[ SUGA ]
Busan sebenarnya bukan tempat yang menjadi tujuanku. Aku bisa saja membawa Wendy lebih jauh lagi, tapi karena terbatas waktu dan rasa kantuk, aku menghentikan perjalanan selama 6 jam di sini.
Aku terbangun setelah merasa cukup tidur. Sinar matahari sudah menembus kaca mobilku yang berarti matahari sudah terbit pagi ini. Jalan masih berkabut tapi burung-burung sudah terlihat melintas di langit. Cuaca sangat cerah hari ini.
Harusnya aku mencatat apa yang kupikirkan barusan. Itu bisa menjadi lirik lagu yang bagus, 'kan?
"Selamat pagi Suga," suara Wendy yang lembut terdengar dari sebelahku. Hmm, benar-benar pemandangan yang indah di pagi hari.
"Selamat pagi juga, Wendy," balasku cepat. Aku segera melihat jam tangan dan ternyata saat ini sudah pukul setengah tujuh. "Mau sarapan sekarang?"
Wendy mengangguk kemudian menunjukkan layar ponselnya padaku. "Lihat, aku sudah mencari beberapa restoran di dekat sini. Kamu tinggal pilih."
Keningku berkerut. "Untuk apa kamu sampai repot-repot begitu?"
Bayangkan berapa data yang sudah dihabiskan Wendy untuk mencari tempat makan di sekitar ini. Padahal perjalanan ini tidak perlu diatur dan tidak perlu rencana. Mau cari sarapan? Ya sudah, harusnya kami cari sambil berkeliling.
"Kamu sudah membawaku ke Busan, jadi aku ingin membantu dengan mencari restoran," jawab Wendy dengan suara pelan. "Ini caraku berterima kasih."
Aku menghela napas dan segera merebut ponsel Wendy. "Kamu nggak perlu melakukan hal seperti ini. Aku bisa carikan tempat makan tanpa melihat internet. Lepaskan pikiranmu, kita akan berpetualang. Oke?"
Sepertinya penggunaan kata 'berpetualang' tidak tepat untuk situasi saat ini. Tapi bagaimanapun juga aku ingin Wendy merasa santai sehingga kesedihannya pergi.
"Ahahaha," Wendy tertawa. "Oke, terserah kamu aja."
Maka kami berdua pindah ke bangku depan dan aku segera mengemudikan mobil mencari tempat untuk sarapan. Lihat, sepanjang jalan banyak sekali restoran yang tersedia. Tapi yang menjadi pilihanku adalah restoran cepat saji yang disebut McDonald.
Di mana lagi kamu bisa temukan kopi hitam di pagi hari? Di mana lagi kamu bisa menikmati menu khusus sarapan? Di mana lagi kamu bisa memesan melalui drive thru? Hanya di McDonald, 'kan?
Alasanku memilih drive thru adalah agar kami bisa makan dengan santai di mobil. Entah kenapa aku masih gugup jika berdua bersama seorang perempuan di tempat umum.
"Biar kamu yang pesan, aku yang bayar," ujarku pada Wendy diikuti senyuman perempuan itu.
Syukurlah Wendy juga menyukai menu sarapan milik McDonald dan tidak keberatan karena aku sudah membawanya ke restoran cepat saji. Kami menikmati sarapan sebagai teman.
Tolong jangan lupakan fakta bahwa saat ini cintaku bertepuk sebelah tangan pada Wendy. Aku sadar betul bahwa Wendy mencintai Mark dan Mark juga mencintai Wendy. Tinggal masalah waktu hingga mereka menjadi sepasang kekasih.
Mungkin cinta juga lah yang telah memberiku keberanian untuk mengajak Wendy pergi. Sebelum dia jadi milik orang lain, sebelum harapanku musnah, dan sebelum aku jatuh cinta lagi dengan perempuan lain, aku ingin menghabiskan waktu bersama Wendy.
"Enak banget egg muffin," kata Wendy setelah menghabiskan sarapannya. "Aku mau belajar cara membuatnya, ah."
"Kamu bisa masak?" tanyaku spontan. Cinta juga membuatku ingin mengenal Wendy lebih jauh.
"Iya, asal ada alat, bahan, dan resep yang sesuai, aku bisa masak apa saja," jawab Wendy bangga.
Aku pasti akan sangat berdosa jika meminta perempuan secantik Wendy memasak untukku, karena itu aku mengurungkan niat. Beruntung sekali Mark, dia dicintai Wendy yang bisa menjadi istri yang baik.
Semoga Wendy dan Mark cepat jadian. Biar aku bisa patah hati, lalu bertemu perempuan lain, jatuh cinta, dan melamarnya untuk menjadi istriku. Karena aku tahu, keluargaku di Daegu cukup cemas akan kehidupan asmaraku.
"Kamu mau kubuatkan sesuatu?" tanya Wendy membuatku membulatkan mata.
"Hah? Ngapain tiba-tiba tanya?" suaraku bergetar tidak wajar. Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Wendy.
"Aku mau berterima kasih, jadi aku akan melakukan apa saja untukmu. Aku bisa masak dan aku juga bisa nyanyi," jelas Wendy. "Juga untuk ganti uang bensin dan sarapan dari kamu."
Oh, tidak. Mendengar Wendy bernyanyi bisa membunuhku seketika. Aku begitu suka dengan suara Wendy sampai takut kalau dia bernyanyi, aku akan nekat membawanya ke Daegu untuk bertemu orang tuaku.
"Nggak usah. Aku ikhlas," jawabku bohong. Padahal alasan terbesarku adalah karena aku ingin melihat Wendy tertawa lagi.
Wendy mengerucutkan bibir. "Tapi aku jadi nggak enak sama kamu. Aku sudah merepotkan kamu dari semalam, aku—"
"Yang penting kamu bisa tertawa lagi, Wendy, bagiku itu sudah cukup," ujarku tegas. Aku baru saja mengatakan isi hatiku pada Wendy.
Pipi Wendy memerah. Dia sangat menggemaskan, aku jadi ingin menyatakan perasaan padanya. Aku pasti sudah gila.
"Benar nggak apa-apa?" tanya Wendy dengan wajah memelas.
Aku mengangguk. "Nggak apa-apa. Kamu mau apapun, akan aku kabulkan. Setelah ini juga kita akan kerja sama, 'kan? Jangan lupa kalau aku berniat mengajukan kontrak padamu."
Wendy menutup bibir dengan kedua tangannya. Ah, aku hampir lupa bilang pada kalian, ya? Aku mungkin menyerah untuk mendapat hati Wendy, tapi aku masih belum menyerah untuk mendapat suara Wendy.
Faktanya, suara Wendy lah yang menggerakkanku untuk keluar dari Antena Records bersama Namjoon dan mendirikan perusahaan rekaman sendiri. Suara Wendy adalah jimat keberuntunganku.
"Aku nggak percaya," mata Wendy berkaca-kaca. "Terima kasih, Suga. Terima kasih sudah mewujudkan impianku."
Senang rasanya bisa menjadi orang yang mewujudkan impian Wendy. "Sama-sama. Kita bahas soal kontrak nanti saja. Yang penting sekarang, kamu harus berbaikan sama sahabatmu."
Pribadiku yang seperti ini mungkin menghalangiku untuk membantu banyak orang. Tapi saat ini aku sadar, membantu orang adalah tindakan yang luar biasa. Salah satunya adalah membantu Wendy untuk menjadi penyanyi terkenal.
"Aku mau berbaikan dengan Irene dan Mark hari ini. Nanti aku harus kerja di Café Hometown, saat itu aku akan minta maaf pada mereka melalui lagu," kata Wendy menjelaskan rencananya.
Wendy yang bersungguh-sungguh terlihat begitu berkilau. "Kalau begitu jalan-jalan di Busan aku persingkat, ya? Kita harus kembali ke Seoul sebelum waktu kerjamu."
Banyak tempat indah di Busan yang tidak akan habis untuk dijelajahi dalam waktu sehari, apalagi dalam hitungan jam. Dan aku bersyukur tawa Wendy bisa kembali dalam waktu cepat, secepat waktu kami berdua di Busan.
Aku janji, mulai sekarang aku akan lebih sering membantu orang lain di hidupku.
Karena itu izinkan aku membantu Wendy untuk terakhir kali, sebelum kukembalikan dia ke Café Hometown nanti sore.
KAMU SEDANG MEMBACA
After the Concert ✔️
Fanfiction[ COMPLETED ] Semua dimulai setelah konser, di mana Mark melihat Wendy bernyanyi di café miliknya. Ini kisah tentang empat manusia yang berusaha hidup di tengah kerasnya Kota Seoul. Empat manusia yang bertemu secara tidak sengaja dan terbelit jalin...