40

824 178 42
                                    

[ IRENE ]

"Akhir-akhir ini kamu kenapa?"

Barusan manajer bertanya padaku, setelah sepuluh menit aku diam di ruang make-up sambil memijat kepalaku yang sama sekali tidak pusing. Dan yang kulakukan adalah menatap manajer itu dengan tatapan sinis.

"Memangnya kenapa? Apa aku terlihat aneh?" tanyaku kembali.

Manajerku hanya menghela napas. "Aku rasa akhir-akhir ini kamu sering tidak fokus saat pemotretan. Pikiranmu ada di mana, Irene?"

Sudah kuduga, pasti aku akan diomeli oleh manajer karena selama bekerja aku sama sekali tidak konsentrasi. Aku hanya memikirkan satu hal yaitu ulang tahun Wendy.

"Apa kamu pusing karena dikejar-kejar editor yang meminta naskah temanmu itu?" tanya manajer lagi kemudian aku menggeleng.

Hmm, sebaiknya aku cerita saja dengan jujur. Aku tidak ingin manajer salah paham.

"Unnie ingat temanku yang bernama Wendy?" tanyaku kemudian manajer mengangguk. "Besok dia ulang tahun, tapi aku sama sekali belum menyiapkan apapun."

Sebenarnya, bukan salahku yang belum menyiapkan apapun untuk merayakan ulang tahun Wendy. Tapi karena sahabatku itu menghilang tanpa kabar, aku jadi tidak tahu apa besok dia akan menampakkan diri atau tidak.

Sudah pernah kuberitahu, bukan, bahwa ini bukan pertama kalinya Wendy hilang tanpa kabar? Dulu, Wendy juga pernah hilang selama beberapa hari dan memberitahuku bahwa untuk sementara dia tidak bisa mengunjungiku ke tempat kerja.

Aku sama sekali tidak masalah dengan itu, karena aku yakin Wendy memiliki masalah yang lebih besar dariku—meski aku tidak tahu itu apa.

Tapi besok adalah ulang tahun Wendy! Aku selalu merayakan ulang tahun Wendy setiap tahun. Aku tidak mau kalau tahun ini menjadi berbeda.

"Irene, lupakan saja temanmu itu," kata manajer santai, tapi membuatku naik darah. "Sekarang kamu sudah makin sukses, tidak perlu mengurus temanmu yang itu."

Aku memukul meja rias dengan kedua telapak tanganku. "Unnie bilang apa, sih!? Wendy itu sahabatku, tanpa Wendy, aku nggak mungkin mau bekerja sebagai model!"

Menyebalkan sekali, memangnya tahu apa manajer tentang Wendy? Apa semua orang sukses pada akhirnya akan melupakan sahabat?

Tidak, aku tidak ingin menjadi orang seperti itu. Setiap hari aku selalu ingat bahwa aku bisa bekerja dan mendapat uang adalah karena Wendy yang mendukungku menjadi model.

Aku tidak terima siapapun yang merendahkan Wendy, termasuk manajerku sendiri. Aku tidak peduli jika aku kehilangan pekerjaan setelah ini.

"Ah, menyebalkan," gumamku kesal. Aku mengambil barang-barangku dan memasukkannya ke dalam tas. Aku mau pergi dari tempat ini.

"Irene, maafkan aku," kata manajer sambil menahan kepergianku.

Tapi aku segera menepis tangan manajer. "Pekerjaanku hari ini sudah selesai, 'kan? Aku nggak ada urusan lagi di sini. Sampai jumpa."

Dengan langkah tegap aku keluar dari ruang make-up dan pergi begitu saja tanpa menyapa para staff yang sudah membantuku.

Apa yang dikatakan manajer benar-benar keterlaluan. Lihat saja, aku pasti akan mempertahankan persahabatanku dengan Wendy. Sebagai seorang model, aku akan memberi contoh yang baik pada orang-orang sombong di luar sana, yang melupakan sahabat mereka.

Ya Tuhan, aku benar-benar merindukan Wendy. Di mana dia sekarang?

Sejak taruhanku dengan Mark, kami berdua selalu berusaha menghubungi Wendy. Tapi hasilnya nihil, karena nomor Wendy selalu tidak aktif dan terkadang sahabatku itu tidak menjawab.

Seandainya saja aku tahu di mana rumah Wendy. Aku hanya pernah bertemu dengan keluarga Wendy di saat wisuda. Wendy sama sekali tidak pernah membawaku ke rumahnya.

Aku tidak bisa seperti ini terus. Aku harus coba sekali lagi.

Dengan segera tanganku masuk ke dalam tas dan berhasil mengambil benda canggih yang disebut ponsel. Aku mencari nomor telepon Wendy dan segera menghubunginya.

Kumohon, Wendy. Kumohon, angkatlah. Besok ulang tahunmu, 'kan?

"Halo? Irene?"

Suara Wendy terdengar dari seberang telepon. Ini tidak mimpi, 'kan? Wendy menjawab panggilanku!

"Wendy, Ya Tuhan, aku benar-benar mencemaskanmu!" seruku dan terdengar suara tawa Wendy.

"Maaf, Irene. Aku sedang sibuk belakangan ini. Bagaimana pekerjaanmu? Lancar, 'kan?"

Sahabatku Wendy memang tidak pernah mengecewakanku. Dia menghilang karena alasan yang jelas dan dia juga memikirkanku.

"Pekerjaanku lancar, Wendy. Yah, meski aku kurang fokus karena aku nggak tahu kamu ada di mana," curhatku kemudian Wendy tertawa lagi.

"Aku benar-benar minta maaf. Tapi semua sudah baik-baik saja sekarang. Oke?"

"Oke, Wendy. Bukan cuma aku, Mark dan semua yang ada di Café Hometown benar-benar mencemaskanmu," ceritaku jujur.

"Aku juga mau bernyanyi di sana lagi. Hari Jumat aku akan kembali kerja, Irene,"

"Mark sudah tahu?" tanyaku penasaran.

"Belum, aku belum memberitahu Mark. Aku rasa aku cukup datang saat Hari Jumat, 'kan?"

Aku menggeleng meski Wendy di seberang telepon tidak dapat melihatku. Tentu saja tidak cukup dengan hanya datang saat jadwal kerja.

Besok ulang tahun Wendy. Aku, Mark, dan semua di Café Hometown bisa merayakan ulang tahun Wendy bersama-sama! Itu bisa menjadi pesta kecil untuk menyambut kembalinya Wendy bekerja.

"Wendy, besok kamu ulang tahun, 'kan?" tanyaku dan otomatis aku tersenyum.

"Ah, iya. Aku hampir lupa! Terima kasih sudah mengingatkanku, Irene. Apa kita rayakan seperti biasa? Bagaimana kalau kita makan di dekat stasiun?"

Aku menggeleng lagi. "Nggak, Wendy. Ayo rayakan ulang tahunmu di Café Hometown. Bersama Mark dan yang lain!"

Ideku benar-benar bagus, 'kan? Ulang tahun adalah hari istimewa. Bisa jadi besok adalah kesempatan Mark untuk mendekatkan diri pada Wendy lagi.

"Baiklah, aku akan datang. Jam 5 sore nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa, kok! Sampai jumpa besok, Wendy!"

Hal yang kulakukan setelah menelepon Wendy adalah menghubungi Mark. Aku akan meminta Mark menyiapkan segala keperluan untuk merayakan ulang tahun Wendy. Dan aku tahu persis apa hadiah yang bisa diberikan Mark untuk Wendy.

Sebuah ciuman ulang tahun itu hal yang manis, 'kan?

After the Concert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang