskan bibirnya setelah mengucapkan nama itu. Alula Adreena, Deon tidak bisa mengucapkan nama itu selantang dahulu.

"Pikirannya kemana, sih?" Deon mendecak melihat Lula tak kunjung menyadari kehadirannya. Jika dulu ia selalu menarik rambut Lula pelan saat cewek itu melamun, tapi kini rasanya terlalu cangung, seolah ada ruang kosong yang membentang di depannya.

Deon menghela napas, lalu ingin beranjak pergi meninggalkan Lula. Namun lututnya refleks tidak sengaja terhantuk bawah meja ketika hendak berdiri. Deon terkejut bukan main, yang terjadi barusan membuat seluruh sarafnya berhenti. Deon diam pada posisi, jantungnya berpacu kian cepat karena sesuatu yang diakibatkan oleh lututnya mampu menyadarkan Lula dari lamunannya.

Deon mengumpat dalam hati.

Lula meringis mengusapi dagunya, melihat itu membuat jantung Deon benar-benar seperti dipompa cepat sampai rasanya ingin meledak.

"Alvi-"

Deon terpaku saat iris cokelat itu menembus dibalik kornea matanya. Keduanya saling diam, terkunci oleh beku yang menyelimuti. Deon menelan ludah, membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering.

"Apa kabar?"

Oh, damn. Deon mengumpat habis-habisan dalam hati setelah pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibirnya. Ingin rasanya ia menarik waktu, dengan begitu ia tidak duduk dihadapan Lula dan bertatap muka hingga mengucap pertanyaan seperti tadi.

Hello A : Alvino & AlulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang