LULA berulang kali melirik arloji putih yang melingkar dipergelangan tangannya, memperhitungkan waktu hingga jarum jam mengarah ke arah yang diinginkannya, sebab tak sabar menanti suara bel istirahat menyapa telinganya.
Salahkan Alvi yang telah membuatnya menunggu seperti ini.
Ketika suara bel menggema di seantero sekolah, Lula orang pertama yang beranjak berdiri dari tempat duduknya, raut wajah sumringah tercetak jelas di wajahnya. Dera bahkan menautkan kedua alisnya melihat teman sebangkunya bertingkah tak seperti biasanya, mulutnya langsung gatal ingin bertanya. Tapi sebelum itu terjadi, Lula sudah memberi sebuah jawaban.
"Ra, gue duluan ya, hari ini mau makan di kantin bareng Alvi."
Dera mengerjap, "Gue.., nggak salah denger kan, ya?" Dera menggaruk belakang telinganya.
Senyum Lula masih setia di bibirnya, "Mau nitip?"
Dera menggeleng, "Gue bawa bekal."
Lula mengangguk sebelum meninggalkan Dera yang kebinggungan di tempat duduk. Dirinya tak pernah merasa sesenang ini ingin bertemu seseorang--pernah, dulu saat bersama Deon-- apalagi seseorang itu adalah Alvi, rasanya tidak mungkin.
Senyum bahagia di wajahnya perlahan memudar, derap langkah kakinya kian melambat, dan langsung berhenti begitu saja ketika matanya menangkap sosok yang dinantikan sejak tadi. Alvi sudah menunggu dirinya di bangku panjang koridor depan kelas, tapi bukan itu yang membuat senyumnya hilang, melainkan sosok lain yang bersama cowok itu.
Alvi sedang tertawa bersama entah-siapa hingga membuat tawa Alvi meledak. Ah, rasanya kaki Lula tidak ingin melangkah mendekat, biarkan saja mereka menikmati sesuatu yang tidak ingin ia ketahui.
Karena sebelumnya Lula tidak pernah melihat Alvi tertawa selepas itu.
"Alula?"
Lula tersentak mendengar suara itu, kepalanya mendongak dan mendapati Alvi sudah berdiri di depannya. Tak lupa senyuman untuknya.
"Kenapa diem aja? Gue daritadi nungguin lo."
Bola mata Lula bergerak kebawah, "Baru selesai."
"Yuk," Alvi menarik tangan Lula, tapi cewek itu masih belum bergerak, mempertahankan posisinya.
"Bertiga?" lidahnya kelu untuk berkata, tapi pertanyaan itu keluar begitu saja.
Alvi melirik Nat di belakang punggungnya, "Oh iya, kenalan dulu dong," Alvi menyingkir, memberikan ruang pada Nat untuk berkenalan, kontan tangannya yang mengamit pergelangan tangan Lula terlepas begitu saja.
"Natasha Melani, lo bisa panggil gue Nat." Nat mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
Selama dua detik Lula memandang tangan itu, lalu menerimanya, "Alula Adreena," balasnya.
"Ayok, Al, gue udah laper nih. Keburu masuk nanti," ujar Nat, lalu ia menarik lengan Lula dan mengandengnya. "Jadi temen gue, ya?"
Lula merespons dengan senyum, membiarkan tangannya di rangkul oleh Nat, sesekali melempar senyum sebagai respons dari ucapan Nat.
Perasaannya terasa aneh, ini tidak seperti biasanya. Rasanya seperti dulu, saat Deon lebih memilih bermain basket ketimbang menemaninya ke gramedia untuk membeli buku latihan soal Biologi. Benar, perasaan itu sama, kini kembali terulang dengan orang yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello A : Alvino & Alula
Novela JuvenilAwalnya, Alvino tidak mengenal Alula. Awalnya, Alula tidak ingin mengenal Alvino. Namun pada akhirnya, awalan tersebut berubah ketika Alvino dan Alula dipertemukan pada insiden kecil di kantin sekolah. #94 in TeenFiction [28/10/18] #2 in FiksiRema...